Lihat ke Halaman Asli

Polemik Pengoperasian Kereta Cepat Jakarta Bandung: Antara Urgensi dan Rekontruksi

Diperbarui: 23 Januari 2023   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Artikel ini dibuat bukan untuk menjelek-jelekkan personal maupun golongan. Artikel ini juga tidak dibuat untuk mengujar kebencian. Artikel ini dibuat berdasarkan pandangan pribadi penulis, membuatnya pun harus melewati serangkaian riset terlebih dahulu.

Sehingga seluruh fakta yang ada di dalam artikel ini terbukti dan tidak asal asalan. Mohon maaf apabila artikel ini dirasa memilikki banyak kekurangan, baik dari segi teori maupun argumen. Semoga kekurangan tersebut dapat menjadi evaluasi untuk kedepannya.

Siapa yang tidak tahu kereta cepat Jakarta Bandung? Proyek yang digadang gadang membawa perubahan visioner bagi Bangsa Indonesia ini terkenal akan polemiknya, mulai dari perencanaan, pendanaan, sampai dalam tahap kontruksi. Proyek ini dinilai kurang perhitungan dan juga menghambur-hamburkan uang negara. 

Dengan polemik sebanyak ini, tentunya masyarakat cemas dan juga pesimis terhadap berjalannya proyek ini. Namun perlu diingat kembali, bahwa sebelum kereta cepat Shinkansen berjaya di Jepang, masyarakatnya juga tidak optimis terhadap perkembangan proyek itu. Akan tetapi cobalah lihat sekarang, kereta cepat shinkansen menjadi primadona masyarakat Jepang dalam berpergian jauh. Mungkin itulah yang ada di benak pejabat manakala memikirkan proyek ini.

Proyek ini bukanlah sebuah isapan jempol, sejauh ini proyek kereta cepat Jakarta Bandung berjalan sebanyak 83% dan ditargetkan beroperasi awal tahun 2023. Berbagai macam kendala mulai dari Groundbreaking, pembengkakan dana, sampai kecelakaan kerja telah dilalui. Sehingga pembangunan proyek yang memakan waktu kurang lebih 3 tahun tersebut dikatakan berjalan masif, puncaknya terjadi ketika 2 rangkaian kereta cepat tiba di tanah air. 

Rangkaian yang tiba antara lain Comprehensive Inspection Train (CIT) atau yang sering disebut dengan komodo kuning dan kereta EMU CR400AF atau biasa disebut komodo merah. 

Kereta CIT nantinya bakal digunakan sebagai kereta inspeksi jalur, dimana kereta ini memilikki teknologi untuk mendeteksi kondisi jalur, persinyalan, dan juga aliran listrik atas secara cepat. 

Sementara CR400AF akan digunakan sebagai kereta penumpang yang mana nantinya akan datang 12 unit rangkaian CR400AF lainnya. Kedua kereta ini sekarang telah standby di depo tegalluar dan hanya dijalankan untuk sejumlah uji coba dinamis.

Dengan datangnya 2 rangkaian kereta cepat tersebut memberikan pandangan ke masyarakat bahwa proyek ini berjalan lancar. Namun faktanya muncul permasalahan permasalahan baru menjelang pengoperasian kereta cepat ini. Sebut saja soal moda pendukung Kereta Cepat Jakarta Bandung. Kita semua tahu bahwa posisi stasiun kereta cepat tidak benar benar berada di pusat kota. 

Di pihak jakarta stasiun berada di kawasan Halim yang mana untuk menjangkau pusat Jakarta dapat menggunakan moda Light Rapid Transit (LRT), sementara di pihak Bandung stasiun berada di kawasan Tegalluar atau Rancaekek yang mana untuk menuju pusat Kota Bandung dapat menggunakan layanan kereta feeder yang terintegrasi pada Stasiun Padalarang. Tentunya hal ini dinilai kurang efektif, pasalnya kita harus berganti ganti moda transportasi untuk sampai ke tujuan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline