Pada tanggal 15 Maret dunia merayakan resolusi penting PBB soal islamfobia. Karena beberapa hal yang sudah terjadi, Islam memang akhirnya dipandang sinis oleh banyak pihak terutama menyangkut adanya kekerasan yang terjadi didunia seperti black september, bom bali 1 dan dua. Beberapa bom yang meledak di gereja di Filipina dan beberapa lainnya di eropa.
Setelah itu, sebagian memang dunia memanadang islam dengan curiga. Bukan saja karena kekerasan yang mereka lakukan tetapi juga menyangkut masa depan generasi muda ke depan. Kita tahu, organisasi radikal seperti ISIS merekrut banyak sekali anak muda, dikondisikan (dicuci otak) dan kemudian membantu ISIS, meski kemudian kalah.
Resolusi ini seperti angin segar bagi kita semua, umat muslim . Ada perhatian dari badan dunia untuk melawan pandangan negatif tentang agama ini. Dan itu harus kita manfaatkan dengan baik, antara lain dengan sikap dan perilaku yang baik. Puasa yang kita jalankan ini juga bisa menjadi duta bagi kebaikan yang dilakukan oleh umat muslim.
Sebenarnya, negara kita ini adalah laboratorium yang sangat besar bagi pluralisme. Ada ratusan suku dan bahasa yang ada di Indonesia. Juga keyakinan (agama) yang beraneka macam termasuk aliran kepercayaan.
Dengan kondisi itu sebenarnya Islamfobia tidak akan berkembang dengan baik di Indoensia. Kita bisa melihat di Jawa Timur. Bagaimana NU berkembang dengan baik dan bersahabat dengan non muslim dengan baik pula. Tak hanya di Jawa Timur, Nu juga bersahabat dengan warga Bali yang memeluk agama Hindu dengan baik. Mereka kerap bekerjasama menjaga upacara keagamaan dengan para pecalang (keamanan swadaya masyarakat) di Bali.
Begitu juga muhammadiyah di beberapa daerah . Malah ada istilah yang agak menggelikan setahun yang lalu yaitu Kristen, tapi Muhammadiyah atau NU, tapi Kristen? Atau frasa Kristen Muhammadiyah dan NU Cabang Nasrani. Istilah unik dari dua organisasi Islam besar di Indonesia itu lebih bernada "promotif" dari suatu fakta sosiologis menyejukkan mengenai relasi antaragama di negeri kita.
Banyak sekali non muslim yang kagum dengan sosok Abdurrahman Wahid atau beberapa gereja yang berhubungan dengan baik dengan orang-orang NU. Mereka merasa nyamand engan NU dan Muhammadiyah. Mereka kemudian menjadi dekat dengan tokoh dan warga NU. Kaum non-Muslim mencintai NU atau di lingkungan santri dikenal sebagai "muhibbin" alias pecinta NU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H