Ya, siapa yang tidak tahu bahwa tiap-tiap manusia diberi karunia yang berbeda oleh sang Maha Pencipta. Katakanlah, pelukis, penyair, atau ahli-ahli astronom dan para pakar sains tidak semata-mata memperoleh kemampuannya secara ajaib.
Tapi apakah bakat yang kita miliki? Pernahkah kamu berdiri di persimpangan hidup, antara memilih kesukaan atau kewajiban? Atau tentang mau ke kiri atau ke kanan? Atau lebih senang bicara pada otak kiri atau otak kanan? Tentu saja, kuyakin kamu pernah berada di sana, seorang diri, kemudian berkonsultasi, sampai pada akhirnya kepusingan lagi.
Tapi tanpa disadari, hampir di tiap-tiap kepala di tanah air Indonesia, memiliki bakat yang lahir di era non-pematang sawah seperti sekarang ini. Apakah bakat tersebut juga karunia? Bakat yang lahir di dunia saja, sepertinya. Adalah 'membeli' segala sesuatu, kemudian terus 'membeli' sampai akhirnya akan tidak berhenti 'membeli'.
Katakanlah, ada seseorang yang 'berpikir' kemudian ia 'membuat' sesuatu dengan apa yang dipikirkannya tadi. Kemudian hingga akhirnya 'hasil berpikir'nya memiliki nilai jual. Maka orang tersebut dapat dikatakan sebagai pemikir, pembuat, penjual. Kemudian dimana peranan manusia yang memiliki bakat 'membeli'? Jawabannya adalah di dalam saku orang-orang yang mau berpikir seperti tadi. Ya, di dalam saku. Merogoh saku, kemudian masuk ke dalam saku.
Semakin hari, tingkat hedonisme di negara ini tidak akan berkurang, malah bertambah.
"Wuih gile, hape nya produk eropa, kena berapa juta?""Ah enggak bro, gak begitu mahal ini mah"
Singkat, padat, jelas. Jauh berbeda dengan orang yang menuai kesuksesan dibaliknya. Mungkin akan seperti:
"Bikin apa, ya? Cara kerjanya? Komponen? Jangka waktu? Target? Proses pengerjaan? Kapan mulai? Besok bisa sukses? Harus bisa!"
Bahkan dapat jauh lebih panjang dari pada itu semua. Maksudku adalah, kapan negeri ini memiliki Steve Jobs atau Bill Gates versi sendiri? Sudah ada, memang. Ada banyak, bukan hanya dalam bidang tertentu. Para pelajar pembuat mobil SMK, misalnya. Mereka berpikir keras, kemudian ada orang yang berusaha membeli. Begitulah siklusnya.
Namun yang sering salah kaprah adalah banyak sekali orang-orang yang berbangga diri secara berlebihan akan apa yang telah ia beli, bukan apa yang telah ia ciptakan. Katakanlah, orang kaya, beli mobil, lantas ia bangga, wajar. Namun apakah yang ada di pikiran orang-orang yang menciptakan mobil yang dibeli oleh orang kaya tadi?
Pada akhirnya, semoga akan lahir para pemikir baru. Yang mampu melejitkan nama bangsa. Menambah devisa negara, bahkan bukan tidak mungkin membeli negara adidaya.
Semoga, semoga, dan semoga.Selamat berpikir, berhenti membeli, mulailah membuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H