Penulis Riska wahyundari
Kehidupan berdemokrasi di suatu negara salah satunya ditentukan oleh seberapa besar partisipasi politik dari masyarakatnya. Partisipasi itu akan tampak ketika masyarakat ikut terlibat secara aktif dalam kehidupan berpolitik. Contohnya, ketika pemilihan presiden, kepala daerah, atau saat memilih wakil-wakil mereka yang akan duduk di kursi parlemen, baik di pusat maupun di daerah.
Menurut pakar ilmu politik, mendiang Miriam Budiardjo dalam bukunya Partisipasi dan Partai Politik, tinggi atau rendahnya partisipasi politik di masyarakat menjadi indikator penting bagaimana perkembangan berdemokrasi di negara tersebut. Semakin tinggi tingkat partisipasi politik masyarakatnya, maka itu menunjukkan bahwa mereka peduli terhadap perkembangan politik di negara mereka. Sebaliknya, semakin rendah angka partisipasi politik masyarakat di suatu negara menjadi pertanda kurang baik.
Dalam proses berdemokrasi tadi, terdapat kelompok-kelompok di masyarakat yang akan ikut mempengaruhi tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik. Salah satunya adalah anak-anak muda. Mereka adalah kelompok masyarakat yang menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan didefinisikan sebagai warga negara Indonesia dalam rentang usia 16 hingga 30 tahun.
Dalam perkembangannya, mereka kemudian disebut sebagai Generasi Z dan Generasi Milenial. Badan Pusat Statistik mendefinisikan Generasi Z sebagai penduduk Indonesia yang lahir dalam rentang tahun 1997-2012 dan Generasi Milenial adalah mereka yang lahir antara 1981 hingga 1996.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, dari 270,2 juta jiwa populasi Indonesia saat ini, sebanyak 53,81 persen di antaranya merupakan gabungan dari kedua generasi di atas tadi. Rinciannya sebanyak 27,94 persen diisi oleh Generasi Z dan 25,87 persen lainnya masuk dalam kategori Generasi Milenial. "Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto, ketika memberikan keterangan pers mengenai hasil Sensus Penduduk 2020 di Jakarta, (21/1/2021).
Menurut Hasanuddin Ali dari Alvara Research, tipikal Generasi Z menuntut kehadiran internet nyaris di sepanjang kesehariannya. Ketergantungan mereka terhadap internet bahkan menyentuh angka 93,9 persen atau biasa disebut sebagai mobile generation. Generasi ini kehidupannya lebih banyak diwarnai dengan keceriaan (cheerful).
Sedangkan Generasi Milenial memiliki ketergantungan dengan internet sekitar 88,4 persen dan dalam kehidupannya masih berjuang untuk meniti karier. Demikian diungkapnya saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertema "Politik Digital, Pendidikan Politik, dan Partisipasi Politik Bagi Generasi Muda" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informasi di Jakarta, Sabtu (17/4/2021).
Dalam dunia politik, kata Hasanuddin, anak-anak muda tadi merupakan aset berharga dan menjadi incaran partai-partai politik. Ini lantaran Generasi Z dan Generasi Milenial merupakan kekuatan tersendiri yang harus direbut suaranya di dalam kontestasi pemilihan, baik pemilihan pemimpin negara, kepala daerah, atau saat memilih wakil rakyat.
Pengaruh Media Sosial
Penetrasi internet di Indonesia saat ini telah menjangkau 196,7 juta penduduk berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Kondisi ini membuat partai-partai politik berlomba-lomba menceburkan diri membangun kekuatan baru di ranah digital. Mereka kemudian masuk ke berbagai platform media sosial yang ada demi mendapatkan simpati anak-anak muda melek teknologi.