Lihat ke Halaman Asli

Risma Indah

Mahasiswa

Ayah Bunda, Kenali Masalah Si Kecil yang Mulai Remaja, Yuk!

Diperbarui: 21 Desember 2022   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MASA remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Karena berada pada fase peralihan, hal tersebut membuat remaja belum cukup matang untuk dikatakan dewasa, tetapi sudah tidak lagi dikatakan sebagai anak-anak. Di fase ini, anak akan mencari prinsip atau kehidupan yang akan ia tempuh ke depannya. Orang tua mungkin akan merasakan patah hati untuk pertama kalinya ketika anak memasuki masa remaja. Sebab, katanya, orang tua akan mendapatkan penolakan untuk pertama kali dari si kecil.

Kok bisa?

Pada fase ini, anak akan cenderung lebih banyak menjelajah “dunia” yang dianggapnya asing karena selama ini yang ia tahu adalah akan selalu ada Ayah dan Bunda yang menjadi pemandu untuk mereka berkenalan dengan dunia. Akan selalu ada Ayah dan Bunda yang akan dengan sukarela memberitahu segalanya tentang dunia. Dan, akan selalu ada Ayah dan Bunda yang menjadi teman baginya. Selanjutnya, anak akan mulai mengenal lebih dalam lingkungan sosialnya. Mengenal karakter orang-orang di luar lingkungan keluarganya lebih dalam. 

Di tahap ini, mereka mungkin akan banyak bertemu dengan masalah yang kemungkinan dinormalisasi dan tidak diterima oleh lingkungan masyarakat. Beberapa masalah yang harus diwaspadai oleh orang tua ketika anak mulai berada di fase remaja adalah sebagai berikut.

Penampilan

Ketika anak beranjak dewasa dan bertemu dengan lebih banyak orang, mereka tanpa sadar akan membandingkan apa yang ada pada dirinya dengan orang lain. Hal ini juga tidak bisa dilepaskan oleh society yang seolah-olah menentukan standar penampilan yang dianggap ideal sehingga beberapa remaja yang dalam dirinya sangat berkobar ingin dianggap “ideal” oleh lingkungannya. Sebagai orang tua, dapat membekali anak untuk tidak berpatok pada standar society. Beri ruang untuk anak menerima penampilannya dan ajari anak untuk mencintai dirinya sendiri selama itu tidak membahayakan fisik dan psikis anak.

Akademis

Permasalahan akademis akan selalu ditemui oleh orang tua dan anak di fase pertumbuhan apapun. Bahkan masalah akademis menjadi permasalahan umum bagi setiap orang. Namun, di fase remaja masalah akademis akan berdampak untuk masa depannya. Sering kita temui bahwa remaja mengalami kesulitan untuk mengikuti pembelajaran yang berdampak pada penurunan prestasi, malu dengan teman-temannya, tidak ingin pergi ke sekolah, hingga memilih membolos. Sebagai orang tua,  kita bisa melakukan pendekatan kepada anak dengan bertanya apa kesulitannya, bagaimana cara pengajaran di sekolah, dsb. Dan, yang terpenting adalah beri apresiasi berapapun hasil yang diterima, serta tidak menuntut anak untuk menguasai seluruh mata pelajaran atau berprestasi di bidang tertentu karena setiap anak memiliki keistimewaannya masing-masing.

Gangguan Mental

Berdasarkan penelitian The Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) yang berkolaborasi dengan Universitas Gajah Mada, 2,45 juta remaja didiagnosa mengalami gangguan mental. Dilansir dari Burden of Adolescent Mental Disorder in Indonesia: Result from Indonesia’s First National Mental Health Survey yang ditulis oleh (Salma, 2022), menunjukkan bahwa I-NAMHS mengukur prevalensi enam gangguan mental di kalangan remaja, yaitu fobia sosial, gangguan kecemasan umum, gangguan depresi mayor, gangguan perilaku, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan gangguan defisit perhatian/hiperaktivitas (ADHD). I-NAMHS juga mengukur risiko dan faktor protektif yang terkait dengan gangguan jiwa remaja seperti intimidasi, sekolah dan pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seksual, penggunaan narkoba, dan pengalaman masa kecil yang merugikan. Sebagai orang tua memang diharapkan untuk aware dengan kesehatan jiwa anak-anaknya. Mungkin penyakit-penyakit demikian tidak terlihat, tetapi dampak yang ditimbulkan akan memengaruhi cara pandang hingga pola pikirnya akan kehidupan. Ayah dan Bunda bisa memulai menjaga kesehatan mental anak-anaknya dengan bertanya tentang hari-harinya, bagaimana lingkungan pertemanannya, apa kesulitannya, hingga menghindari pertikaian di depan anak, serta membuat lingkungan keluarga menjadi tempat pulang ternyaman dan teraman.

Pergaulan Bebas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline