Lihat ke Halaman Asli

riska nuraini

suka menolong orang

Agama untuk Perdamaian Bukan untuk Konflik

Diperbarui: 4 Maret 2022   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nasional.kompas

Agama bisa punya dua sisi mata uang. Pertama  adalah unsur pemersatu dan kedua adalah bahwa agama sangat bisa menjadi pemicu konflik.

Agama sebagai pemersatu sangat mudah kita temukan karena kesamaan otomatis akan memunculkan solidaritas. Dan solidaritas dengan mudah akan menimbulkan tindakan simpatik (untuk menolong) atau tindakan positif lain yang dapat dikatagorikan sebagai pemersatu.

Hal ini bisa kita dapati dengan peristiwa Palestina dan Israel dimana mayoritas warga Palestina beragama Islam sedangkan Israel adalah Yahudi. Banyak tindakan solidaritas yang dipacu oleh perasaan kebersamaan berdasarkan agama.

Hal ini juga bisa kita dapati di tanah air kita dimana banyak orang bersimpati pada seseorang atau sekelompok orang karena persamaan agama. Hal ini semisal kita mendapati satu wilayah ingin mendirikan masjid atau pesantren, maka simpati berupa bantuan finansial akan berdatangan dari segala arah.

Namun seperti yang saya katakan tadi bahwa agama juga bisa menjadi pemicu konflik. Contoh paling nyata di sini adalah peristiwa pilkada jakarta. Pilkada ini menggunakan agama sebagai senjata untuk menyerang pihak lain. Banyak pengamat dan media mengatakan bahwa penggunaan agama sebagai alat politik (politisasi agama) digunakan dengan sangat brutal sehingga menutupi segala lapisan informasi yang ada pada saat itu.

Politisasi agama pada saat itu terjadi pada isi ceramah imam pada saat salat Jumat di masjid, tapi juga di pengajian-pengajian terbuka maupun eksklusif. Politisasi agama juga terjadi pada ruang-ruang onair baik di media online maupun di media sosial.

Kita bisa melihat dan membaca bahwa sekelompok orang bahkan ibu-ibu menghujat kelompok lain dengan ujaran tak pantas di media sosial. Bagaimana seorang remaja dengan ringannya memaki dengan nama binatang atas salah satu kontestan politik pada saat itu. Dimensi ruang informasi di Jakarta pada saat itu sangat penuh dengan ujaran kebencian.

Dengan jelas kita bisa melihat dan mendengar bahwa pada saat itu maasyarakat terbelah. Satu kelompok membenci kelompok lain karena provokasi berdasarkan agama. Singkat kata bahwa agama sangat bisa digunakan sebagai alat pemecah alias konflik.

Pada titik ini, kita harus sadar bahwa apapun agamanya, sejatinya semuanya adalah ajaran soal perdamaian, dan persatuan semua umat. Meski berbeda doktrin teologis, ritual ibadah, simbol dan ekspresi kesalehan, pada dasarnya semua agama menuju satu titik yang sama, yakni penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline