Akhir tahun 2017, di saat sedang di tengah ketidakpastian akan sesuatu, saya membaca kutipan cerita dari buku Doa Sang Katak 2, tentang seorang lelaki yang akan dihukum mati oleh seorang raja di India. Lelaki ini mengajukan satu hal mustahil untuk mendapatkan hidup satu tahun lagi. Dia bilang dia akan mengajarkan kuda sang raja terbang dalam setahun. Sang raja mengabulkan, dan dia hidup paling tidak untuk satu tahun lagi.
Sampai sekarang kudanya belum bisa terbang, ketidakpastian itu masih tetap tidak pasti. Tapi banyak hal terjadi sejak saat itu, dan ternyata tidak ada gunanya kekhawatiran berlebihan dan sampai sekarang semuanya masih bisa berjalan baik.
Hari ini, saya mendapatkan cerita yang intinya sama, tentang Nasrudin yang berjanji akan mengajarkan kuda sang raja untuk bernyanyi dalam waktu setahun. Inti ceritanya sama, cuma bedanya bukan mengajarkan kuda terbang tapi bernyanyi. Sama-sama hal yang mustahil tapi minimal dia mendapatkan waktu setahun lagi.
Inti dari cerita ini buat saya adalah, banyak hal bisa terjadi dalam setahun. Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan apa yang terjadi saat ini. Memang kita tidak tahu apa yang terjadi hari esok, tapi setidaknya kita tahu kalau kita masih punya waktu hari ini.
Saat pandemi ini, saya juga terkadang emosinya mengalami turun naik seperti roller coaster. Baru saja dua hari lalu bergembira karena tidak ada pasien baru di seluruh Thailand, kemarin saya merasa sangat marah mendengar berita ada satu pasien baru di seluruh Thailand, dan pasien baru itu adanya di Chiang Mai. Padahal Chiang Mai sudah 34 hari tidak ada pasien baru dan saya juga sudah merasa aman.
Saya merasa sangat marah. Marah karena orang yang dideteksi positif itu merupakan orang tanpa gejala yang datang ke Chiang Mai dari Phuket sejak tanggal 2 Mei 2020 yang lalu. Saya marah karena takut, takut dia sudah beredar ke banyak tempat dalam 12 hari dan menyebabkan bertambah banyak pasien di Chiang Mai. Apalagi kabarnya walau dia melakukan karantina mandiri, dia masih sesekali keluar rumah untuk membeli makanan ke beberapa tempat.
Setelah dipikir-pikir lagi, saya jadi malu hati sendiri karena merasa marah. Tiba-tiba saya merasa seperti orang yang mengusir seorang tenaga kesehatan dari tempat kos karena takut si tenaga kesehatan ini termasuk orang beresiko tinggi. Saya menyadari kalau kemarahan saya bersumber dari ketakutan karena tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok.
Setelah membaca kembali cerita mengajarkan kuda terbang atau kuda bernyanyi dalam setahun, saya tahu kalau hal itu terasa mustahil. Tapi si lelaki dalam cerita itu merasa usulannya cukup untuk memberinya waktu setidaknya setahun. Walaupun menurut WHO pandemi ini masih akan lama berlalu, tapi bukan berarti pandemi ini akan berlangsung selamanya. Saya yakin pandemi akan berlalu, tapi tidak tahu kapan.
Memang, dari satu orang tanpa gejala bisa saja menjadi lebih banyak orang tertular. Bahkan di Korea Selatan maupun Wuhan, mereka mulai bersiap dengan gelombang kedua. Dengan semakin dilonggarkannya berbagai kebijakan di masa pandemi termasuk di Thailand, pasti akan semakin tinggi kemungkinan bertambahnya orang yang terpapar Covid-19.
Banyak yang berharap biarkan saja pandemi ini dikalahkan oleh herd immunity, daripada menunggu vaksin yang masih lama dan semakin membuat dunia terpuruk karena krisis ekonomi. Banyak yang bilang lebih takut mati kelaparan daripada mati karena terinfeksi. Mendengar pernyataan-pernyataan begini saya jadi bertanya-tanya, ini herd immunity atau seleksi alam.