Lihat ke Halaman Asli

Riski Pratama

Buruh Harian diri Sendiri dan Penjinak Isu dengan tulisan yang tidak berfaedah

Dinamika Mahasiswa Hukum: Kesenjangan Teori dan Praktik

Diperbarui: 28 Juni 2022   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahasiswa adalah sebutan bagi seseorang yang sedang mengenyam jenjang pendidikan di Universitas atau sering kita sebut kampus. Mahasiswa adalah bagian dari orang-orang yang memilih jalan untuk meneruskan langkah-langkah progresif dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Hal ini tentunya bukan untuk mendiskreditkan orang-orang yang tidak memilih menjadi seorang mahasiswa. Akan tetapi, setidaknya seseorang yang memilih jalan untuk menjadi mahasiswa sudah mengetahui tujuan akan pilihannya menjadi seorang yang dijuluki mahasiswa.

Sebagai "Agen of change" mahasiswa di daku atas bagaimana seorang mahasiswa mampu untuk membuat hipotesis serta menarik hipotesisnya menjadi sebuah terobosan baru yang kembali  untuk menyokong amanat dari konstitusi yaitu turut serta menjadi bagian dari cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa. Mungkin ini yang membedakan kenapa istilah "Maha" disematkan kepada orang-orang yang menempuh jalan untuk berkuliah. Karena secara kultur-sosial Mahasiswa dianggap bisa apa saja. Tak heran jika ada beberapa cerita tentang mahasiswa yang melakukan program pengabdian masyarakat lewat program KKN yang diadakan kampus, para mahasiswa selalu dimintai tolong oleh masyarakat sekitar dalam hal apapun meskipun mahasiswa yang ber kkn didaerah itu jurusan perkuliahan tidak memiliki fokus kajian atau praktek dalam hal itu, seperti contoh mahasiswa Tarbiyah yang dimintai tolong oleh masyarakat untuk menyembuhkan sapi sakit. Hal ini tentunya menjadi hipotesis sementara bahwa masyarakat melihat mahasiswa adalah seseorang yang luar biasa dan bisa melakukan apa saja.

Hal ini tentunya menarik, karena di dunia perkuliahanlah, kampus dicerminkan sebagai miniatur bernegara. Dalam hal politis, sosial bahkan ekonomi terdapat banyak sekali elemen yang heterogen berkumpul di dalam lingkungan kampus. Selain sebagai wadah yang bertajuk akademisi, tentunya kampus menjadi pencetak generasi bangsa yang dapat turut serta membangun masa depan bangsa kedepannya. Hal ini ditegaskan di dalam UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Dalam UU tersebut dijelaskan terkait Tri Dharma perguruan tinggi yang salah satu poinnya adalah terkait dengan pengabdian kepada masyarakat.

Pengabdian terhadap masyarakat adalah bagaimana mahasiswa memiliki orientasi untuk bagaimana mahasiswa setelah berkuliah dapat berkecimpung secara langsung dalam lingkup sosial-kemasyarakatan. Hal ini tentunya bertujuan untuk menciptakan sebuah kultur yang progresif agar tercipta ide-ide inovatif yang dibawa mahasiswa setelah berkuliah dan dapat diterapkan di lingkungan masyarakat minimal adalah tempat dya tinggal dan lahir.

Hal ini tentunya menjadi sebuah beban moral yang harus dipikul oleh seorang mahasiswa. Mungkin ini tergolomg berat karena latar belakang setiap lingkungan akan berbeda-beda problematika dan dinamikanya.

Dinamika ini juga dialami mahasiswa hukum. Hal ini bukan untuk membanding-bandingkan beban moral yang dipikul. Akan tetapi hal ini adalah berdasarkan pengalaman penulis sendiri. Bagaimana menjadi mahasiswa hukum yang hidup dilingkungan masyarakat dengan pendidikan atau pengetahuan hukum yang minim sekali.

