Lihat ke Halaman Asli

windu

pro populi discimus

Kaum Muda, Sebuah Refleksi

Diperbarui: 31 Oktober 2020   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kondisi yang tidak dapat membuat tenang, serba terbatas, terpimpin oleh pemerintahan asing dari barat jauh, melahirkan kaum muda yang memiliki sense of belonging yang sama terhadap Negara Indonesia. Sekalipun para kaum muda dibenturkan pada pilihan pandangan hidup masing-masing (ideologi, red), tekat untuk mandiri dari pemerintahan asing tidak meruntuhkan semangat itu.

Budi Utomo, sebagai awalan mahasiswa mengorganisir diri untuk mencapai kemandirian bangsanya. Hingga tahun 1928 kaum muda dari berbagai organisasi di seluruh Indonesia berkumpul dan di kongres ke dua kaum muda mencetuskan ikrar bahwa mereka sadar akan ke-Indonesiaan dan berjuang bersama untuk mandiri dari pemerintahan asing.

Sejak kongres ke dua dengan menghasilkan ikrar yang hingga saat ini menjadi sakral sebagai penegasan bahwa untuk merdeka, mereka harus bersatu bukan hanya secara fisik. Juga, secara filosofis supaya konsep cita-cita mandiri dari pemerintahan asing tidak semu.

Sebagaimana bunyi dari ikrar kongres ke dua menegaskan bahwa, bertumpah darah satu, berbangsa satu, menjunjung bahasa persatuan, Indonesia. Dengan menyadarkan bahwa kita sebagai organisasi kenegaraan harus memiliki bahasa persatuan karena masyarakat yang multi-ras dan etnis supaya memudahkan kita untuk berkomunikasi satu sama lain.

Sejak 1978, setiap tanggal 28 Oktober bukan hanya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda, tetapi juga sebagai Hari Pemuda. Presiden Soeharto, dalam pidatonya menjelaskan "kita tidak ingin menghapus sejarah, karena justru dari Hari Sumpah Kaum muda itu kita semua akan mengambil ilham yang tidak akan habis-habisnya untuk terus memperkuat persatuan kita" (dikutip dari salah satu media).

Bagaimana seharusnya sikap kaum muda di zaman serba berdata yang tersimpan dalam angka-angka biner komputasi ini? Sebagai alat pembantu kerja otak manusia yang bersifat terbatas dalam menyimpan data konvensional.

Sebagai kaum muda yang bersemangat mencari hal baru serta berteman akrab dengan berbagai tantangan, jiwa muda harus memiliki rasa cinta, cita, cipta seperti gagasan yang dituangkan oleh Om Budiman Sujadmiko (cieile sok akrab lu ngab)

Gambaran-gambaran kaum muda yang tertuang dalam konsepsi pemikiran Budiman sebagai mana tantangan kaum muda tidak hanya pada kepekaan mereka akan dinamika kehidupan sosial di lingkungannya juga bagaimana mereka mampu menggunakan alat digital yang akan membantu mereka dalam aktivitas keseharian.

Bukan alat yang akan menggantikan pekerjaan mereka, merekalah yang harus memperalat alat. Dengan demikian kaum muda tetap menjaga marwahnya sebagai benteng utama dalam menjaga dan memajukan bangsa dari berbagai arah.

Jika pada tahun 1928 kaum muda yang memiliki rasa cinta, cita, dan cipta menelurkan ikrar yang relevan hingga kini. Bagaimana dengan sekarang?

Apa yang bisa para kaum muda ciptakan? Jika tidak mampu untuk negara, minimal untuk daerah kelahirannya. Membantu dalam mengedukasi masyarakat yang berada di kota maupun di desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline