Tauhid adalah salah satu hal terpenting yang harus difahami, dimiliki dan dipegang teguh oleh umat islam, karena dengan tauhid seseorang dapat mengerti apa arti dari kehidupan yang dia jalanani.
Tauhid mempunyai peran besar terhadap hidup manusia, karena dengan tauhidlah manusia dapat memahami arti dan tujuan hidup mereka. Marilah kita tengok di dalam kehidupan kita pada zaman yang katanya modern ini, banyak manusia yang hidup tanpa tujuan yang jelas, mereka bekerja siang malam banting tulang hanya untuk mendapatkan harta yang banyak, dengan harta itulah mereka berusaha memuaskan hawa nafsunya yang tak kunjung puas dengan apa yang telah mereka lakukan, padahal Allah telah berfirman dalam ayat-Nya, yang artinya "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaku".
Tauhid menurut bahasa artinya mengetahui dengan sebenarnya Allah itu Ada lagi Esa. Menurut istilah, tauhid ialah suatu ilmu yang membentangkan tentang wujudullah (adanya Allah) dengan sifat-sifat-Nya yang wajib, mustahildan jaiz (harus), dan membuktikan kerasulan para rasul-Nya dengan sifat-sifat mereka yang wajib, mustahil dan jaiz, serta membahas segala hujah terhadap keimanan yang berhubungan dengan perkara-perkara samiyat, yaitu perkara yang diambil dari Al-Quran dan Hadist dengan yakin.
Kembali pada pembahasan tentang paradigma tauhd. Paradigma tersebut berpandangan, bahwa alam dan kehidupan merupakan satu sistem yang holistik dan integral yang menempatkan Tuhan sebagai satu-satunya sentral. Bagi orang beriman, tidak ada keraguan untuk memaknai sentral tersebut sebagai "Yang Maha Kaya/tak tergantung, sedang manusia serba tergantung (QS.47: 38)" dan "Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Lahir dan Maha Bathin (QS.57: 3). Paradigma tersebut tentu saja sangat luas, sebab pembelajaran menyakut pengembangan ilmu dan kehidupan manusia yang menyentuh segala aspek dan bidangnya.
Dr. Mulyadhi Kartanegara menawarkan sebuah konsep rekontruksi pengembangan ilmu dengan prinsip integrasi. Berangkat dari kehawatirannya yangserius tentang adanya dikotomi yang sudah sangat kronis antara ilmu dan agama, beliau menulis buku berjudul "Integrasi Nilai: Sebuah Rekonstruksi Holistik".Dalam upaya tersebut, beliau menawarkan satu prinsip utama, yaitu prinsip tauhid.Konsep tauhid yang diangkat dan digunakannya di sini adalah rumusan wadatulwujuddari Mulla Shadra yang menyatakan, bahwa segala wujud yang ada -- dengan segala bentuk dan karakternya -- pada hekekatnya adalah satu dan sama. Yang membedakan satu dari yang lainnya hanyalah gradasinya (tasykk al-wujd) yang disebabkan oleh esesnsinya. Oleh karena itu, menurutnya (2005: 35) segala wujud yang ada, baik yang bersifat spiritual atau materil dapat dijadikan objek yang validbagi ilmu.4
Berangkat dari pemikiran latarbelakang yang sama, yakni ada paradigma ilmuBarat yang sekuler, Kuntowijoyo (1991: 327) menawarkan pula suatu paradigmayang disebutnya paradigma Alquran. Beliau mengartikannya sebagai suatu konstruk pengetahuan yang memungkinkan kita mamhami realitas sebagaimana Alquran memahaminya. Konstruk pengathuan ini dibangun oleh Alquran pertama-tamadengan tujuan agar kita memamiliki "hikmah" yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang sejalan denan nilai-nilai normatif Alquran, baik pada level moral maupun sosial. Pendekatan yang digunkana mengkaji al-Quran dalam rangka mengangkatnya sebagai paradigma, menurutnya adalah pendekatan sintetik-analitik. Dengan pendekatan ini, al-Quran dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian mengenai konsep-konsep dan bagian mengenai kisah-kisah dan amtsal (perumpamaan).
Pendekatan sintetik memandang pengembangan arche-type dari sisipesan moralnya yant gbersifat abadi dan univeersal, bukan segi peristiwa-peristiwa historisnya dan bukansegi bukti empirisnya. Sedang pendekatan analitik memandang ayat-ayat al-Quran sebagai pernyataan-pernyataan normatif yang harus dianalisis dan diterjemahkan pada level yang obyektif. Ini berarti al-Quran harus dirumuskan dalam bentuk kontruk-konstruk teoritis. Elaborasi terhadap konstruk-kontruk teoritis al-Quran inipada akhirnya merupakan kegiatan Quranic theority building (perumusan teori Alquran). Dan dari sinilah muncul paradigma qurani.
Lain halnya dengan Hasan Langgulung. Beliau mencoba mengembangkan paradigma Islam tentan ilmu dan pendidikan itu dengan mengangkat konsep ummah, paradigma ummah. Ummah menurutnya (2002: 137) adalah orde sosial dalam Islamyang bersifat universal, meliputi semua umat manusia tanpa kecuali. Islammengakui sifat pengelompokan manusia ke dalam keluarga-keluarga, suku-suku, dan bangsa-bangsa, sebagai aturan yang telah diciptakan dan ditentukan Tuhan. Kecuali ada pengakuan tersebut, Islampun menyatakan bahwa standar kualitas eksistensi masing-masing kelompok tersebut terletak pada keterarahan dan keterintegrasiannya kepada-Nya. Dengan demikian jelas, bahwa yang dimaksud ummahadalah untuk menjadi saksi bagi pelaksanaan risalah ilahiyah seperti yang terkandung dalam Alquran.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI