Lihat ke Halaman Asli

Risman Senjaya

Writer Wannabe

Misteri Room 309 (Bagian Ketiga)

Diperbarui: 20 Desember 2020   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pixabay.com

Malam itu agak sedikit berbeda. Aku tak terbangun oleh suara nyanyian. Aku terbangun oleh suara hujan deras yang mengguyur. Suara air hujan beradu dengan atap dan kilat yang menyambar, membuat suasana semakin mencekam. Kulirik jam dinding, baru pukul dua dini hari.

Aku mengumpulkan nyali sejenak. Kejadian yang lalu masih menyisakan sedikit trauma bagiku. Bukan tak mungkin reaksi sosok Donna akan sama, atau bahkan lebih murka. Tapi sekali lagi, rasa penasaranku melebihi rasa takutku. Kuseret langkah dengan sedikit keraguan.

Tirai room 309 sedikit terbuka. Aku mengintip sejenak dan terkejut. Gadis yang menjengukku kemarin malam sedang berbincang dengan sosok Donna. Situasinya persis sama seperti yang Aku alami. Kuputuskan untuk tak langsung masuk. Aku merapatkan tubuh pada dinding, berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka.

"Jangan bawa cinta disini. Abaikan perasaan hatimu.... Atau kau akan bernasib sama seperti diriku." Kudengar suara khas sosok Donna yang membuatku merinding.

"Aku sudah berusaha mengingkari rasa cinta ini. Semakin Aku mengingkari, semakin tersiksa hati ini." Kali ini terdengar suara lirih gadis itu.

"Tak mungkin pria baik-baik akan mencintai wanita kotor sepertimu. Cintamu akan bertepuk sebelah tangan. Lalu kau akan habiskan sisa hidupmu bagaikan mati. Kamu harusnya sadari itu!" Suara sosok Donna kali ini semakin meninggi.

"Aku sadari hal itu. Tapi Aku tak bisa membohongi hati nurani. Aku cinta mas Andra." Gadis itu membuat pengakuan dengan suara bergetar yang beresonansi pada hatiku. Gadis itu sehari-harinya begitu pemalu kepadaku. Kami jarang berbicara. Bahkan aku sama sekali tidak menangkap isyarat apa pun darinya. Gadis itu bernama Sukma atau lebih dikenal dengan nama Stella disini.  

Tangis Sukma memecah lamunanku. Aku paling tak tega melihat tangis wanita. Perlahan Aku masuk ke dalam room 309. Kulihat Sukma menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Ia tak menyadari kehadiranku.

"Kalau begitu, laki-laki ini malang harus mati!"

Sosok Donna lalu bergerak cepat ke arahku. Tangan kirinya mencengkram leherku dan mendorong tubuhku ke dinding. Matanya membelalak merah menguar amarah yang luar biasa. Aku berusaha memberontak dengan kedua tanganku namun sia-sia. Tangan kanan sosok Dona teracung memegang cutter. Benda tajam itu dilekatkan pada leherku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline