[caption id="attachment_377276" align="aligncenter" width="533" caption="layman.org"][/caption]
Menurut beberapa pengamat terorisme, ISIS disebut-sebut sebagai sebuah negara minus pengakuan internasional yang berupaya menciptakan kepemimpinan versinya sendiri, yaitu khilafah. ISIS memiliki wilayah dan rakyat (yang terjebak di sana, serta memiliki kekuatan militer yang cukup kuat sehingga dianggap sebagai bentuk negaraa riil.
Sementara jaringan kelompok teroris di Indonesia mempunyai visi yang sama, yakni mendirikan khilafah. Namun, jaringan kelompok ini terus menerus mengalami kegagalan karena selalu berhasil ditumpas oleh kepolisian Indonesia. Kegagalan yang cukup sering tersebut kemudian menjadi dasar bagi mereka untuk berafiliasi dengan ISIS yang dianggap sebagai bentuk negara riil.
Adapun perkembangan ISIS di Indonesia berakar pada paham radikalisme. Oleh karena itu, untuk dapat menanggulanginya, perlu dipahami apa itu radikalisme dan terorisme. Radikalisme sendiri dibagi menjadi dua hal, yaitu radikalisme teroris dan radikalisme non teroris. Selama ini yang membahayakan adalah radikalisme terorisme karena berupa aksi-aksi teror langsung, di mana berbeda dengan radikal non-terorisme yang umumnya melakukan aksi propaganda. Namun saat ini kondisinya justru lebih berbahaya karena batasan antara dua anak radikalisme tersebut menjadi kabur. Dengan demikian, sulit untuk menghentikan aksi terorisme karena ada pihak radikal non teroris yang memengaruhi untuk melakukan radikalisme teroris.
Undang-Undang sudah cukup banyak, tapi baru dapat digunakan untuk menindak yang melakukan tindak pidana. Tidak ada yang bisa menindak pihak yang pertama mengkafirkan, yakni pihak yang umumnya memicu radikalisme. Pada dasarnya, radikalisme adalah paham yang dianut seseorang atau kelompok yang mengklaim sebagai satu-satunya kebenaran agama. Oleh karena itu, para radikal merasa mempunyai otoritas untuk menghukum pihak yang menganut paham berbeda darinya.
Di Indonesia, radikalisme sebenarnya bukan cerita baru, dan ISIS tidakdapat dikatakan sebagai paham impor karena sebenarnya dapat ditelusuri sejarahnya di negeri ini sejak era awal kemerdekaan. Menurut beberapa kabar yang say abaca, perkembangan paham radikal berawal dari Negara Islam Indonesia (NII). Mereka merasa sebagai representasi Islam yang sebenarnya, meluruskan yang lain dengan cara jihad. Namun, cara jihadnya, adalah jihad menurut versi mereka sendiri yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam yang damai.
Terkait dengan polemic pemblokiran situs-situs Islam bermuatan radikal, saya justru melihat sebagai upaya tepat pemerintah dalam menghalau berkembangnya paham-paham radikal melalui susupan di media-media terkait. Namun mungkin ke depannya pemerintah harus bersikap transparan dalam menyampaikan alasan dan bukti dibalik kebijakan pemblokiran tersebut, sehingga masyarakat pun tidak dihinggapi polemik seperti yang terjadi saat ini.
Terlepas dari itu semua, kita harus tetap waspada dengan ancaman radikalisme, khsusunya ISIS, di lingkungan sekitar kita. Mari bersama-sama tolak paham radikalisme dengan mempuk erat rasa persatuan dalam berbangsa dan bertanah air. Salam damai!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H