Lihat ke Halaman Asli

Risma Indah L

Pendidik dan penikmat hobi

Mungkinkah Pendidikan Seks bagi Remaja Melalui Sharing Pengalaman?

Diperbarui: 26 Februari 2020   14:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar : Berdiskusi. Dokumen Pribadi

Model atau metode apakah yang tepat bagi pendidikan seks untuk siswa  remaja? Saya pun masih mencari-cari bentuk yang sesuai. Meski sangat setuju bahwa porsi pendidikan seks bagi anak mustinya paling banyak diberikan oleh orang tua. Tetapi tentunya pun tidak luput dari berbagai kendala. 

Misalnya saja intesitas pertemuan. Orangtua yang sibuk bekerja, sementara anak beranjak remaja cukup banyak menghabiskan waktu untuk kegiatan sekolah dan berkumpul dengan sebayanya. Anak remaja (siswa) yang sudah harus kos sendiri, atau tinggal di kota lain bersama kakek-nenek. Kendala lain diantaranya pola komunikasi dalam keluarga, kedekatan relasi, atau situasi keluarga. Misalnya orang tua tunggal, konflik keluarga,  atau perceraian orang tua. 

Sekolah diharapkan mengisi kekurangan-kekurangan tersebut dan tak boleh luput dari dinamika perkembangan peserta didiknya.  Segala hal terkait perkembangan anak, tentunya mutlak diperlukan sinergi antara orangtua (keluarga) dan sekolah . 

Realita Keadaan Remaja Kita

Siswa asuhan saya yang berada di SMK dan berusia remaja sangat tertarik dengan urusan seksualitas.

Saya pernah mencoba survei kecil-kecilan, yakni memberikan opsi pilihan materi bimbingan klasikal kepada siswa kelas 11 di dua kelas yang berbeda. Ada 3 pilihan materi. Dua diantaranya yakni Komunikasi dan Belajar akademik. Satu lagi berjudul Seksualitas Remaja. Hasilnya dari.32 siswa di tiap kelas, setidaknya 25 orang memilih materi seksualitas untuk dibahas di minggu berikutnya. Bentuk ketertarikan remaja kita terhadap seksualitas dan seluk beluknya juga tampak ketika kita mencoba "menyenggol" sedikit hal berbau seksualitas di kelas. Misalnya  soal pacaran. Pastilah menuai komentar riuh rendah dari para siswa.

Meski di sekolah kami kasus seperti kehamilan yang tidak diinginkan termasuk sangat kecil. Hal demikian tidak juga dapat disimpulkan sebagai "aman-aman" saja. Pemikiran ini bukan tanpa alasan. Beberapa perilaku siswa remaja dapat teramati.  Mulai dari gaya berboncengan siswa yang berpacaran, siswa-siswi yang selalu memilih duduk berdekatan dengan pasangannya (pacar yang kebetulan sekelas). Sampai yang lumayan "berbahaya" yakni ketahuan berduaan di ruangan yang sepi di sekolah. Ada juga yang memprihatinkan  seperti seorang siswa yang"tertangkap basah" menyimpan banyak  video porno di Handphone nya. 

Seksualitas bagi siswa/i remaja seolah fenomena gunung es. Hanya sedikit yang tampak dari luar tetapi sebenarnya di dalam menyimpan banyak ketertarikan, mungkin rasa penasaran, juga berbagai keinginan yang tentu saja terbatasi oleh norma norma sosial yang "memagari" ekspresi perwujudannya. 

Pendidikan Seks yang biasa dilakukan Di Sekolah dan dalam Keluarga.

Di sekolah kami untuk siswa kelas 10 (usia sekitar 15-16an tahun) sempat rutin diadakan penyuluhan berupa kesehatan reproduksi remaja. Dalam hal ini seksualitas diperkenalkan  dalam bentuk pengetahuan  anatomi organ reproduksi, sistem dan proses reproduksi manusia atau proses kehamilan, dan bagaimana cara merawat organ reproduksi.  Tentu saja  hal ini mestinya dapat dilakukan orang tua di rumah (dengan segala tantangan dan hambatannya)

Di sekolah,  saya yakin seksualitas dalam pengertian aturan relasi laki-laki dan perempuan juga sudah menjadi bagian bahasan dari materi pelajaran Agama dan dilihat dari perspektif agama yang bersangkutan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline