Lihat ke Halaman Asli

Berkawan dengan Alam dan Kerang Hijau di Timbulsloko Sayung Demak

Diperbarui: 13 Juni 2024   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keragaan Budidaya Kerang Hijau di Sungai Bogarame/dokpri

Jika mendengar tentang desa Timbulsloko di kecamatan Sayung Kabupaten Demak di media atau lini masa, pasti segera terbersit tentang kawasan pesisir dengan hutan mangrove yang lebat namun yang "menderita" karena banjir rob, penurunan tanah dan tenggelam oleh laut.  

Hal ini diperkuat jika pembaca berkesempatan mengunjungi kawasan ini -terutama di dukuh Bogorame-, pasti saat ini akan terhambat oleh banjir air pasang (rob) pada jam-jam tertentu serta melihat deretan rumah yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena tergenang air laut.  

Pokoknya, dimana-mana hanya air dan air yang terlihat.  Menyedihkan memang.. apalagi menurut Pak Sairi salah satu tokoh masyarakat di Timbulsloko, penurunan tanah mencapai sekitar 12 cm per tahun, menjadikan kawasan ini menjadi salah satu kawasan dengan penurunan tanah tercepat di dunia.

Penduduk Timbulsloko pasti berusaha keras mengatasi masalah-masalah alam yang ada.  Pengurukan tanah padas untuk peninggian jalan dan rumah terus menerus dilakukan seolah berlomba dengan penambahan tinggi air rob.  

Diperkirakan butuh 10 truk dump untuk dapat meninggikan rumah berukuran 50 meter persegi setinggi 1 meter, atau memerlukan 7 juta rupiah hanya untuk kebutuhan tanah padas saja, belum termasuk biaya tenaga dan lain-lain.  

Mahal memang... sehingga hal ini menjadikan kehilangan sebagian besar pendapatan masyarakat hanya supaya rumah aman dari masuknya rob.  Diperlukan tambahan pendapatan dari sekedar gaji atau upah sebagai nelayan, petambak atau buruh pabrik bagi sebagian besar masyarakat Timbulsloko.

Nampaknya perlu upaya tambahan untuk dapat sedikit meringankan beban masyarakat Timbulsloko.  Air laut yang seolah menjadi "musuh" hendaknya dapat "dirangkul" menjadi "kawan".  

Penulis menjadi teringat salah satu quote dalam film Under Siege yang dibintangi Steven Seagal, kurang lebih adalah: "Jika saya tidak bisa mengalahkanmu, maka sebaiknya saya menjadi kawanmu".  Quote tersebut nampaknya relevan dengan ide budidaya kerang hijau di desa Timbulsloko.

Kerang hijau adalah komoditas air yang nilainya terus meningkat dari tahun ke tahun.  Meskipun harganya tidak semenarik ikan bandeng atau udang, namun konsumsi kerang hijau di masyarakat semakin meningkat dan diikuti oleh harga yang terus melambung apalagi saat tahun baru atau hari-hari besar lain.  

Kerang hijau mudah dan murah dibudidayakan, asalkan dipelihara pada perairan dengan kedalaman air yang cukup, salinitas dan suhu perairan stabil, arus yang cukup kuat untuk menghantarkan nutrisi untuk pertumbuhannya dan yang tidak kalah penting adalah mampu dibudidayakan dengan kepadatan yang sangat tinggi.  

Kerang hijau memang bisa "beracun" karena biota ini bersifat menyerap bahan nutrien di perairan sekitarnya termasuk logam berat, sehingga melekat isu food-safety dalam pemasarannya apalagi untuk ekspor.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline