Mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Tim Program Kegiatan Mahasiswa Riset Eksakta (PKM RE), yang terdiri dari Tia Febrianti (D3 Farmasi), Ade Eka Yuniar (D3 Farmasi), Ajeng Fitri Rivalina (D3 Farmasi), Aliya Karima (S1 Teknologi Pangan), dan Levinahansa Arbelinda (S1 Farmasi) yang dibimbing oleh Ibu Nindita Clourisa Amaris Susanto, S.Si, M.Sc, kembangkan produk susu beras - kedelai dengan fortifikasi nanopartikel zinc sebagai alternatif pencegah stunting untuk balita intoleran laktosa.
Bayi membutuhkan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupannya karena menyediakan seluruh energi dan nutrisi yang dibutuhkan oleh balita. Berbagai studi telah membuktikan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif cenderung memiliki daya tahan tubuh yang kuat dalam melawan penyakit dibandingkan dengan bayi yang diberikan susu formula atau susu pengganti selain ASI. Namun saat ini, faktor seperti kurangnya produksi ASI dan kesibukan bekerja pada ibu menyusui mengharuskan ASI digantikan dengan susu formula sapi.
Formula sapi sering digunakan sebagai alternatif pengganti ASI karena mengandung nutrisi yang hampir sama dengan ASI seperti protein, kalsium, fosfor, serat, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Namun, beberapa bayi yang diberikan susu formula sapi mengalami diare yang merupakan salah satu gejala dari intoleran laktosa. Intoleran laktosa adalah kondisi dimana tubuh tidak bisa mencerna laktosa sehingga menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare dan perut kembung. Intoleran laktosa dapat memicu terjadinya stunting pada balita karena balita dengan intoleran laktosa tidak mendapatkan cukup susu sehingga akan menyebabkan kekurangan ataupun kehilangan sumber kalsium, protein, dan vitamin D yang sangat penting untuk pertumbuhan.
Stunting biasanya disebut kerdil atau pendek yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah 5 tahun akibat kekurangan gizi dan infeksi berulang karena rendahnya imunitas tubuh terutama pada periode 1000 hari pertama kehidupan. Prevalensi stunting pada anak di bawah lima tahun (balita) di Asia Tenggara pada tahun 2020, yang dianalisis oleh Asian Development Bank (ADB), menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi kedua dengan prevalensi 31,8%. Tingkat stunting di Indonesia akan terus bertambah setiap tahunnya bila tidak dilakukan pencegahan. Pencegahan dapat dimulai salah satunya dengan mengembangkan inovasi susu alternatif pengganti susu sapi yang ramah terhadap bayi dan balita penderita intoleran laktosa.
Sejak dahulu, susu kedelai seringkali digunakan sebagai pengganti susu sapi karena mengandung protein 3,50 g, karbohidrat 5 g, kalsium 0,05 g, fosfor 45 g, zat besi 0,70 g, vitamin A 200 SI, vitamin B1 0,08 mg, dan vitamin C 2 mg. Namun, susu kedelai mengandung karbohidrat yang rendah dan memiliki bau langu dan rasa kurang enak sehingga dapat menurunkan minat untuk mengkonsumsi susu. selain susu kedelai, Susu beras juga sering digunakan sebagai pengganti susu sapi karena mengandung karbohidrat dan mineral. Namun susu beras memiliki kandungan mineral yang rendah dan cenderung tidak mengandung protein. Mineral yang sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak salah satunya adalah zinc. Zinc sudah sering digunakan sebagai suplemen kesehatan karena khasiatnya yang dapat membantu meningkatkan kinerja sistem pencernaan dan sistem kekebalan tubuh.
Ide awal penelitian ini didasarkan pada kasus stunting yang sedang marak dibicarakan dan diberitakan. Prevalensi stunting yang semakin meningkat setiap tahunnya menjadi momok menakutkan bagi masyarakat maupun pemerintah. Indonesia darurat stunting menjadikan pemerintah melakukan segala upaya untuk mencegah stunting salah satunya dengan menyuarakan program pemberian ASI eksklusif pada bayi dan makanan tambahan peningkat gizi pada anak dibawah 5 tahun. Namun banyak Ibu yang tidak dapat memberikan ASI eksklusif dan menggantikannya dengan susu formula sapi dimana banyak juga anak yang mengalami intoleran laktosa sehingga kebutuhan nutrisi dari susu tidak tercukupi dan menimbulkan stunting. Selain itu, ide awal penelitian ini didasarkan pada pengamatan kami pada lingkungan sekitar dimana biasanya bayi atau balita intoleran laktosa diberikan susu kedelai atau susu beras tanpa memperhatikan kandungan nutrisi yang terkandung di dalamnya mencukupi atau tidak. Dari pengamatan yang kami lakukan diketahui bahwa banyak bayi dan balita yang tidak menyukai susu kedelai karena bau dan rasa yang langu serta kurang manis.
Oleh karena itu, pada penelitian ini Tim kami mengkombinasikan susu dari beras dan kedelai untuk meningkatkan kandungan nutrisi pada susu, meningkatkan cita rasa susu, menutupi rasa sedikit langu dan kurang manis dari susu kedelai serta untuk memenuhi kebutuhan mineral. zinc yang difortifikasi memiliki bentuk nanopartikel karena nanopartikel memiliki stabilitas dan kemampuan penyerapan lebih baik dan cepat dibandingkan partikel dalam bentuk biasanya. Untuk informasi lebih lanjut mengenai produk susu beras - kedelai dengan fortifikasi nanopartikel zinc maka dapat mengunjungi akun instagram resmi milik kami @risoymilk.stuntinguard atau klik link berikut:
https://www.instagram.com/risoymilk.stuntinguard?igsh=MWV1M3VzdXh1OGY2MA==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H