Lihat ke Halaman Asli

Ris Sukarma

TERVERIFIKASI

Pensiunan PNS

St. Petersburg dan Revolusi Rusia

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_65393" align="alignleft" width="300" caption="Sungai Neva yang membelah St. Petersburg (tripadvisor.com)"][/caption]

St. Petersburg adalah kota terbesar kedua di Rusia setelah Moskow. Berpenduduk sekitar 4,7 juta jiwa, St. Petersburg adalah kota yang cantik dan, menurut saya, seperti perpaduan antara Paris dan Amsterdam. Bangunan-bangunannya yang berasitektur gotik mengingatkan saya pada kota Paris, sedangkan kanal-kanalnya seperti kanal yang membelah-belah kota Amsterdam. Tidak heran kalau kota ini dijuluki Venice of the North, Venesia dari Utara.

St. Petersburg ,yang pernah saya kunjungi pada awal tahun 80-an dalam suatu kunjungan singkat, berganti nama beberapa kali. Waktu saya kunjungi namanya masih Leningrad, setelah sebelumnya bernama Petrograd. Kota ini terletak di tepi teluk Finlandia yang lebar, yang mendapat pengaruh arus hangat dari selatan, sehingga meskipun terletak pada garis 60 derajat lintang utara, udaranya pada musim dingin tidak sedingin Moskow. Kota ini terletak sekitar 600 km dari Moskow ke arah utara dan dapat dicapai semalam dengan kereta api malam dari Moskow. Kota ini didirikan oleh Peter I Yang Agung, Tsar pertama Rusia pada tahun 1703 dan diberi nama St. Petersburg, yang menjadi ibukota Rusia pada waktu itu. Tahun 1914 kota ini berganti nama menjadi Petrograd dan menjadi Leningrad sejak tahun 1924. Setelah era keterbukaan melalui gerakan perestroika dan glaznots, kota ini berganti nama kembali menjadi St. Petersburg. Karena udaranya yang nyaman, Tsar mendirikan istana musim dinginnya di kota ini, yang sekarang menjadi landmark kota St. Petersburg.

Kehidupan Tsar dan keluarganya yang bergelimang kemewahan amat kontras dengan keadaan sekitarnya, dengan dominasi pertumbuhan industri yang dikuasai kaum proletar. Kerusuhan pertama dimulai pada tahun 1825 yang dimotori kaum liberal aristokrat yang menginginkan perubahan konstitusi yang lebih liberal. Kerusuhan ini berpuncak pada bulan Januari 1905 dengan pengerahan 150 ribu massa buruh yang menyerbu istana. Kerusuhan ini merebak ke seluruh penjuru Rusia dan mengakibatkan korban meninggal lebih dari 1000 orang. Meskipun mereda, gerakan bawah tanah untuk menggulingkan kekuasaan Tsar terus berlanjut. Perang Dunia Pertama tahun 1914 kembali menyulut semangat untuk menggulingkan Tsar. Pada saat itulah nama St. Petersburg yang berbau Jerman diubah menjadi Petrograd yang lebih dekat dengan bahasa Rusia. Sementara itu, sebagai akibat perang dan memburuknya ekonomi, persediaan bahan makanan dan kehidupan sehari-hari menjadi berkurang karena terbatasnya transportasi. Pada 26 Febuari terjadi kekacauan dimana-mana, dan kerajaan bertindak lambat untuk mengatasi keadaan. Pada saat itu Lenin baru saja kembali dari Swis dan membangun kekuatan baru untuk menggulingkan Tsar. Gerakan Bolshevik yang muncul kemudian berhasil diredam oleh Tsar, tapi pada bulan Oktober, kaum pekerja dan pelaut dengan pimpinan partai Komunis berhasil menyerbu Istana Musim Dingin dan mengambil alih kekuasaan. Sejak itulah partai Komunis berkuasa di Rusia, dan ibukota Rusia dipindahkan ke Moskow pada tahun berikutnya.

Revolusi Rusia pada bulan Oktober 1917 telah mengubah peta sejarah dunia, dan faham komunis kemudian menjadi acuan bagi beberapa negara lain seperti China, Korea Utara dan Kuba. Indonesia hampir menjadi negara komunis pada tahun 1965 melalui kudeta G-30-S yang gagal. Kisah runtuhnya kekuasaan Tsar dapat dibaca dalam salah satu novel romantis Danielle Steel berjudul Zoya, yang mengisahkan Zoya, salah seorang keturunan Tsar yang berhasil lolos dari pembunuhan masal keluarga kerajaan dalam serbuan malam yang mengerikan pada bulan Oktober tersebut. Dalam novel tersebut Zoya berhasil mempertahankan hidupnya melalui kepandaiannya menari balet, dan bahkan terlibat jalinan asmara dengan seorang berkebangsaan Amerika. Kisah yang cukup menarik untuk dibaca.

Membelah kota St. Petersburg adalah Sungai Neva yang lebar. Kota ini juga merupakan pusat kebudayaan yang mencatat beberapa nama besar, seperti penyair Alexander Pushkin dan Leo Tolstoy. Sekolah balet pertama Rusia didirikan di kota ini. Juga koservatori musik, dimana karya-karya Tchaikovsky, Rimsky-Korsakov, Rachmaninoff dan komponis Rusia lainnya dipergelarkan untuk pertama kali. Mengelilingi kota St. Petersburg akan lebih mengesankan dengan menggunakan kereta yang ditarik dua ekor kuda dengan sais berseragam. Ini merupakan daya tarik lain untuk menarik wisatawan. Pada waktu saya berkunjung ke kota ini, gerakan perestroika baru saja dimulai. Banyak wanita-wanita muda Rusia yang mendekati turis asing untuk sekedar menyapa, tapi tidak sedikit yang mencoba menguras kantong turis yang biasanya memiliki dolar AS atau poundsterling, yang mereka sebut hard currency. Banyak diantaranya yang memanfaatkan paras mereka yang memang cantik-cantik, perpaduan antara kecantikan timur dan barat. Jadi, hati-hatilah dengan rayuan mereka.

St. Petersburg adalah kota yang indah sekaligus juga memiliki nilai sejarah, karena dari kota inilah Revolusi Rusia dimulai. Revolusi yang diharapkan dapat memperbaiki kehidupan rakyatnya setelah berada dalam kungkungan kaum borjuisi selama ratusan tahun. Tapi faham komunis ternyata juga meredup dan luntur beberapa puluh tahun kemudian. Yang jelas, revolusi dimanapun juga selalu menelan korban, dan umumnya adalah masyarakat kebanyakan yang tidak tahu apa-apa.

Sumber: Encyclopedia Britannica dan sumber-sumber lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline