Lihat ke Halaman Asli

Jangan Mentang-mentang Ya!

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

:)

Ada-ada aja Pak Sopir angkot  ini. Antara jalan layang yang lengang dengan jalan pasar yang penuh sesak, beliau memilih lewat jalan pasar. Saya yakin Pak Sopir tersebut sudah hafal sekali medan yang akan dilaluinya; kondisi jalan yang sempit, sementara orang-orang, motor, becak, dan gerobak tumplek-blek. Dalam kondisi demikian, tidak aneh jika ada salip-salipan atau bahkan senggol-senggolan dikit. Sebuah sepeda motor menyalip angkot yang saya tumpangi. Entah kesenggol, Pak Sopir angkot tiba-tiba berteriak-teriak memaki pengendara sepeda motor yang menyalip barusan. Tidak cukup makian, dia juga melontarkan ancaman, “aing urang dieu asli. maneh wani naon? balad aing loba di dieu(gue orang sini asli, kamu berani apa? konco-konco gue banyak di sini). Untung pengendara sepeda motor yang saya lihat sudah cukup sepuh tidak meladeni. Saya tidak tahu siapa yang salah, siapa yang tidak salah. Toh perselisihan baru saja itu sepertinya bukan lagi tentang siapa yang salah. Tetapi tentang siapa kamu yang hanya musafir lewat, dan siapa saya yang jadi “penguasa” jalanan setempat. Ya ampuuun, mentang-mentang jadi sopir angkot, bisa-bisanya mengancam orang. Apalagi kalau jadi tentara, punya senjata, punya wewenang. *** Kalau mau memilih belok kiri, angkot yang saya tumpangi seharusnya langsung terus melaju. Tetapi, di sinilah saya sekarang. Angkotnya berhenti dan menyebabkan antrian kendaraan yang akan belok kiri. Sopir angkot terlibat cekcok mulut dengan seorang pengendara sepeda motor. Entah kesenggol, sopir angkot tiba-tiba meneriaki seorang pengendara motor yang sekarang sudah sejajar dengan angkotnya. Tak dinyana, si pengendara motor malah balas menantang. “Kamu nggak tahu saya tentara?? Yang sopan kalau ngomong. Mau kamu tahun baruan di sel? Saya bisa tuntut kamu, perbuatan tidak menyenangkan ini namanya!!” Belum puas dengan ancaman, pengendara motor tersebut menyikutkan lengannya ke arah sopir angkot. Sopir angkot mengelak sambil berkali-kali minta maaf. Pengendara motor yang mengaku tentara tersebut bukannya diam, teruus saja merepet panjang lebar, padahal istrinya yang membonceng di belakang sudah mencoba menyabarkan suaminya. Kendaraan yang mengular di belakang angkot sudah berisik membunyikan klakson. Lagi-lagi saya tidak tahu siapa yang salah, siapa yang tidak salah. Toh perselisihan baru saja itu sepertinya (lagi-lagi) bukan lagi tentang siapa yang salah. Tetapi tentang siapa kamu yang hanya sopir angkot, dan siapa saya yang jadi (katanya sih, nggak pakai seragam) tentara. Ya ampuuun, mentang-mentang tentara, bisa-bisanya mengancam orang. Saya tidak hendak menggeneralisasi sopir angkot maupun tentara. Sopir angkot juga ada yang baik, ramah dan sopan. Demikian pula tentara, ada juga yang sopan, ramah, dan mengayomi. Cuma gemes aja melihat orang yang sombong karena kekerabatan atau kedudukannya. Padahal digigit seekor nyamuk kecil saja bisa terkapar. Huh! Lho, lho, dengan ngatai-ngatain orang sombong, jangan-jangan malah saya yang sudah jadi sombong >,< Sopir angkot melajukan kendaraan dengan ugal-ugalan. Entah karena style mengemudinya demikian atau masih menyimpan kesal karena kejadian barusan. Uh! Awas saja kalau sampai terjadi apa-apa, akan saya tuntut!!! Lho, lho, kok saya ikut-ikutan mengancam. Mentang-mentang penumpang! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline