Lihat ke Halaman Asli

Aku "Wartawan Kampus", Pejuang Muda Pers di Indonesia

Diperbarui: 17 Agustus 2017   19:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Pemuda-pemudi yang baik dengan rasa nasionalisme tinggi pasti akan membela negaranya apapun caranya pasti ia lakukan. Berkaca pada zaman pra-kemerdekaan pemuda-pemudi bangsa ini, harus berpeluh darah untuk melawan menjajah. Dapat dikatakan sebagai pahlawan apabila mereka berpihak kepada Indonesia dan menumpas sang negara imprealisme atau lebih tepatnya penyamun dunia itu. Meneggakkan sang saka merah putih di Hotel Yamato serta membuang serpihan kain biru ke tanah, tahan ditembak mati demi menjaga harga diri bangsa. Jika begitu cara pemuda-pemudi sebelum kemerdekaan berjuang untuk negeri tercinta, bagaimana dengan pemuda-pemudi era milenium sekarang menunjukkan rasa cinta dan pedulinya terhadap negara?

Jangan dikatakan anak bangsa Indonesia apabila mereka belum menjadi pahlawan untuk negerinya sendiri. Zaman digital nan canggih ini begitu banyak metode tersedia memenuhi negeri, supaya rakyatnya tetap pada pendirian membela negeri. Layaknya seorang mahasiswa, sebagai agent of change. Mahasiwa terdiri dari orang-orang pilihan negara untuk memberikan perubahan yang terbaik untuk negeri. Tak hanya berjuang untuk diri sendiri melainkan harus bisa menjadi penyambung lidah masyarakat luas.

Tak banyak yang mengetahui bahwa kekuatan mahasiswa itu berasal dari kata 'Pers Mahasiswa' dari sinilah sebuah opini dan pergerakan mahasiswa terbentuk. Universitas-universitas di Indonesia sudah dipastikan memiliki media kampus sendiri. Media internal tersebut dinaungi oleh pihak kampus, didalam media ini juga lahirlah para wartawan-wartawan kampus yang tanpa digaji mengais berita untuk dipublikasikan. Pemikiran murni yang mencuat dari emosianal darah muda yang diluapkan dalam tulisan. Pers Mahasiswa ini, banyak yang tak mengenal bahwa dari si 'muda' inilah cikal bakal media di Indonesia terbentuk.  Dari seorang mahasiswa untuk  Pers Indonesia.

Pergerakan untuk memberikan karya terbaik sebagai wartawan kampus saya rasakan selama dua tahun hingga sekarang. Bagaimana saya dan teman-teman wartawan lainnya berusaha untuk membahas keluh kesah mahasiswa terhadap kampus, pro-kontra organisasi kampus, dan polemik para pejabat kampus. Tanpa digaji, dengan sedikit dana yang  didapatkan untuk membuat majalah atau tabloid. Wartawan icak-icak inilah sebutan  sebagian orang, bergerak mencari membongkar isu dan mengejar para narasumber yang susah ditemui. Dengan label yang tak cukup mumpuni, kami dianggap belum pantas membongkar kejahatan.  Bahkan, tak jarang juga kami menjadi sasaran para petinggi karena dengan sengaja kami menanyakan sesuatu yang menurut mereka tak pantas.

Menatap masalah tersebut, bukannya para wartawan kampus ini tidak pernah berlatih dalam dunia jurnalis. Khususnya di daerah Bandung, kami memiliki sebuah organisasi yang saling berkaitan antar para wartawan di media kampus yaitu, Forum Komunikasi Pers Mahasiswa se Bandung. Di forum itulah kami setiap tahunnya melakukan pelatihan jurnalistik untuk para calon wartawan agar kami dapat mencari, menggali, mengolah, dan mempublikasikan sebuah berita sesuai ketentuan serta berdasarkan fakta. Selain, melakukan pelatihan kami juga mengadakan diskusi-diskusi yang bertemakan isu dalam negeri. Dengan berdiskusi terkadang kami mencanangkan program-program membela kebenaran.

Seperti saat kemarin hebohnya hoax, setiap media kampus menyalurkan aspirasi-aspirasinya melalui opini yang terpublish di web masing-masing. Gempar melakukan peliputan yang berkaitan dengan penyebar hoax bahkan memberikan metode kepada setiap pengguna internet untuk tidak terpengaruh dengan berita tersebut. Itu hanya gebrakan utama, belum lagi pergerakan lewat aksi-aksi anti hoax yang berkerjasama dengan Aliansi Jurnalis Indonesia dan Persatuan Wartawan Indonesia. Pers mahasiswa harus menjalankan tujuannya yaitu memberikan dan menerima informasi yang dibutuhkan bagi masyarakat  khususnya mahasiswa. Serta memahami keterampilan untuk memilah berita serta membaca rahasia dalam informasi harus dimiliki oleh wartawan kampus, supaya terhindar dari persebaran hoaxyang beredar.

Wartawan kampus memang tidak bergerak berdarah-darah dan berdemonstrasi bakar ban di depan istana presiden dalam mengkritik kinerja pemeritahan. Tetapi lebih dari itu kami menjelajahi fakta kinerja buruk dan membeberkannya ke dalam masyarakat. Berawal dari isu politik di kampus yang kami coba sajikan. Layaknya seperti media konvensional, kami juga memiliki peraturan dalam liputan. Wartawan kampus wajib menggelar rapat proyeksi dalam menentukan isu, mebentuk kru liput untuk pembuatan depth reporting dan memiliki kartu pers dalam liputan. Walaupun terkadang kami hanya menyampaikan permasalahan saja tidak meluas ke titik akhir penyelesaian dari sebuah masalah tersebut. Mengapa rata-rata berita-dari media kampus selalu berhenti pada tidak penyelesaian dan tidak ada titik temu, ini karena kendalanya adalah bahwa kami masih memikirkan bahwa perlindungan terhadap wartawan kampus masih minim, salah sedikit dalam penyebutan nama orang yang bersalah, drop out ancamannya bagi kami. Dilindungi oleh kampus, terkadang juga sempit bagi kami untuk berjuang mempublikasikan kejahatan pendidikan di perguruan tinggi.

Menurutku, 'Wartawan Kampus' seharusnya mendapatkan penghargaan yang berharga untuk Indonesia. Melalui  media kecil inilah, bahwa bangsa ini akan menemukan pemikiran-pemikiran kritis dan membangun. Media kampus masih bersih serta suci dari hegomoni media, wartawan yang bergerak bukan karena uang tapi membela secuil isu demi sebuah perubahan. Bergerak dalam dunia jurnalistik akan melahirkan pemuda-pemudi Indonesia yang taat akan literasi kebangsaan. Tidak semudah yang dibayangkan, tidak mudah menganggap remeh wartawan kampus yang hanya berbekal kartu pers buatan media internal. Jauh dari itu, wartawan kampuslah yang dapat menjadi pilar sebuah perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang baik citranya dan mahasiswa yang kritis pasti datang dari media kampus dengan wartawan tangguhnya.

Menjadi sosok agent of change di bangsa ini, saya bertahan dalam peliputan untuk menjauhkan kebohongan yang menyelimuti kebenaran dan hal itu saya pelajari saat menjadi 'Wartawan kampus'. Media Kampus sudah melahirkan puing-puing kecil untuk memepertahankan Indonesia dengan tangan-tangan wartawan yang bergerak perlahan namun pasti. Bagi kami, menjadi seorang pahlawan tak harus berdiri dan menjerit ditengah riuhnya polemik kehidupan bangsa. Hanya dengan kebenaran yang kami tuangkan dalam tulisan, pasti akan menyumbang hadiah terbesar kemerdekaan Indonesia yang sudah terlahir 72 tahun yang lalu. Mari hargailah pahlawan tinta yang muda berkarya di kata-kata, bahwa dari 'Wartawan Kampus' ini Indonesia tetap memiliki pemuda-pemudi kritis sesuai literasi kekritisannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline