Lihat ke Halaman Asli

Riskawati

Mahasiswi

Pilihan yang Sulit

Diperbarui: 2 Oktober 2024   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Nak, sekolahnya udah dulu ya, gak ada yang temani ibu di rumah, ibu sudah cukup kesepian tanpa anak-anak ibu. Ibu sudah tua renta, nak. Ibu hanya ingin menghabiskan waktu bersama anak-anak ibu. Kepada anak ibu yang mana lagi yang bisa ibu meminta ini? Hanya kamu dan adik mu yang belum berkeluarga. Lagian kakak kamu yang satu dan belum berkeluarga juga sedang kerja, nak. Adik kamu sudah memasuki bangku SMA, tidak lama lagi dia akan melanjutkan kuliah. Untuk itu, ibu memohon kamu cukup S1 saja yah", ucap ibu dengan suara lembutnya.

Seketika Ria terdiam mendengar ucapan ibunya. Tak sadar air mata membasahi pipinya. Ia bingung dengan keadaannya saat ini.

Ria merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Ia berasal dari keluarga sederhana di desa pelosok yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan, bahkan untuk ke pasar harus menempuh 10 KM perjalanan dengan akses jalan yang kurang bagus. Sejak SD hingga SMA ia harus tinggal bersama neneknya dikarenakan agar tidak begitu jauh dengan sekolah. Setiap hari Ria harus berjalan kaki ke sekolah dengan jarak kurang lebih 1 km dari rumah nenek. Namun, sedikitpun ia tak pernah mengeluh meskipun rasa lelah pasti ada. Beruntungnya, sekolah baik SD hingga SMA jalan yang ditempuh tetap sama, karena ketiga jenjang sekolahnya sejajar atau hanya satu arah. Artinya, Ria menempuh pendidikan hingga SMA dengan berjalan kaki setiap harinya selama 12 tahun.

Tak bisa dipungkiri, saat ini ia sudah menempuh pendidikan di bangku perkuliahan. Lagi-lagi ia semakin jauh dengan orang tuanya, karena harus merantau ke luar kota. Menurutnya, untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang dosen haruslah memiliki semangat dan mental sekuat baja. Berbagai rintangan harus Ria lewati dengan penuh kegigihan, salah satunya bagaimana ia bisa menjadi seorang mahasiswa dengan tidak membebani kedua orang tuanya. Saat sekolah pun ia sangat jarang membawa uang jajan bahkan bisa dihitung berapa kali ia jajan selama sebulan, dan itu berlangsung sejak SD hingga SMA. 

Saat punya uang jajan, ia lebih suka menabung. Salah satu cara agar ia tidak boros di sekolah, dengan membawa bekal atau sarapan sebelum berangkat sekolah. Terkadang ia juga mendapat bantuan jajan dari temannya, karena temannya tahu bahwa Ria tidak membawa uang. Selama kuliah, Ria juga masih suka menabung untuk keperluannya sebagai mahasiswa. Apalagi saat ini ia sudah memasuki semester akhir yang memerlukan banyak biaya. Setiap bulan ia menyisihkan uang beasiswanya, entah berapapun jumlahnya.

Bercita-cita menjadi seorang dosen tentu saja harus menempuh S2 terlebih dahulu. Namun, ucapan ibunya kini membuatnya begitu dilema. 

"Ya Tuhan, Engkau menghadapkan ku dengan pilihan yang begitu sulit. Di satu sisi aku ingin melanjutkan S2 yang tentunya akan membuat ku jauh dari orang tua dimana usianya sudah tidak muda lagi dan rentang terhadap penyakit. Di sisi lain jika aku tidak melanjutkan S2 ini maka aku harus mengubur cita-cita ku. Aku mengejar umur mereka yang sudah tidak muda lagi. Aku ingin sekali mengangkat derajat mereka. Memberangkatkan mereka ke tanah suci adalah salah satu wishlist ku. Aku juga ingin membantu biaya pendidikan adik ku sebelum aku pun berkeluarga nantinya. Ya Tuhan, Aku ingin mereka hidup jauh lebih lama lagi hingga bisa melihat putrinya ini sukses suatu saat nanti", ucap Ria menatap langit malam di teras kosnya.

Tibalah Ria di titik kelulusannya. Haru bahagia campur aduk. Ia tak sangka bisa mendapatkan gelar di belakang namanya berkat kegigihannya selama berkuliah. Di hari bahagia Ria, keluarganya turut merayakan dan merasa terharu atas pencapaiannya. Namun, di balik senyum Ria yang membersamai keluarganya, ternyata dua pilihan sulit itu masih menghantui kepalanya.

Bagaimana kehidupan Ria kedepannya, akankah ia melanjutkan studi S2? Ataukah ia akan kembali ke kampung halamannya menjadi guru saja agar bisa menemani dan merawat orang tuanya?

See you next part....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline