Lihat ke Halaman Asli

Riswandi Yusuf

Freelancer

Agama adalah Proses Manusiawi

Diperbarui: 15 November 2020   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengalaman keberagamaan manusia mulai dari sejak awal sampai hari ini telah melahirkan kompleksitas paradoksal yang begitu rumit untuk dipahami. 

Agama sebagai sesuatu yang berasal dari tuhan, diturunkan kepada manusia dengan tujuan dasar untuk menjadi petunjuk, menerangi jalan hidup mereka sehingga tidak terjadi chaos, tetapi kenyataan malah juga terjadi yang sebaliknya. 

Di satu sisi, agama dialami sebagai jalan dan penjamin keselamatan, cinta dan perdamaian. Tetapi ternyata di lain sisi, sejarah membuktikan agama justru menjadi sumber, penyebab dan alasan bagi kehancuran dan kemalangan umat manusia. Karena agama, orang bisa saling mencinta. Tetapi atas nama agama pula, orang bisa saling membunuh dan menghancurkan.

Charles Kimbal bahkan mengemukakan sebuah pertanyaan, mengapa agama menjadi masalah padahal ia diturunkan dari dan berasal dari tuhan yang notabene sebagai sang maha kasih yang kiranya dalam agama tidak seharusnya ada kekejian walaupun hanya sedikitpun? 

Lebih jauh Kimbal menelaah persoalan ini dengan menulis buku dengan judul yang sangat kontroversial yaitu "Kala Agama Jadi Bencana". Sepanjang isi bukunya ini, Kimbal berusaha mengemukakan jawaban-jawaban dari pertanyaannya di atas.

Yang menjadi problem utama adalah bencana atau kekerasan yang disandarkan pada agama ini justru diklaim sebagai pembelaan terhadap kebenaran ajaran agama yang diselewengkan oleh pihak lain- atau setidak-tidaknya oleh mereka yang tidak sepaham dengan pemahaman keagamaan mereka, karena mereka berada di luar jalur kebenaran yang diyakini bersumber dari agama, sehingga apabila ia tidak mau kembali, maka cara terakhirnya adalah harus dibasmi. 

Setidaknya alasan sederhana ini yang menjadi dasar dari terjadinya semua peristiwa terorisme. Seperti contoh peristiwa 11 september 2001 penyerangan gedung WTC New York yang menewaskan banyak nyawa tak bersalah, yang ditunggangi oleh seorang muslim yang dalam tanda kutip "saleh dan sangat religius" yaitu Osama bin Laden.

Juga berkaca pada perang Salib yang terjadi antara Islam dan Kristen pada abad ke 12 dan 13. Perang ini dianggap wajib oleh masing-masing pihak karna dianggap mempertahankan kebenaran dan kepentingan atas nama agama. 

Di satu sisi, pihak islam menganggap Kristiani adalah orang kafir yang wajib diperangi yang juga berusaha merebut simbol suci Islam, yaitu Kota Yerussalem. Sedangkan di sisi lain, umat Kristiani dengan alasan yang sama ditambah dengan alasan bahwa siapapun yang ikut Perang Salib ini maka mereka akan masuk surga, betapapun sangat banyak dosanya.

Kenyataan yang terjadi pada masa-masa kontemporer ini juga tidak jauh berbeda. Agama justru telah menjadi ajang untuk saling membenci, yang semakin menampakkan agama yang memperuncing aspek dirinya yang negatif, jahat, dan merusak. Beberapa kalangan sudah mulai meragukan bahwa agama tidak lagi dapat diandalkan untuk menyelesaikan sekian banyak problem manusia di zaman ini. 

Bahkan sebagian diantara mereka menciptakan suatu ide atau gagasan "Spiritualitas tanpa Agama", sebuah cara bertuhan yang tidak lagi mengikatkan dirinya pada agama tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline