Permasalahan Pangan di Indonesia
Ketergantungan negara dalam impor pangan terutama masih menjadi salah satu permasalahan yang cukup krusial dihadapi negara Indonesia. Menurut data dari dari BPS tahun 2013 Indonesia masih mengimpor kurang lebih 29 komoditas pangan. Hal ini menjadikan tolak ukur bagi bangsa Indonesia bahwa Indonesia masih belum dikatakan mampu dalam menjamin hak pangan dari setiap warga negaranya. Menurut proyeksi data pada tahun 2035 oleh para ahli apabila program Keluarga Berencana (KB) sukses Indonesia tetap akan mengalami peningkatan penduduk menjadi sekitar 350 juta jiwa.
Jika penggunaan pangan per kapita untuk saat ini adalah 139kg / tahun maka dapat diproyeksikan pada tahun 2035 perlu adanya stok pangan kurang lebih 50 juta ton beras, yang artinya perlu adanya produktivitas sawah padi dengan penghasilan rata-rata 5 Ton GKG (Gabah Kering Giling) per 11 juta ha. Menurut saya masalah ini cukup rumit sebab banyak sekali tantangan terutama di masa depan yang harus dihadapi oleh kita sendiri, seperti berkurangnya lahan, Iklim yang tak menentu, dampak penambangan liar, dan lain sebagainya.
Problematika Tenaga Kerja Pada Sektor Produksi Pertanian
Dari permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini menjadikan indikator negara Indonesia ini sebagai negara yang tertinggal atau bahkan belum mampu untuk mensejahterakan masyarakatnya dalam hal pangan. Ada dua masalah utama yang menurut saya dapat menjadi gambaran mengapa sektor produksi pertanian di Indonesia masih belum berkembang:
Petani di Indonesia Masih Tergolong "Miskin"
Menurut data BPS 29 juta jiwa masyarakat Indonesia dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin dimana 18 juta penduduknya berada di daerah pedesaan. Hal ini dapat saya simpulkan bahwa petani belum terlalu sejahtera sebab, rata-rata sawah dan tanah yang dijadikan sebagai lahan pertanian berada di pedesaan dan hampir 90% yang menjadi petani entah itu buruh ataupun pemilik lahan adalah penduduk setempat.
Banyak Usia Produktif Yang "Enggan" Masuk Ke Sektor Pertanian
Adanya doktirinisasi yang buruk yang menyatakan bahwa petani di Indonesia adalah warga yang kurang mampu menjadikan beberapa penduduk yang masih dalam usia produktif di Indonesia malas untuk terjun ke dalam sektor pertanian Indonesia. Hal inilah yang membuat produksi pangan di Indonesia masih sangat krusial disebabkan petani yang menjadi jantung bagi ketersediaan pangan di Indonesia merupakan penduduk yang usia produktifnya hampir bahkan telah usai. Dan jika usia produktif benar-benar enggan, maka proyeksi data oleh para ahli mengatakan kurang lebih 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami krisis pangan secara nasional.
Langkah dan Solusi Yang Dapat Dilakukan
Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten dan terpadu. Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kebijakan dan program:
- Perlindungan terhadap gagal panen/masa paceklik untuk petani
Kerja sama dengan lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi kerugian yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali iklim - Infrastruktur
Menjamin irigasi, jalan dan jembatan serta angkutan gratis/murah untuk distribusi produksi pertanian, Mengembangkan fasilitas pembuangan limbah ternak supaya dapat berdaya guna seperti pupuk kompos dll - Subsidi input pertanian dan lanjutan
Memberikan subsidi pupuk, alat pertanian, kapal, bibit, obat hewan peliharaan dan memberikan pengawasan terhadap mekanisme pemberian subsidi-subsidi tersebut, Insentif untuk swasta atau industri-industri yang mau terlibat misalnya industri input (pupuk, benih) sehingga tercipta harga pupuk yang lebih masuk akal, Insentif untuk industri lanjutan (industri pengolahan makanan - Pematahan Doktrinisasi
Dalam upaya yang dapat dilakukan yakni mematahkan doktrin bahwa petani itu selalu orang miskin, petani tidak sejahtera dan sebagainya. Dengan dukungan pemerintah, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memaparkan penggunaan teknologi yang berkridibilitas dalam pertanian sehingga mengundang stigma positif dari masyarakat terhadap sektor pertanian di Indonesia