Lihat ke Halaman Asli

Perempuan yang Memeluk Buku

Diperbarui: 30 Juli 2022   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perempuan Yang Memeluk Buku

"Kok bisa sih, nilaiku bisa begini" Aku menggerutu sendiri melihat kertas ujian yang baru dibagikan.

"Ah, sebel deh" usahaku selama ini terbayar dengan nilai yang pas-pasan, kok bisa sih. Aku begadang tiap malam, Latihan soal tiap jam, tapi kok bisa gini.

Dosen membagikan kertas ujian tadi pagi, aku sangat tenang saat itu, karena aku yakin nilaiku pasti bagus. Toh, aku sudah belajar mati matian. Aku kembali mengingat kata-kata guru SMA ku dulu "Usaha Tidak Pernah Mengkhianati  Hasil". Kata kata itu selalu kupegang semenjak aku lulus SMA, melanjutkan Pendidikan ku di salah satu perguruan tinggi di negeri Jawa.

Sudah jadi kebiasaanku ketika selesai kuliah untuk menyempatkan waktu di cafe dekat kampus, sudah sebulan lebih aku melakukannya, sekedar menenangkan pikiran sambil ditemani secangkir kopi, atau membaca buku yang baru kubeli di toko buku dekat kampus juga. Aku suka membaca novel ringan terutama karya dari Tere Liye, novelnya lengkap, banyak pelajaran yang bisa diambil mulai dari pelajaran hidup, cinta, pekerjaan, bahkan novel aksi yang membuat hati deg-degan pun ada.

"Sudahlah, mungkin usahaku belum maksimal" Aku mencoba menghibur diri, daripada tambah sakit kepala mending tidak usah terlalu dipikirkan, kedepannya pasti lebih baik.

 "Seharusnya kau bersyukur, lihat punyaku" Seorang lelaki datang ke mejaku memperlihatkan kertas ujiannya yang memang nilainya lebih rendah dariku. Bahkan, nilainya ditulis dengan tinta merah, banyak coretan pula.

Setelah melihat kertas ujiannya, aku mendongakkan kepalaku, sempurna mataku menatap wajahnya, aku merasa tidak asing dengan mukanya. Aku sadar dia salah satu teman kelasku, bisa dibilang aku anak yang lebih suka sendiri, temanku tidak terlalu banyak, aku tidak banyak mengenal, bahkan tahu Nama teman kelas juga aku belum hapal semua.

"WOY" Dia melantangkan suaranya, sambil melambaikan tangannya tepat di depan wajahku.

 Aku kembali tersadar, sejenak aku serius menatap wajahnya hingga lupa dengan sekitar.

 "Perkenalkan namaku Beni" dia mengulurkan tangannya, menawarkan sebuah jabat tangan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline