Lihat ke Halaman Asli

Menuju Hari Kartini (Antara Refleksi, Esensi, dan Modernisasi)

Diperbarui: 12 April 2016   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telah lama bangsa ini terbebas dari jerat penjajah yang diperjuangkan oleh para pahlawan muda dan tua, perempuan dan laki – laki yang rela berdarah – darah  berjuang untuk masa depan anak dan cucu kita. Beberapa hari mendatang, tepat 21 April 2016 kita akan memperingati hari dari salah satu pahlawan tersebut, sosok perempuan yang menginspirasi seluruh insan sosial khususnya perempuan di seluruh Indonesia yaitu, Raden Ajeng Kartini. Nilai – niliai keseteraan perjuangan yang terkandung dituangkan dalam setiap pergerakannya, dan karyanya berdampak pada perempuan Indonesia. Ia memberikan pencerahan kepada perempuan untuk bergerak maju ke ruang – ruang publik, bersuara atas nama perempuan, bersekolah, berpartisipasi secara politis, dan ikut berperan dalam pembangungan negara. Ya, itulah usaha harapan – harapan yang didengungkan pejuang meskipun terkadang tidak sejalan lurus antara harapan dan kenyataan.

Sebuah refleksi bagi semua, ketika mata kita telah berahadapan dengan persoalan – persoalan yang melanda perempuan di dunia khususnya negeri kita Indonesia tercinta. Seperti persoalan ketenagaan kerja wanita yang illegal hingga kasus human trafficking dan kekerasan terhadap perempuan, serta dalam bidang kesehatan seperti HIV/AIDS, kanker, tumor dan sebagainya yang merupakan lembaran sedih yang melanda kaum hawa.

Memang benar adanya dan inilah realitas sosial yang ada disekitar kita, ketika keindahan serta segala yang ada pada perempuan telah menjadi komoditas yang dikomersilkan, dan fenomena ini dapat diibaratkan sama persis dengan kondisi ibu pertiwi yang memiliki berbagai masalah yang tak jua kunjung usai. Ibu pertiwi ini kaya, dan perempuan itu mulia, itulah analoginya, kemiripan atau kesamaan yang cukup mendilematis.

Makna filosofis itu sangat mengena, antara perempuan dan negeri kita, perempuan makhluk suci yang memang sulit kita mengerti sifatnya, namun ia adalah sosok mulia yang melahirkan orang – orang hebat di dunia. Lalu, analoginya dengan Indonesia, ia pun begitu karena adalah ibu pertiwi bangsa ini, sangat kaya akan harta sosial, budaya, dan alamnya, namun sangat sayang ketika masyarakat masih berada dalam jerat kemiskinan, dan masalah sosial lainnya yang begitu kompleks. Ibu Pertiwi juga ikut mencetak generasi, orang – orang terbaik yang namanya dikenal di ruang internasional.

Perempuan Modern?

Di hari Kartini, seringkali kita menemukan perayaan yang hanya bersifat “ceremonial” yang terkadang minim dengan nilai perjuangan perempuan sesungguhnya. Perayaan terkadang berhenti hanya pada ruang – ruang lomba – lomba yang memberikan kesan euphoria pada hari yang istimewa itu. Marilah kita sejenak berkontemplasi, dalam renungan yang reflektif bahwa ada suatu masalah lain bagi kaum perempuan.

Ketika tidak hanya masalah yang kita sadari seperti komersialisasi perempuan menjadi komoditas, partisipasi perempuan, pendidikan, ataupun penyakit biologis yang sering menghantui perempuan. Masih ada persoalan lain, yakni terpenjaranya perempuan – perempuan modern dalam kerangkeng besi “hedonisme” menjadi manusia yang sangat konsumtif. Meskipun mereka sudah cerdas, dan sudah berlari ke ruang publik, atau politis, tentu saja tidak perlu berlarut dalam kegembiraan semu itu. Persoalan hedonisme perempuan secara sosiologis mendorong kepada mentalitas yang mengetujuankan hidup hanya pada suatu kenimatan tanpa memikirikan aspek – aspek watak perempuan sesungguhnya, perempuan besar, dan mulia. Gaya hidup ini juga sangat memberikan dampak secara sosial, idiom baru yang mengatakan bahwa perempuan cantik itu perempuan seksi, dan pada akhirnya kekuasaan perempuan terhadap diri sendiri sebenarnya melemah. Contohnya, adalah ketika perempuan mempertontonkan aurat, atau bagian tubuh yang dianggap seksi. Memang itu adalah hak bagi setiap manusia, namun tatkala hal ini menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku menyimpang seperti asusila, pemerkosaan.

Pada masa – masa modern saat ini, dapat dikatakan perempuan Indonesia sudah keluar dari ranah domestiknya menuju ruang publik, namun secara kasat mata perempuan tetap harus berjuang untuk keluar dari penjara hedonisme karya kapitalis modern yang memenjarakan mereka dalam kenikmatan semu yang akan membawa dampak buruk bagi mereka kelak. Oleh karena itu, pada hari yang istimewa mendatang, hari Kartini menjadi momentum besar untuk perayaan yang tidak hanya dihiasi dengan lomba – lomba berkebaya, memasak semata, atau yang bersifat ceremonial saja. Harapan besar dan tindakan besar harus mengkristal pada hari yang istimewa itu, paling tidak memiliki penyadaran reflektif bagi perempuan dan seluruh masyarakat Indonesia. Bangkitlah perempuan Indonesia jadilah dirimu berharga dimata dunia, cerdaslah kamu, karena kamu adalah rahim yang melahirkan orang – orang hebat di Indonesia. Amin.

Oleh Rifky Riswan Tanjung

Diterbitkan Rakyatpos Edisi 12 April 2016

(http://www.rakyatpos.com/menuju-hari-kartini-antara-refleksi-esensi-dan-modernisasi.html)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline