Lihat ke Halaman Asli

Ris Sukarma

TERVERIFIKASI

Pensiunan PNS

Dari Padang sampai Merauke

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini bukan salah judul, tapi saya memang mau cerita tentang rumah makan Padang di Merauke. Rumah Makan Padang memang ada dimana-mana, tidak terkecuali di Merauke, kota paling timur di negara kita, tanah air tercinta. Bulan Juni baru-baru ini saya mengunjungi Merauke dan makan di rumah makan Padang di kota ini. Merauke memang sudah lama saya impikan untuk saya kunjungi. Saya sudah menunjungi banyak kota di Indonesia, termasuk Sabang, tapi baru kali ini, setelah empat puluh tahun kemudian, saya menginjakkan kaki di Merauke, kota yang menjadi terkenal karena lagu dari Sabang sampai Merauke yang mempersatukan semangat juang pada masa-masa awal kemerdekaan dulu.

Siapa yang menyangka, di usia menjelang senja ini Tuhan masih memberikan kesempatan kepada saya untuk mengunjungi kota di ujung selatan Papua itu. Saya pergi ke Merauke dalam rangka penugasan untuk mengkaji perkembangan air minum di Indonesia Timur. Perjalanan saya dimulai dari Manado, kemudian Ambon dan baru Merauke dan Biak, sebelum kembali ke Jakarta.

Perjalanan ke Merauke cukup melelahkan, pesawat Lion Air dari Makassar berangkat jam 3 pagi melalui Jayapura, tiba di Merauke sekitar jam 8 pagi. Tadinya saya membayangkan pesawat ke Merauke adalah pesawat kecil dari Wings Air, anak perusahaan Lion Air, ternyata dugaan saya salah, pesawat dari Jayapura ternyata Boeing 737 seri 900 yang baru, dan dengan tempat duduk no 1A saya mendapatkan ruang yang lapang untuk kaki saya, dan pemandangan alam Papua yang menakjubkan terlihat jelas di sebelah kiri saya.

Perjalanan dari Japapura ke Merauke ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam, cuaca di perjalanan cerah dan saya dapat melihat samar-samar hutan lebat Papua di bawah sana, dengan tebing yang terjal dan jurang yang menganga. Pemandangan spektakuler itu saya lihat hampir sepanjang perjalanan. Menjelang Merauke dan pesawat mulai menurun, saya lihat pemandangannya berubah, Merauke ternyata terletak pada suatu dataran berawa yang amat luas.

Pesawat mendarat dengan mulus di bandara Mepah yang sederhana, dan saya disambut tulisan mencolok yang terpampang di atas bangunan terminal yang tidak terlalu besar: “IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI”. Belakangan saya baru tahu bahwa itu adalah bahasa setempat yang artinya kurang lebih: “satu hati satu tujuan”. Tulisan yang sama juga saya temui di depan gedung Kantor Bupati.

Mendarat di pagi hari dengan perut lapar - Lion Air tidak menyediakan makanan gratis di pesawat - saya dan tiga orang teman kemudian mencari rumah makan setelah check in di hotel yang tidak jauh dari bandara. Kami tiba hari minggu pagi, dan ternyata tidak mudah untuk mendapatkan rumah makan yang sudah buka, di hotel sekalipun.

Akhirnya kami berempat (tiga orang teman lainnya adalah dari Papua, Batak dan Belgia) naik angkutan kota yang lewat di depan hotel dan menyusuri jalan utama di kota Merauke yang lebar, panjang dan lurus. Kami akhirnya menemukan rumah makan Padang yang sudah buka, dan kami makan dengan lahap. Saya, Pak Pasaribu serta Dirk, teman orang Belgia makan dengan tangan seperti saya. Cuma Pak Agus, teman yang asli Biak, makan dengan sendok garpu. Rupanya teman yang satu ini tidak biasa makan dengan tangan.

Merauke kotanya tidak terlalu besar, tapi menjadi penting, tidak saja karena merupakan kota paling timur di Indonesia, akan tetapi juga memiliki taman nasional Wasur yang sangat luas dan kaya dengan flora dan fauna yang beragam.

Menurut situs dephut.go.id, Taman Nasional Wasur merupakan perwakilan dari lahan basah yang paling luas di Papua.Sekitar 70 persen dari luas kawasan taman nasional berupa vegetasi savana, sedang lainnya berupa vegetasi hutan rawa, hutan musim, hutan pantai, hutan bambu, padang rumput dan hutan rawa sagu yang cukup luas. Jenis tumbuhan yang mendominasi hutan di kawasan taman nasional ini antara lain api-api (Avicennia sp.), tancang (Bruguiera sp.), ketapang (Terminalia sp.), dan kayu putih (Melaleuca sp.).

Mengingat lokasinya yang berada di sebelah timur Garis Wallace, jenis satwanya berbeda dengan yang umum kita temui di pulau-pulau lainnya di Indonesia. Satwa yang umum dijumpai antara lain kanguru pohon (Dendrolagus spadix), kesturi raja (Psittrichus fulgidus), kasuari gelambir (Casuarius casuarius sclateri), dara mahkota/mambruk (Goura cristata), cendrawasih kuning besar (Paradisea apoda novaeguineae), cendrawasih raja (Cicinnurus regius rex), cendrawasih merah (Paradisea rubra), buaya air tawar (Crocodylus novaeguineae), dan buaya air asin (C. porosus).

Sayang penulis hanya dua hari di Merauke sehingga hanya sempat masuk sedikit di kawasan Taman Nasional Wasur, itupun dalam rangka mengunjungi stasiun pompa air yang memang terletak di kawasan Wasur. Cenderawasih hanya bisa ditemui jauh di pedalaman, dan itupun tidak mudah menemukannya. Keanekaragaman hayati bernilai tinggi dan mengagumkan di Taman Nasional Wasur, menyebabkan kawasan ini lebih dikenal sebagai “Serengiti Papua”.

Apabila cukup waktu sebenarnya kita bisa ke Rawa Biru, yang juga merupakan sumber air bagi kota Merauke, tapi kondisi jalannya diberitakan rusak berat. Atau kita bisa ke Sota, daerah yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini, sekitar 1.5 jam perjalanan dengan mobil dari Merauke. Sebelum pulang, jangan lupa beli dendeng rusa atau dendeng kanguru. Ternyata dendeng rusa rasanya enak seperti dendeng sapi biasa, sayang penulis tidak sempat menemukan dendeng kanguru sehingga tidak tahu bagaimana rasanya.

Tuntas sudah perjalanan, selamat tinggal Merauke, izakod bekai isakod kai, semoga kita selalu ada dalam satu hati dan satu tujuan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline