Lihat ke Halaman Asli

Ramadan, Masjid Gede Kauman Malah Sepi

Diperbarui: 11 Juni 2017   06:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pribadi

Ramadan kembali menyambut denyut kehidupan. Tempat ibadah dan nuansa Islam kerap menjadi sorotan. Tak terkecuali Masjid Gede Kauman yang epic akan historisnya menjadi pemanis di Daerah Istimewa Yogyakarta, Alun-Alun Keraton, Ngupasan, Yogyakarta. Masjid Gede Kauman selain dikenal dengan kaya historinya, namun juga menjadi destinasi wisata Jogjakarta yang sayang untuk dilewatkan. Karena ilmu sejarah dan suasana masjid yang tenang menjadi role mode kebanyakan masjid di Jogjakarta. Sayangnya, ada gradasi lain yang mengilangkan esensi Ramadan di Masjid Gede Kuman tahun ini. Tepatnya ketika saya mengunjungi Masjid Gede Kauman pada 29 Mei 2017, hari kedua Ramadan. 

Dok.pribadi

Sebagai sarana tempat ibadah, seharusnya suasana di Masjid Kauman akan bertambah ramai dengan momen bulan Ramadan. Sayangnya, hal ini berbeda dengan ekspektasi saya setelah tiba di masjid peninggalan 29 Mei 1773 M ini. Tak ada lagi hiruk-pikuk yang sering terdengar, menjadi ironis karena bulan Ramadhan seharusnya suasana masjid menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Namun nyatanya keadaan memecahkan tebakan imajinasi.

Walaupun demikian, bersyukur tetap ada ibu-ibu pengunjung yang setia menunggu waktu Dhuha ke Zuhur dan dengan mudah bercengkerama dengan akrab. Sayangnya, sangat sedikit ditemukan pemuda duduk ataupun menunggu di Mesjid Agung ini. Seharusnya yang menghidupkan dan meramaikan suasana Ramadan juga perlu adanya sosok pemuda. Karena jiwa dan ide pemuda tentunya dapat melahirkan inovasi dan perubahan yang lebih baik untuk kepentingan bersama. 

Dok.pribadi

Ternyata bukan menjadi sudut pandang saya saja jika Masjid Gede Kauman menjadi sepi. Sosok ibu penjual keripik yang sudah setahun lamanya berjualan di daerah Masjid pun memperkuat argeumen saya. "Mulai awal Ramadan jadi sepi, Mba, biasanya rame banyak yang dateng. Mungkin karena baru awal Ramadan," tutur Ibu Mirna. 

Bukan hanya pengunjung yang menjadi pembeda suasana di Masjid Kauman. Esensi Ramadan yang sakral dan tenang berubah ketika salah satu sponsor susu sibuk mendirikan banner dan tenda sebagai media promosinya. Hal ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Di mana sponsor mencari keuntungan dengan bantuan momen Ramadan, yang mana belum tentu pihak masjid mendapatkan benefit yang sama. Lahan beribadah bergeser menjadi media pencari keuntungan.

Dok.pribadi

Selain itu, sosok pengemis yang berada tepat di depan pintu gerbang menumbuhkan image seperti muslim identik peminta-minta. Bukan berarti menutup kita untuk tidak bersedekah, namun pada poinnya di sini memunculkan kritik bukankah Ramadan tempat untuk mencari ladang amalan tidak hanya bekerja dengan meminta-minta? Bukankah kita dianjurkan untuk berusaha daripada meminta-minta? 

Buktinya masih ada ibu berusia renta yang dengan ringannya bekerja keras sebagai petugas kebersihan Masjid Gede Kauman. Dengan modal kerja dengan ikhlas dan merasa cukup atas sumbangan infaq sukarela.

Dok.pribadi

Bulan yang dijumpai hanya satu bulan sekali dalam setahun akan menjadi bulan yang dirindukan. Marilah berbenah diri dan peduli dengan sekitar. Semangatkan Ramadanmu dengan kembali ramaikan masjid dan peduli dengan keadaan masjid. Karena Masjid merupakan rumah terbaik memberikan kenyamanan dan ketenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline