Juni 2018 merupakan ajang pancarian pemimpin daerah. Setidaknya ada 171 daerah yang menggelar pesta demokrasi, untuk mendapatkan pemimpin yang bertanggungjawab, amanah, tapi tetap toleran terhadap keberagaman.
Harapan itu tentu ada dibenak semua orang. Untuk itulah, momentum pilkada diharapkan bisa menjadi ajang untuk saling adu kecerdasan, adu gagasan dan program, agar masyarakat juga bisa mendapatkan pilihan yang tepat. Masyarakat juga diharapkan menjadi pemilih yang cerdas, agar terus mendorong para pasangan calon yang bertarung di pilkada serentak, mengobral program kerja bukan janji, yang tidak ditepati ketika duduk di kursi kekuasaan.
Dorongan untuk mengobral gagasan di masa kampanye ini, harus disuarakan oleh semua pihak. Jangan sampai pilkada justru dipenuhi oleh bibit kebencian, yang sengaja dimunculkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Upaya ini harus dicegah, agar tidak menyebar menjadi provokasi yang bisa merugikan semua pihak. Jangan sampai Indonesia yang damai dan tenang ini, berubah menjadi Indonesia yang penuh dengan konflik. Jika hal ini terjadi, dikhawatirkan akan memicu terjadinya kebencian di tengah masyarakat.
Mari kita belajar dari pilkada DKI Jakarta. Banyak orang yang terprovokasi ujaran kebencian. Tidak sedikit diantara kita yang menjadi tersangka, hanya karena mengunggah pesan-pesan yang mengandung kebencian.
Bahkan, karena begitu masifnya provokasi kebencian ini, ada sebagian pihak yang berani melakukan persekusi. Sampai orang yang meninggal pun, diancam tidak disalatkan, hanya karena berbeda pilihan politik ketika semasa hidupnya. Marilah kita menjadi pribadi yang cerdas, logis, dan manusiawi. Bagaimana mungkin ada ancaman terhadap seorang jenazah? Bahkan tidak sedikit ketika itu tempat ibadah yang dipasang spandung berisi ancaman tersebut.
Bagaimana dengan pilkada di 171 daerah ini? Tentu kita berharap tidak terjadi provokasi kebencian. Kita juga berharap, pasangan calon banyak yang obral gagasan dan program. Karena dengan beradu gagasan, tidak hanya membuat antar paslon beradu program, tapi masyarakatnya juga menjadi cerdas.
Masyarakat akan menjadi kritis, jika paslon yang maju justru tidak menawarkan gagasan baru. Hal-hal semacam ini harus didorong oleh partai politik. Hal ini penting agar pesta demorasi yang mencari pemimpin lokal ini, bisa berlangsung dengan suka cita.
Untuk bisa mewujudkan itu semua, tentu tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Harus dilakukan bersama-sama oleh semua pihak. Mari kita pinjam semangat bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.
Jika kita bersatu dalam melawan ujaran kebencian, maka kerukunan antar umat di negeri ini akan tetap terjaga. Dan pilkada yang damai, pemimpin yang amanah, serta Indonesia yang damai, akan denga mudah tercipta, jika kita saling menghargai. Karena perbedaan politik merupakan upaya untuk mendewasakan demokratisasi negeri ini. Untuk itulah, jangan gunakan pilkada sebagai ajang untuk saling menebar kebencian. Tapi gunakanlah pilakda untuk saling menebar kedamaian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H