CD4 dan CD8 merupakan dua jenis sel darah putih yang berada dalam darah. Sel CD4 dikenal sebagai sel T-Helper, sel T-supresor dan Sel sitotoksik. CD4 mengambil peran dalam melawan infeksi di tubuh. Sel CD8 juga disebut sebagai limfosit T sitotoksik yang berperan dalam melawan kanker dan kuman yang hidup di dalam sel (patogen intraseluler). Salah satu penyakit infeksi yang menargetkan sel CD4 yaitu Human Immunodeficiency virus (HIV). Jumlah sel CD4 yang berkurang memberikan perubahan rasio CD4:CD8 sebagai tanda infeksi HIV. Rasio CD4:CD8 membantu dokter dalam menilai perjalanan penyakit dan respon terapi.(Mehta, 2022)
Aktivasi kekebalan persisten salah satunya diperantarai oleh CD4 dan CD8. Rasio CD4: CD8 rendah (<1) menjadi biomarker untuk aktivasi kekebalan yang mendasari dari peningkatan risiko efek samping non-AIDS dan dapat diukur melalui data klinis secara rutin. Rasio CD4:CD8 yang rendah (<1) dapat mencerminkan peradangan subklinis yang sementara berlangsung, mendorong peningkatan sel T CD8, hal ini dihubungkan dengan imunofenotip baik pada orang dewasa yang tidak terinfeksi HIV maupun pada orang dengan HIV. Penelitian tentang perinatal yang terinfeksi HIV pada tahap kronis dan memulai antiretroviral pada rata- rata usia 3 tahun dengan rata-rata 10.7 tahun masa tindak lanjut. Didapatkan 2/3 mencapai rasio CD4:CD8 normal pada saat analisis dan hal ini berbeda pada populasi dewasa yang memulai ARV pada infeksi kronis.(Seers et al., 2018)
Perbandingan CD4:CD8 dengan abnormalitas lebih terjadi pada anak- anak lebih tua dan terlambat memulai ARV. Terdapat beberapa perbedaan antara respon imun anak dan dewasa terhadap HIV yang berkontribusi pada kemampuan untuk menormalkan CD4:CD8. Dijelaskan bahwa ekspansi selektif limfosit T pada infeksi HIV anak, yang tidak ada pada infeksi HIV kronis pada usia dewasa dapat berperan dalam mengatur disfungsi/ aktivasi kekebalan yang sementara berlangsung. Kapasitas proliferasi CD4 spesifik HIV dapat ditingkatkan pada anak- anak dengan ARV, yang pada orang dewasa kemampuan ini hilang. (Seers et al., 2018)
Anak-anak yang memulai ARV pada usia yang lebih muda memiliki resiko CD4:CD8 yang lebih tinggi. Penelitian T.Seers et al, 2018 menunjukan kelompok anak- anak yang memulai ARV pada usia lebih tua dan walaupun menggunakan ARV supresif untuk waktu yang sebanding, tidak dapat menormalkan CD4:CD8. Penelitian T. Seers juga menjelaskan banyaknya keterbatasan dalam penelitian antara lain wilayah yang besar dengan sampel kecil (112 pasien), penentuan waktu untuk supresi virus atau data tentang riwayat rejimen pengobatan yang dapat mempengaruhi rasio CD4:CD8.Walau demikian hubungan antara pemberian ARV secara dini dengan rasio CD4:CD8 yang dinormalisasi yang dapat mendukung pendekatan diagnosis dini dan pengobatan untuk semua anak yang hidup dengan HIV. (Seers et al., 2018)
Secara tradisional, jumlah CD4 dan viral load digunakan untuk menilai respon tubuh terhadap terapi HIV. Meskipun memiliki jumlah CD4 yang normal, tidak menutup terjadinya penurunan sistem imun tubuh. Rasio CD4:CD8 lebih bermanfaat untuk menilai fungsi kekebalan tubuh. Hal ini menjadi patokan rasio proporsi total CD4 terhadap sel CD8 adalah penunjang yang digunakan untuk memandu pengobatan HIV. Rasio CD4:CD8 lebih dari 1 dianggap normal dan rasio yang rendah (sel CD8 > CD4) didapatkan pada infeksi HIV. Rendahnya rasio CD4:CD8 memprediksi bahwa virus belum sepenuhnya hilang. Beberapa kasus yang didiagnosa HIV dan melakukan pengobatan lebih awal memiliki rasio CD4:CD8 cenderung normal dalam waktu 6 tahun. Rasio CD4:CD8 menjadi alat untuk memprediksi risiko kanker terkait AIDS seperti sarkoma kaposi dan limfoma non-Hodgkins.(Caby et al., 2021; Mehta, 2022)
Rasio CD4:CD8 yang rendah tidak hanya menilai status infeksi HIV, namun juga dapat membantu dalam diagnosis dan pemantau penyakit seperti: Anemia Aplastik, Infeksi Mononukleus, Leukemia Limfositik Kronis, Myasthenia gravis dan Sindrom DiGeorge. Pada rasio CD4:CD8 lebih tinggi dapat ditemui pada keadaan infeksi virus, infeksi bakteri atau beberapa jenis kanker darah. (Caby et al., 2021; Mehta, 2022)
Peran CD4 dan CD8 selain sebagai penunjang dalam menentukan diagnosis maupun hasil terapi dapat juga memantau masalah imunitas akibat Sindrom Metabolik. Anak dengan obesitas cenderung mengalami perubahan imunitas jika disertai dengan Sindrom Metabolik. Beberapa penelitian menggunakan model hewan DM tipe 2 yang diinduksi diet tinggi lemak menunjukkan bahwa sel T CD4 dan CD8 dapat mempengaruhi fenotipe dalam kekebalan bawaan seperti dominasi makrofag M2 dan infiltrasi makrofag M1 ke dalam jaringan adiposa atau depot lemak visceral. Makrofag M1 dan M2 sendiri masing- masing memiliki efek proinflamasi dan antiinflamasi. Namun, Sultan et al. melaporkan bahwa peradangan jaringan adiposa yang dimediasi oleh sel T tidak menyebabkan resistensi insulin. (Yang et al., 2021)
Berdasarkan penelitian yang melaporkan hubungan antara imunitas adaptif dan resistensi insulin, hipotesis bahwa mungkin terdapat perbedaan yang signifikan pada imunitas sel T CD8 dan CD4 dalam darah antara anak-anak dengan dan tanpa Metabolik Sindrom (MS). Subset sel T CD8 termasuk sel T CD8 EM IL-7Rlow. Sel T CD8 dalam darah tepi manusia diekspresikan sebagai dua himpunan bagian, IL-7Rhigh dan IL-7Rlow, yang memiliki respon berbeda terhadap IL-7 untuk kelangsungan hidup sel. Metilasi DNA memainkan peran utama dalam mengendalikan ekspresi IL-7R pada sel T, yang dimediasi oleh aktivitas promotor gen IL-7R. Sel T CD8 EM IL-7Rlow meningkatkan ekspresi CX3CR1 pada membran sel T CD8 untuk berikatan dengan ligan CX3C-kemokin 1 (CX3CL1), sebuah ligan CXC3CR1 fraktalkin pada sel endotel di dekat jaringan yang meradang. CX3CR1 adalah reseptor untuk CX3CL1, yang diketahui berfungsi sebagai molekul perekat dan kemoatraktan. Penelitian ini menunjukkan frekuensi IL-7Rlow dan IL-7Rlow CX3CR1+ sel T CD8 EM yang lebih tinggi secara signifikan pada anak-anak dengan MS dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki MS.(Yang et al., 2021)
Ketika kadar trigliserida serum meningkat, frekuensi sel T IL-7RlowCX3CR1+ dan CD8 meningkat dan IL7RhighCX3CR1- dan CD8 menurun. Kadar trigliserida serum berkorelasi positif dengan frekuensi sel T CD8 IL-7RlowCX3CR1+. Hipertrigliseridemia sangat terkait dengan kelainan metabolisme seperti resistensi insulin, penyakit hati berlemak non alkohol, dan usia tulang lanjut pada anak obesitas. Metabolik Sindrom dapat dikaitkan dengan status inflamasi. Subset sel T CD4 termasuk sel T proinflamasi IFN-+CD4 (sel Th1) dan sel T IL-17+CD4 (sel Th17) serta sel T regulator FOXP3+ yang bersifat anti-inflamasi. Tidak ada parameter subset sel T CD4 yang berbeda secara signifikan antara anak dengan dan tanpa MS. Surendar dkk. Melaporkan bahwa konsentrasi darah dari sitokin yang diproduksi Th1 (IL2, IL-12, dan IFN-) dan sitokin yang disekresikan Th2 (IL-4, IL-5, dan IL-13) lebih tinggi pada serum pasien dengan MS dibandingkan dengan pasien tanpa MS. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, namun beberapa data diperoleh bahwa perubahan sel T CD8 dan EM pada anak dengan Sindrom Metabolik yang dihubungkan dengan morbiditas kejadian obesitas pada anak. Selain itu Kadar trigliserida serum berkorelasi positif dengan frekuensi sel T CD8 IL-7RrendahCX3CR1+. Korelasi tersebut mungkin juga berperan dalam patogenesis morbiditas obesitas, yang berhubungan dengan hipertrigliseridemia. (Yang et al., 2021)
DAFTAR PUSTAKA