Sudah jelas bahwa Pasal 1 ayat 3 menyebutkan "Indonesia adalah Negara Hukum". Secara sederhana, penentuan seluruh kebijakan, perilaku dan salah benar diatur oleh hukum baik itu secara tertulis atau tidak tertulis. Tentunya ini menjadi problematika ketika ada pertanyaan sederhana diajukan. Berapa banyak masyarakat Indonesia mengetahui terkait pasal ini ? Tentunya itu bisa kita nilai sendiri lewat pengamatan sehari-hari dalam kehidupan kita. Dan apakah kemudian seluruh mahasiswa hukum mengetahui perihal pasal ini ? Tentunya pertanyaan ini bukan untuk mendegradasi mahasiswa hukum. Akan tetapi ini hanyalah pertanyaan refleksi yang harus disadari bersama.

Dikalangan mahasiswa hukum, penulis yakin bahwa di dalam perkuliahan kita akan selalu diajari terkait teori-teori tentang hukum, kita diajari bagaimana mengkonsepsikan hukum yang penuh dengan rasa keadilan seperti yang dikonsepsikan oleh Gustav Radbruch. Kita juga mendapatkan teori bagaimana hukum itu harus berlaku secara semestinya dan tidak terkontaminasi oleh anasir-anasir diluar hukum seperti yang dikonsepsikan Hans Kelsen. Selain itu kita pasti diajari untuk bagaimana tata cara beracara dipersidangan, baik itu persidangan Volunteer atau Contentiosa. Dan kita juga dijari terkait konsep-konsep hukum yang lain serta bagimana mengimplementasikan Peraturan Perundang-Undangan di masyarakat. Hal ini saya yakin bahwa setiap mahasiswa hukum sudah seluruhnya mengerti tentang hal ini. Namun apakah kemudian ini dapat diterapkan di lingkup sosial-kemasyarakatan ? Tentunya kita sendiri mengetahui bagaimana stigma-stigma masyarakat tentang para praktisi hukum serta penegak hukum di Indonesia. Banyaknya isu korupsi, suap dan gratifikasi yang itu menyeret praktisi hukum sendiri. Padahal dalam konsep teoritisnya, praktisi hukum adalah orang yang seharusnya tidak terlibat hal-hal yang dilarang oleh hukum itu sendiri.

Di sisi lain, kita melihat banyak sekali mahasiswa hukum yang setelah selesai dari proses studinya bukan malah menjadi seorang praktisi hukum, akan tetapi menjadikan profesi di luar bidang hukum sebagai lanjutan dari proses setelah dya belajar hukum. Bukan maksudnya adalah untuk memberikan norma bahwa mahasiswa hukum harus bergelut dalam profesi hukum, akan tetapi setidaknya adalah bagaimana sebagai seorang lulusan mahasiswa hukum juga turut serta mengambil peran dalam membangun marwah hukum kembali pada fitrahnya yaitu keadilan. Tentunya ini menjadi refleksi dan tanggung jawab bersama kita sebagai mahasiswa hukum.

Sebagai mahasiswa hukum yang menjuniung nilai-nilai keadilan. Kita sudah seharusnya memiliki nawacita untuk berkontribusi terhadap persoalan-persoalan terutama di bidang hukum dalam lingkup sosial-kemasyarakatan. Dan hal ini tentunya membutuhkan jam terbang serta matangnya konsepsi atau teori dengan praktik agar masyarakat yang dapat dikatakan minim terhadap pengetahuan hukum dapat tercerahkan ketika menghadapi persoalan-persoalan hukum.

Sangat miris sekali bahwa kenyataan hari ini masyarakat sangat takut berhadapan dengan hal-hal yang berbau hukum, terutama kalau sudah perkaranya sampai pada meja hijau. Karena dianggap bahwa Pengadilan sebagai Rumah Keadilan seluruh Warga Negara malah menumbuhkan rasa ketakutan yang akut.  Tentunya hal ini hanya diketahui oleh mahasiswa, bagaimana keadaan yang seperti itu dapat kemudian dirubah stigmanya di kalangan masyarakat luas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline