Lihat ke Halaman Asli

Risqi Romadhani

Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang

Eksistensi Pengungsi Internal, Pentingnya Sikap dan Kehadiran Negara serta Masyarakat terhadap Pemenuhan Hak Mereka

Diperbarui: 8 Juni 2022   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Koleksi Pribadi Penulis

Terkait dengan pengungsi internal dalam kehidupan sosial masyarakat sudah tidak dapat dihindarkan lagi, keberadaan mereka hidup berdampingan dengan kita karena hal tersebut pasti ada. Kelompok masyarakat sosial tersebut memang sejak dahulu ada. 

Pengungsi internal merupakan individu atau sekolompok orang yang mana mereka terpaksa melarikan diri, meninggalkan rumah serta kehidupannya yang  disebabkan oleh bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh manusia serta adanya konflik bersenjata yang mana mereka tidak keluar dari perbatasan atau teritorial dari negara yang bersangkutan. Kelompok ini merupakan satu kelompok yang paling rapuh di dunia karena mereka sering berpindah-pindah tempat pengungsian dan seringkali ke tempat yang sulit dijangkau.

Ketika pembahasan dipersempit, yaitu mengacu kepada negara Indonesia, bahwa pengungsi internal sering terjadi di Indonesia, karena kondisi geografis negara Indonesia yang juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia sangat cepat dan juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yang ada. Membahas terkait dengan bencana bahwa dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan terkait dengan bencana dibagi kedalam tiga hal, yaitu beencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial dan hal tersebut merupakan pemicu terjadinya pengungsi internal

Bahwa di dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menjelaskan terkait dengan apa itu bencana alam, bahwa hal tersebut berarti sebuah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau beberapa rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah longsor. 

Selanjutnya adalah bencan nonalam yaitu berupa bencana yang disebabkan oleh gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit, hal tersebut berdasarkan Pasal 1 Angka 3 di Undang-Undang yang sama. Yang terakhir adalah, bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Berdasarkan data yang diambil dari Data Internal Displacement Monitoring Centre (IDMC) sampai dengan tahun 2021 bahwa terjadi sebanyak 121,628 kejadian terkait dengan konflik atau kekerasan dan sebanyak 72,778 orang mengalami hal tersebut. Berdasarkan data yang di ambil dari Badan Penanggulangan Bencana atau BNPB bahwa sepanjang tahun 2021 bencana alam yang mendominasi terjadi di Indonesia adalah hidrometeorologi basah, seperti banjir, cuaca ekstrem, dan tanah longsor dan juga hal tersebut diperparah oleh adanya fenomena La Nina.

Selama tahun 2021 data BNPB menyampaikan bahwa sebanyak 3.092 kejadian bencana alam yang terjadi di Indonesia yang hal tersebut di dominasi oleh bencana hidromteorologi. Catatan yang dikeluarkan oleh BNPB bahwa yang paling sering terjadi adalah bencana banjir sebanyak 1.298 kejadian, selanjutnya dalah cuca ekstrem 804 kejadian, tanah longsor 632, kebakaran hutan dan lahan sebanyak 265 kejadian, gelombang pasang dan abrasi 42 kejadian, gempa bumi 32, kekeringan 15 dan yang terkahir adalah erupsi gunung api 1 kejadian. 

Dari beberapa bencana yang terjadi diatas bahwa, tercatat seebanyak 8.426.609 jiwa warga yang mengungsi, 14.116 luka-luka, yang meninggal dunia 665 dan hilang sebanyak 95 orang. Dampak kerusakan yang dialami akibat adanya bencana tersebut adalah sebanyal 142.179 unit rumah mengalami kerusakan, fasilitas umum sebanyak 3.704, kantor 509, dan jembatan 438.

Berkaca kepada data yang dikeluarkan oleh PBB tersebut yaitu sebanyak 8.426.609 yang mengungsi, sehingga dalam hal ini orang tersebut dapat disebut sebagai pengungsi internal. Pemerintah harus merespon hal ini dengan serius, dan tidak boleh dipandang sebelah mata, karena jika sedikit saja lengah dalam hal penanganan kasus pengungsi internal, maka akan berakibat fatal. 

Berdasarkan Prinsip-prinsip Panduan Pengungsian Internal atau OCHA 1998, bahwa jaminan perlindungan bagi pengungsi internal adalah dilakukan pada saat akan melakukan pengungsian, selama masa pengungsian, dan saat kembali dari lokasi tempat pengungsian. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline