Lihat ke Halaman Asli

Risna Damayanti

Fakir Ilmu.

Mengenal Istilah "PAP" dalam Komunikasi Remaja di Media Sosial

Diperbarui: 31 Mei 2021   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berbicara tentang remaja, maka seseorang akan dihadapkan kepada dua sisi mata koin berlainan. Sisi pertama, remaja dipandang sebagai suatu harapan untuk meneruskan estafet perjuangan serta kemajuan bangsa. Adapun sisi lainnya, remaja dibingkai dalam frame yang dikhawatirkan terpapar sisi buruk teknologi akibat ketidakmampuan remaja menyaring informasi di tengah usia yang labil.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kemajuan teknologi. Hanya saja tidak ada yang bisa menjamin bagaimana kontrol yang efektif dalam menciptakan karakter pada diri remaja untuk dapat senantiasa memilih dan memilah konten sesuai dengan rentang umurnya.

Ketika berbicara mengenai kontrol atau pengawasan terhadap remaja dalam menggunakan teknologi maka sering kali orang tua, guru, dan lingkungan menjadi bidikan utama yang harus bertanggung jawab. Hal ini seperti yang pernah di bahas oleh Hidayati dan Afiatin tahun 2020 bahwa peran control diri dan mediasi orang tua penting terhadap perilaku anak dalam penggunaan internet secara berlebihan. Sehingga kuncinya hanya satu yakni bagaimana menciptakan karakter dalam diri remaja untuk dapat menyaring informasi dengan baik di internet dalam gelombang emosi yang begitu labil.

Dalam hal ini, semakin banyaknya remaja yang menggunakan teknologi maka semakin  banyak pula remaja yang menggunakan media sosial dalam berinteraksi seperti WhatsApp dan Line, direct message instagram, cuitan twitter dan sebagainya kemudian berimplikasi terhadap banyaknya hal-hal baru yang bermunculan.

Salah satu yang sering terjadi yaitu munculnya kosakata-kosakata baru yang diciptakan oleh para pengguna sosial media seperti istilah “PAP”. Tentu kita sudah sering kali menemukan istilah PAP dalam menggunakan media sosial baik itu ketika bertukar pesan dengan teman ataupun berita-berita yang tersebar di media sosial. Namun, masih ada dikalangan remaja yang sebenarnya belum mengetahui apa itu istilah PAP karena hanya ikut-ikutan tren atau arus dalam bermedia sosial. Lalu, apa sebenarnya PAP itu?

PAP merupakan bahasa gaul yakni singkatan dari  Post a Picture dalam Bahasa Inggris. Secara harfiah, arti PAP dalam bahasa Indonesia berarti mengunggah sebuah foto. Jadi, arti PAP adalah permintaan untuk mengirimkan sebuah foto kepada lawan bicara dalam percakapan di media sosial. PAP memiliki esensi tersendiri bagi remaja dalam bermedia sosial terkhusus dalam berkomunikasi di media sosial sehingga dengan adanya kata “PAP” akan memberikan kesan yang simpel dan tidak kaku.

PAP menjadi salah satu istilah penting dalam percakapan di media sosial karena menimbulkan rasa percaya dalam berkomunikasi di media sosial. Contohnya, jika kamu mempunyai janji dengan temanmu untuk mengerjakan tugas dan ternyata dijalan ada kendala ban motor bocor sehingga membuat kamu telat hadir untuk menempati janji mengerjakan tugas. Sedangkan temanmu sudah menunggu lama tentu dia akan menghubungi dan menelpon. Namun, menelpon saja belum cukup ternyata untuk memuaskan kepercayaannya, tentu temanmu akan meminta bukti apakah motor mu benar bocor ataukah hanya alasan. Pasti dia akan bilang 'PAP dong!' Sehingga kamu harus mengirimkan selfie beserta bukti foto ban yang sedang bocor. Inilah contoh sederhana dari istilah PAP. Namun, istilah PAP ternyata menjadi suatu hal yang juga sering mengalami simpang siur makna dikalangan remaja dalam bermedia sosial.  Faktanya istilah PAP bukan hanya untuk meminta foto atau video terkait kondisi terkini, lokasi, makanan dan lain sebagainya namun juga digunakan untuk meminta atau memberi foto yang bersifat privasi dan tabu seperti organ-organ intim.

Salah satu kata yang sering menjadi perbincangan warga net kalangan remaja adalah “PAP t2”. Saat ini fenomone PAP yang bersifat privasi dan tabu dalam hubungan berpacaran remaja adalah hal yang sudah biasa dilakukan untuk memenuhi hasrat seksual sebagai tanda rasa cinta. Remaja kerap kali melakukan hal tersebut hanya karena keinginan sesaat tanpa memikirkan dampak negatifnya. Fenomena PAP t2 terjadi biasanya diawali dengan bercandaan dalam melakukan aktivitas chating dan ternyata bisa menjadi kenyataan  hanya dengan cinta belaka. Apa yang tidak untuk seorang kekasih tercinta? Tentu saja karena cinta semua yang diminta oleh seorang pasangan kekasih akan diberi tanpa memikirkan kerugian yang akan menghampiri. Oleh karena itu, perlu kita ketahui bahwa fenomena seperti ini bukan disebut hal biasa namun fenomena ini termasuk permasalahan yang harus dihentikan.

Fenomena PAP tersebut jika dilakukan secara konseksual sebenarnya tidak masalah jika untuk kepentingan pribadi mereka. Namun, tindakan ini berpotensi terhadap dampak yang terjadi diluar dugaan seperti terjadinya penyebaran PAP di luar norma tersebut dalam skala publik oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kembali lagi dalam sudut pandang dua sisi mata koin, adanya fenomena PAP ini menggambarkan penurunan moralitas remaja dalam pesatnya perkembangan teknologi dan penggunaan media social. Padahal dalam sisi lainnya remaja merupakan harapan bangsa yang akan meneruskan kemajuan negeri dengan menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.

Sumber :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline