Lihat ke Halaman Asli

Invasi Rusia ke Ukraina

Diperbarui: 5 April 2022   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Konflik antara Rusia dan Ukraina telah menarik perhatian dunia selama beberapa bulan terakhir. Mulailah dengan keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO. Penolakan Rusia adalah bahwa keanggotaan Ukraina di NATO merupakan ancaman eksistensial yang mengancam keberadaan Rusia dan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO), aliansi militer Rusia dan delapan sekutunya termasuk Georgia dan Armenia.

Jadi melihat dasarnya ada pada Rusia foreign policy, menyatakan dengan banyak pecahan Uni Soviet bergabung dengan NATO dan Uni Eropa merupakan sebagai basic threat atau ancaman mendasar. Ketika negara di sekeliling Rusia yang bisa disebut buffer zone atau negara penyangga atau pelindung berada di bawah NATO atau Uni Eropa, nantinya dikhawatirkan akan didirikan pangkalan militer seperti pangkalan nuklir dan sebagainya, itulah yang dimaksud dalam foreign policy sebagai fundamental threat.

Ketegangan meningkat ketika Rusia mengerahkan pasukan di sepanjang perbatasan dengan Ukraina. Presiden Putin pada Kamis (24) mengumumkan perintah untuk melakukan operasi militer di Ukraina timur setelah Rusia mengakui kemerdekaan dua wilayah dari Ukraina (Donetsk dan Luhanks). Invasi dimulai, dan Rusia melancarkan serangan besar-besaran ke beberapa kota Ukraina, termasuk Kyiv.

Sebelum invasi, harga minyak mentah telah naik sejak Maret 2021 dan mencapai $86 per barel pada Januari 2022. Kenaikan harga minyak disebabkan faktor fundamental, yakni lonjakan permintaan global yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan produksi yang lambat dan pasokan yang terbatas. Pemulihan ekonomi di beberapa negara, terutama China, yang membutuhkan pasokan minyak mentah untuk industri pengilangan, dan kebijakan pemangkasan produksi OPEC+ juga memicu ekspektasi bahwa harga energi akan terus melambung.

Setelah Rusia menyerang Ukraina, harga minyak dunia melonjak di atas $100 per barel, dan pasar saham Asia-Pasifik, Eropa, dan Wall Street langsung anjlok. Krisis politik yang berkepanjangan pasti akan menyebabkan lonjakan harga minyak mentah dan, tentu saja, dampak serius bagi ekonomi global. Natasha Kaneva, kepala strategi komoditas global di J.P. Morgan, mengatakan gangguan apa pun pada pasokan minyak Rusia dapat mengirim harga minyak hingga $ 120 per barel, sementara separuh ekspor minyak Rusia akan mendorong Brent ke $ 150 per barel.

Rusia adalah produsen minyak terbesar ketiga dan produsen gas alam terbesar kedua di dunia. Rusia mengekspor 70 persen gas alamnya ke Eropa melalui pipa Ukraina. Dengan pangsa pasar 12%, Rusia adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia. Setengah dari ekspor minyak dan kondensatnya pergi ke Eropa. China adalah importir terbesar minyak mentah Rusia., menyumbang hampir sepertiga dari ekspor minyak negara itu.

Ekspor minyak Rusia diangkut melalui sistem pipa Transneft melalui Belarus dan Ukraina yang menghubungkan ladang minyak Rusia ke Eropa dan Asia. Dan terlihat bahwa Rusia merupakan pemain kunci dalam konstelasi geopolitik di kawasan Eropa dan Asia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline