Lihat ke Halaman Asli

Kasus Vlog Kaesang dan Generation Gap

Diperbarui: 7 Juli 2017   07:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kaesang dan Jokowi, sumber: YouTube Kaesang

Gugatan terhadap Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, atas isi Vlog-nya yang diduga berisi ujaran kebencian menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Banyak masyarakat yang menilai bahwa tidak ada yang salah pada ucapan "Ndeso" dari Kaesang, namun banyak juga yang menganggap bahwa ucapan tersebut telah menyinggung SARA dan menyerang kelompok tertentu.

Apabila kita melihat usia dari masing-masing pihak, pelapor Vlog Kaesang lahir di tahun 1964 sementara Kaesang sendiri lahir di tahun 1994. Tentu perbedaan umur hingga 30 tahun menyebabkan kedua pihak hidup dalam lingkungan yang berbeda, sehingga akan menimbulkan implementasi tersendiri atas isi Vlog yang menjadi polemik sehingga timbul kesalahpahaman antar kedua pihak. Hal ini membuktikan akan adanya suatu fenomena sosial dan budaya akibat perbedaan generasi: Generation gap.

Generation Gap

Generation gap adalah fenomena sosial dan budaya dimana generasi muda cenderung memiliki perbedaan budaya dan norma dari generasi tua. Fenomena ini mudah dipengaruhi oleh perubahan kondisi di lingkungan yang terus berubah setiap zaman. Perbedaan budaya dalam Generation gap menyebabkan banyak generasi tua yang merasa bahwa generasi muda telah bertindak melanggar norma, membangkang, bahkan durhaka karena perbedaan budaya dan norma di antara kedua generasi tersebut.

Kaesang dan Vlog-nya mewakili generasi muda Indonesia. Generasi ini berperan aktif di era informasi dan kebebasan berpendapat, sehingga menyebabkan generasi ini cenderung berperilaku liberal dan memiliki norma yang lebih longgar dibandingkan generasi tua. Perilaku di media sosial juga cukup longgar dimana penggunaan kata "Ndeso" dianggap lebih baik dibandingkan penggunaan kata-kata dengan nama binatang, sehingga kata tersebut masih dapat ditolerir oleh generasi muda.

Sementara itu, pelapor Vlog Kaesang mewakili generasi tua Indonesia. Generasi ini sudah melewati masa aktif di era Orde Lama atau Orde Baru dengan informasi yang terbatas, sehingga menyebabkan generasi ini cenderung berperilaku konservatif dan memiliki norma yang lebih kaku dibandingkan generasi muda. Karena perilaku konservatif yang dimiliki oleh generasi ini, penggunaan kata "Ndeso" dianggap melanggar norma yang berlaku di generasi mereka sehingga kata tersebut sudah bisa dianggap hujatan atau ujaran kebencian oleh generasi tua.

Generation Gap dan opini semua pihak

Generation gap memainkan peran penting dalam Kasus Vlog Kaesang. Karena generation gap, Kaesang cukup bebas mengatakan "Ndeso" di depan kamera karena dianggap masih bisa ditolerir oleh generasinya. Karena generation gap, sang pelapor merasa bahwa ujaran "Ndeso" dalam Vlog Kaesang adalah ujaran kebencian sehingga melaporkannya kepada pihak kepolisian karena adanya perbedaan norma. Karena generation gap pula, terjadi polemik di antara masyarakat tentang siapa yang benar dan siapa yang salah karena adanya perbedaan generasi di antara masyarakat satu sama lain.

Pada akhirnya, keputusan dari kedua pihak lah yang akan menyelesaikan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Saling pengertian dibutuhkan agar kedua pihak menyadari akan adanya generation gap di antara mereka. Saling menghargai pendapat kedua pihak juga diperlukan bagi masyarakat agar tidak memunculkan kontroversi yang semakin berkepanjangan. Dan semoga kasus ini segera berakhir dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline