Lihat ke Halaman Asli

Andi Riswanda Irawan

Freelance Writer

Menyingkap Stigma Kesehatan Mental

Diperbarui: 1 Desember 2024   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan mental sering kali dilingkupi oleh berbagai mitos dan kesalahpahaman yang tidak hanya menyesatkan tetapi juga memperburuk stigma yang sudah ada. Mitos-mitos ini berpotensi membuat orang enggan untuk mencari bantuan, meskipun masalah kesehatan mental bisa memengaruhi siapa saja, tanpa memandang latar belakang atau kekuatan pribadi. Salah satu mitos terbesar adalah anggapan bahwa gangguan mental hanya menyerang orang yang dianggap "lemah." Padahal, gangguan mental bisa muncul pada siapa saja, dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetika, lingkungan, dan pengalaman hidup yang traumatis.


Stereotip lainnya adalah bahwa individu dengan gangguan mental selalu berperilaku berbahaya. Ini adalah persepsi yang salah besar. Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan gangguan mental lebih sering menjadi korban kekerasan daripada pelaku. Salah satu penyebab stigma ini adalah kurangnya pemahaman tentang gangguan mental dan bagaimana cara menghadapinya. Mitos ini juga menghalangi upaya edukasi masyarakat yang penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya dukungan dan pengobatan.
Mitos lain yang beredar adalah bahwa gangguan mental tidak bisa sembuh. Padahal, banyak individu yang berhasil mengelola kondisi mereka dengan kombinasi terapi, pengobatan, dan dukungan sosial. Terapi kognitif-perilaku (CBT) dan pendekatan berbicara lainnya dapat sangat efektif, tidak hanya membantu mengurangi gejala tetapi juga meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bahwa pengobatan dan dukungan yang tepat dapat memberikan hasil positif.


Salah satu kesalahpahaman yang sering ditemui adalah bahwa hanya orang dewasa yang mengalami gangguan mental. Faktanya, gangguan mental juga dapat mempengaruhi anak-anak dan remaja, yang sering kali diabaikan. Penelitian mengungkapkan bahwa masalah seperti kecemasan dan depresi sudah mulai muncul pada usia muda, sehingga pencegahan dan pengobatan dini menjadi sangat penting.

Tidak jarang pula ada anggapan bahwa mengungkapkan perasaan adalah tanda kelemahan. Padahal, berbagi perasaan adalah langkah awal yang penting untuk mengurangi stres dan menemukan solusi. Mendukung seseorang untuk terbuka tentang kondisi mentalnya dapat membantu mengurangi beban dan menciptakan lingkungan yang lebih memahami serta penuh empati.

Terakhir, ada anggapan bahwa perawatan kesehatan mental hanya melibatkan obat-obatan. Meskipun pengobatan medis memang berperan penting dalam mengelola gangguan tertentu, banyak metode non-medis yang sama pentingnya, seperti terapi percakapan dan teknik relaksasi. Kombinasi pendekatan ini dapat memberikan dukungan holistik yang dibutuhkan untuk memulihkan kesejahteraan mental secara keseluruhan.

Menghancurkan mitos-mitos ini sangat penting untuk mengurangi stigma dan mendorong lebih banyak orang untuk mencari bantuan tanpa rasa takut atau malu. Edukasi yang tepat mengenai kesehatan mental tidak hanya memperbaiki pemahaman tetapi juga membuka jalan bagi masyarakat yang lebih inklusif dan mendukung bagi mereka yang sedang berjuang dengan masalah kesehatan mental.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline