Lihat ke Halaman Asli

Biaya Stempel di Samsat Rp 25.000,00

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ternyata sudah hampir 1 tahun saya tidak menulis di Kompasiana lagi. Mumpung lagi ada tema yang menggelitik hati, kerinduan menulis di media ini mungkin akan sedikit terobati. Ini adalah pengalaman dari istriku yang tadi pagi ke Samsat untuk membayar pajak motor kami. Kejadian ini diceritakan oleh istri saya dengan menggebu-gebu....

Membayar pajak, yang intinya untuk kemajuan bangsa, ternyata ada tambahan BIAYA SILUMAN. Istri saya pergi ke Samsat dengan membawa persyaratan lengkap. Setelah mengisi formulir, istri saya diminta untuk menyetempel formulirnya. Nah, di sinilah istri saya "ditodong" dengan biaya stempel sebesar Rp25.000,00. Bayangkan saja, hanya untuk stempel yang menghabiskan tinta satu tetes, ternyata harganya Rp25.000,00. Ternyata, biaya itu tidak disertai dengan kuitansi yang sah. Apa namanya kalau bukan BIAYA SILUMAN? Dan, anehnya lagi, tempat minta stempel itu ternyata sebuah ruangan khusus yang tertutup lemari dan tidak tampak dari para pengantre. Makin jelaslah kalau ternyata stempel itu adalah sumber pendapatan tambahan bagi para petugas.

Saya yakin jika praktik seperti itu sudah berlangsung cukup lama dan masyarakat umum sudah mengetahuinya. Tapi anehnya, kenapa kepala Samsat tidak mengetahuinya? Atau jangan-jangan malah beliau mendapatkan bagian? Ah... gak taulah....

Rp25.000,00 mungkin bagi pembayar pajak tidak menjadi masalah, asal urusannya beres. Namun, coba kita hitung secara kasar, jika dalam 1 tahun 1 kantor Samsat melayani 1 juta motor, berapa duit yang terkumpul? Tentu jumlah yang sangat besar, bukan? Apakah praktik seperti itu akan terus dipelihara oleh pihak kepolisian? Lalu, bagaimana komitmen kepolisian yang akan Melayani Masyarakat?

Ah... malas saya mencari jawabannya. Bagaimana menurut pembaca? Apakah pungutan itu wajar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline