Al Qur'an adalah panduan yang memberikan solusi bagi berbagai permasalahan manusia. Umat Islam menghadapi tantangan seperti perang pemikiran (ghozwul fikr), di mana ada argumen yang menyatakan bahwa kebodohan dan keterbelakangan umat Islam disebabkan oleh tradisi dan ajaran Islam itu sendiri. Selain itu, Lemahnya keyakinan dan pemahaman agama juga menjadi masalah. Oleh karena itu, umat Islam perlu saling mendukung dengan berdakwah. Adapun ayat yang berkaitan dengan dakwah, salah satunya terdapat pada surat An-Nahl ayat 125.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ
ud'u ilaa sabiili robbika bil-hikmati wal-mau'izhotil-hasanati wa jaadil-hum billatii hiya ahsan, inna robbaka huwa a'lamu bimang dholla 'ang sabiilihii wa huwa a'lamu bil-muhtadiin
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 125)
Beberapa ulama memahami ayat ini sebagai penjelasan tentang tiga metode dakwah yang harus disesuaikan dengan audiensnya. Untuk cendekiawan yang memiliki pengetahuan mendalam, dakwah harus dilakukan dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka. Bagi masyarakat awam, metode yang digunakan adalah mau'izhah, yaitu memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh hati sesuai dengan pengetahuan mereka yang sederhana. Sedangkan untuk Ahl al-Kitab dan penganut agama lain, metode yang dianjurkan adalah jidal atau perdebatan dengan cara terbaik, menggunakan logika dan retorika yang halus, tanpa kekerasan dan hinaan.
Kata "Ud'u"
Sayyid Quthb dan Buya Hamka menjelaskan bahwa kata "ud'u" berarti "serulah" dan berasal dari fi'il amr (kata perintah) dalam bahasa Arab, yang berarti tuntutan untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian, menyeru atau berdakwah adalah suatu kewajiban. Menurut Al Alusi, kata "ud'u" di sini tidak menyebutkan maf'ul bih (obyek langsung) untuk menunjukkan keumuman, sehingga seruan dakwah ditujukan kepada seluruh umat tanpa kecuali.
Kata "Sabili Rabbika"
Sayyid Quthb menafsirkan kata "Sabili Rabbika" sepadan dengan "Sabilillah" berarti melakukan sesuatu karena Allah. Penafsiran Sayyid Quthb tidak hanya berdasarkan konteks bahasa, tetapi juga bagaimana mengaplikasikan kandungan ayat dalam kehidupan sehari-hari.