Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor terbesar di Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, pada tahun 2013 volume ekspor ikan tuna mencapai 201.160.229 kg atau setara dengan US$ 749.992.427. Akan tetapi, masalah yang sering muncul adalah banyak ikan tuna yang ditolak di beberapa negara karena tingginya racun histamin. Racun tersebut timbul karena aktivitas mikroorganisme yang mengubah histidin dalam ikan tuna menjadi histamin.
Hal itulah yang mendorong empat mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya untuk mengembangkan suatu penelitian, yaitu senyawa yang dapat menghambat atau mematikan mikroorganisme Enterobacteriaceae pembentukan histamin. Empat mahasiswa yang terdiri dari Rista Fitria Anggraini, Rinda Kusumawati, Ilma Amalia Hurun’in, dan Syifa Qolbiyah Nasir ini akhirnya memilih meneliti edible film dari glukomanan umbi porang dan ekstrak lengkuas sebagai antimikroba.
“Selama ini, orang kalau ekspor ikan hanya menggunakan balok es. Hal itu, selain dapat merusak tekstur ikan, juga tidak dapat menghentikan pembentukan histamin. Oleh karena itu kami mencari metode baru, yaitu dengan menggunakan senyawa antimikroba.” Ungkap Rista, Ketua Pelaksana penelitian ini.
Alasan mereka menggunakan umbi porang dan ekstrak lengkuas dalam penelitian ini adalah karena ketersediaan dua komoditas tersebut cukup besar dan harganya relatif murah sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain itu, berdasar penelitian-penelitian sebelumnya, glukomanan umbi porang terbukti mampu menghasilkan edible film dengan kemampuan menghambat penyerarapan air yang baik dan tahan panas. Sedangkan minyak atsiri dari ekstrak lengkuas terbukti mampu mematikan mikroorganisme secara efektif.
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kendala yang mereka hadapi, seperti kendala waktu karena harus bisa membagi waktu antara kuliah dan penelitian. Akan tetapi dengan kerja tim yang bagus, kendala tersebut mampu mereka hadapi dengan baik.Penelitian yang sudah mencapai lebih dari 80% ini diharapkan dapat menjadi alternatif dan referensi terbaru dalam mengembangkan metode pengawetan ikan tuna yang sesuai.
“Semoga penelitian kami ini dapat menjadi sumber referensi untuk membantu menyelamatkan ikan tuna di Indonesia”. Ungkap Ilma, salah satu anggota penelitian ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H