Lihat ke Halaman Asli

Have You Already to Get Marry?

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah kamu siap untuk menikah? Pertanyaan ini seringkali menjadi pertanyaan yang laris manis saya dengar dikalangan muda seusia saya. Motivasi pertanyaannya biasanya sama, karena sudah mapan, cukup dewasa dalam berpikir, mampu memiliki tanggung jawab dan sudah cocok untuk menikah. Dilontarkan dalam situasi bercanda, pertanyaan ringan  dan terkadang seperti serius dalam kata-kata namun pembuktian yang berbeda, oleh orang-orang dengan latar belakang yang berbeda. Apakah harus menjawab dengan ringan atau bercanda seperti cara si penanya? Atau mejawab dengan serius tapi paspasan. Hehehe...Namun pertanyaan ini adalah pertanyaan serius karena menyangkut tentang pilihan hidup sekali untuk selamanya. Sebelum menjawab pertanyaan itu, seringkali saya bertanya kembali, kepada oknum tertentu yang berkaitan. Apa motivasi mu untuk menikah? Biasanya dengan jawaban diplomatis dan juga ada dengan gaya yang jujur. Beberapa orang menjawab karena aku mencintainya, dia sudah klop denganku, cantik sih dan baik pula terus sesuai dengan kriteriaku dan sudah cocok dengan keluargaku. Ada pula yang menjawab, kami selevel, orangtua yang memaksakan karena usia sudah cukup so aku memilihnya, lagipula dia tidak terlalu jelek-jelek amat. Dan ada lagi yang menjawab, aduh ngapai dipikirin beribet amat, dia siap menikah aku siap menikah kenapa ga, nanti juga dijalani daripada pacaran sana sini ga jelas. Soalnya aku sudah capek dengan tuntutan semua orang, teman-temanku soalnya sudah pada menikah. Lalu ada yang menjawab, kalau kamu motivasinya apa? Sederhana kelihatan tetapi sangat kompleks, karena menyangkut pilihan-pilihan hidup yang penting. Menyangkut dengan siapa kita akan menjalani hidup selamanya, apa yang bisa kita kerjakan dengan teman hidup kita bersama Tuhan. Apakah kita semakin maksimal ketika kita menjadi pendamping teman hidup kita dan teman hidup kita sebaliknya pun begitu. Maksimal dalam hal bertumbuh bersama dan pelayanan profesi kita serta apa yang kita kerjakan. Dalam pernikahan tidak ada yang dibicarakan selain daripada Tuhan yang pertama. Tidak membicarakan tentang si pria sebagai sang suami ataupun si wanita sebagai sang istri. Keduanya adalah mempelai Allah. Tidak membicarakan pria dan wanita dalam konteks yang berbeda, namun keduanya adalah satu. Satu dalam segala hal. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Hingga tidak ada istilah si pria tidak mengerti wanita ataupun sebaliknya. Tidak ada istilah rasa enggan untuk mengutarakan setiap hal, namun yang ada adalah rasa hormat seperti yang diajarkan Kristus. Tidak lagi melihat kekurangan antara satu dengan yang lain karena telah disempurnakan dalam Kristus. Menjadi pasangan yang setia karena dasar kasih Kristus adalah setia. Begitu banyak orang yang mengharapkan pernikahan hal yang seperti itu. Ketika saya mengungkapkannya semua orang bahkan menginginkannya, namun kebanyakan malah berkata, tidak akan mungkin menemui satu pasangan seperti itu tidak muluk-muluk. Yang penting kamu sudah mendapat hidup sejahtera, bahagia pasti akan kamu dapatkan. Bila sudah ada rasa cinta yang besar, maka semuanya selesai. Tetapi dia tidak melihat sebenarnya yang di ceritakan disitu adalah Kristus sendiri, mengapa hanya menangkap tentang si pria dan wanita teman??? Lalu pertanyaan lanjutannya, dimanakah kita menemukan orang-orang seperti itu? Kelihatan sangat sempurna sekali pasti sulit mendapatkannya. Lalu akupun menjawab, manusia tidak ada yang sempurna, bila dia sempurna maka dia tidak memerlukan seorang penolong dalam hidupnya. Ketika engkau melihat rasa sempurna pada dirinya, sebenarnya kasih Kristuslah yang membuatnya sempurna. Tahap ketika dia memilih Kristus sebagai jaminan hidupnya, saat itulah hidupnya bukan lagi miliknya. Kristus telah berkuasa atasnya dan dia sedang belajar untuk taat pada perintahNYa. Menjadi penuh kasih dalam hikmat, menjadi setia dalam pengharapan, menjadi sukacita dalam persekutuan dan lainnya. Semua itu tidak diterima dalam sekejap karena dia sedang belajar untuk taat dalam proses pembentukan. Bukan berarti dia tidak pernah marah, bukan berarti dia tidak pernah sedih, tidak pernah khawatir, tidak pernah gugup, tidak pernah salah, tidak pernah memiliki emosi yang berlebihan, putus asa bahkan memberontak. Gambaran ini adalah gambaran yang ingin dikikis perlahan-lahan entah sampai kapan, namun terus menerus akan dibentuk Allah hingga dia tidak lagi mengutamakan dirinya sendiri, tidak lagi memiliki rasa egois melainkan mengutamakan Allah dalam hidup pribadinya. Kalau begitu, kapan dia menemukan orang yang tepat sebagai pendampingnya? Kalau hanya Allah terus menerus dalam pikirannya, kapan pacaran, kapan bermesraan, kapan berbicara tentang cinta? Bukankah cinta itu harus dicari dan didapatkan, dikejar dan diusahakan. Apalagi orang yang seperti itu, bisa-bisa rawan untuk punah. Siapa bilang tidak boleh berkata tentang cinta?Kristus adalah dasar cinta, tiap hari adalah cinta dan kasih antara mempelai Allah justru membicarakan cinta yang sebenarnya, bukan cinta kepura-puraan, cinta yang bertahan sebentar ketika cantik atau tampan dan kelihatan baik saja. Kristus justru mengajarkan lebih, cinta yang rela mati untuk pembuktiannya buat kita. Tidak ada alasan bagi seseorang yang mencintai Allah untuk tidak memiliki cinta yang tulus. Kapan dia bertemu dengan pasangannya, bagiku itu masih rahasia Allah. Karena ketika Tuhan mengijinkan aku bertemu dengan pasangan hidupku, biarlah aku meneriakkan "eureca" sama seperti Hawa dipertemukan dengan Adam, seperti Ribka dan Ishak, seperti Boas dan Ruth, Yakub dan Rachel, serta pasangan-pasangan lainnya yang Tuhan sedang siapkan dengan cara kreatif Allah. Karena menikah bukan hanya mempersatukan dua manusia, tapi menjadi saluran rancangan hingga anak-anak dan keluarga yang akan dibentuk tidak hanya menjadi teladan, namun menjadi pendoa, pelayan, pengasih dalam profesinya dan berkat bagi sesamanya. Apakah harus ditunggu dan diciptakan terlebih dahulu, seperti kisah Adam dan Hawa, ataukah bertemu dengan tidak sengaja seperti Ribka dan Ishak, mungkin juga harus bekerja keras seperti Yakub untuk mendapatkan Rachel. Boleh juga seperti Boas yang rendah hati dan mempersunting Ruth. Semuanya itu rancangan Allah. Kapan Allah mau kita untuk bertindak, kapan Allah mau kita untuk duduk, diam dan tenang. Berdoalah. Berdoa bukan untuk meminta paksa Tuhan agar memberi apa yang kita mau, tapi berdoa untuk peka terhadap apa yang Tuhan mau. Sbab Dia mengetahui rancangan damai sejahtera bagi kita. Berdoa buat seseorang yang merupakan kepunyaan Allah. Minta lah kepada Sang pemilik ciptaan itu, karena ciptaan tidak memiliki kuasa atas dirinya lagi. Berdoa buat kesiapan diri kita sendiri hingga Allah yang maha tahu, memberi ijin untuk mempercayakan ciptaanNya kepadamu. Berdoa buat hati dan diri kita yang selalu mau untuk belajar taat serta peka. Maka Allah yang Maha sempurna akan menjadikan segala sesuatunya indah pada waktuNYA. Kapan itu?? Berdoalah teman :)

Pertanyaannya, apakah kamu siap untuk menikah? Setiap saat saya siap, ketika Tuhan berkata Ya. Cukuplah kasih Kristus ada padaku hingga aku tidak mengharapkan kasih, tidak menuntut kasih namun akan selalu penuh dengan kasih dan selalu belajar memberi kasih itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline