Pendahuluan
Membicarakan Pemikiran dan kontribusi para tokoh masa lalu tidak bisa dipahami sepenuhnya tanpa memperhatikan konteks dan latar belakang yang membentuk pemikiran mereka. Faktor-faktor seperti kecerdasan, preferensi pribadi, pendidikan, dan perkembangan ilmu pengetahuan, serta kondisi sosial masyarakat yang berperan penting dalam munculnya ide-ide mereka. Oleh karena itu, profil seorang tokoh, seperti Imam al-Ghazl perlu dianalisis dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut. karena pemikirannya tidak muncul secara hampa, melainkan sebagai hasil dari interaksi intens dengan realitas yang melingkupinya dan sebagai bagian yang tak terhindarkan dari kelanjutan dan perubahan dalam proses sejarah.
Sebagai seorang yang dijuluki Hujjatul Islam, al-Ghzl memiliki sejarah hidup yang panjang. Ia dikenal di kalangan umat Islam sebagai tokoh yang terkenal dengan tasawuf dan filsafat. Namun, perlu dicatat bahwa ia juga memiliki kontribusi penting dalam pemikiran tentang fiqih muamalah. Pemikiran al-Ghazali meluas ke berbagai bidang, dan nilainya tidak terbatas pada zamannya saja, tetapi juga relevan dalam konteks kontemporer yang mempertanyakan berbagai persoalan kemanusiaan. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengangkat kembali pemikiran al-Ghazali sebagai topik diskusi yang signifikan dalam era modern ini.
Dari latar belakang tersebut---maka selanjutnya penulis mengfokuskan pembahasan ini pada biografi al-Ghazl, yang melingkupi kelahiran dan wafat, keluarga, pendidikan, guru dan murid, karya-karya, dan pemikiran al-Ghazl.
Biografi al-Ghazl
1. Kelahiran dan Wafat
Ab Hmid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazli atau biasa dipanggil al-Ghazl, yang juga biasa dipanggil Abu Hamid al-Ghazl, memiliki julukan Imam al-Ghazl atau Hujjatul al-Islm adalah seorang cendekiawan muslim terkenal yang lahir pada tahun 450 H (1058 M) di kota Tus, bagian dari kota Khurasan, Iran.
Pada dasarnya dalam kearifan, imam Al-Ghazl dalam sebuah sejarah diberbagai macam agama, beliau dikenal orang yang syakk (ragu-ragu) atas keberadaannya di alam semesta, batinnya yang syakk ketika mendalamkan sebuah ilmu ketuhanan dan penyucian diri ketika beliau belajar digurunya yang bernama juwaini. Keraguan imam Al-Ghazl meliputi semangat juang dalam menyampaikan dakwah serta semangat juang dalam menuntut ilmu. Adapaun selanjutnya beliau syakk ketika sedang berasmarandana cinta dengan keilmuan yang meliputinya, segala sesuatu yang didapatkan di alam semesta ini terasa hampa, serta tidak memiliki manfaatnya yang ia rasakan. Namun semua ini terobati ketika beliau mengamalkan ajaran tasawuf dalam kehidupan kesehariannya.
Al-Ghazl dikenal sebagai salah satu filsuf dan teolog muslim terbesar dalam sejarah. Dia memiliki pengaruh yang besar dalam berbagai bidang seperti filsafat, teologi, hukum, dan mistisisme Islam. Karyanya yang paling terkenal dalam filsafat adalah "Incoherence of the Philosophers" (Tahafut al-Falasifah), di mana ia mengkritik pandangan-pandangan filsuf Yunani dan filsuf islam yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Setelah mengajar di universitas terkemuka pada masanya, al-Ghazl mengalami krisis spiritual yang mengubah arah hidupnya. Ia meninggalkan posisinya sebagai profesor dan mengembara selama beberapa tahun untuk mencari makna hidup. Pengalaman spiritual ini mengarahkannya menuju jalan sufisme, aliran mistisisme dalam Islam. Al-Ghazali kembali ke pengajaran dan menulis banyak karya penting setelah periode pencariannya. Karyanya yang lain termasuk "Revival of the Religious Sciences" (Ihya Ulm al-Dn), yang menjelaskan praktik-praktik keagamaan dan moralitas dalam Islam.
Al-Ghazali meninggal pada tahun 1111 M di Tus, Iran. Warisannya sebagai seorang intelektual muslim terus mempengaruhi pemikir dan cendekiawan Muslim hingga hari ini. Karya-karyanya terus menjadi objek studi dan dipelajari di seluruh dunia sebagai sumbangan yang berharga bagi pemikiran Islam.