Lihat ke Halaman Asli

Hilangnya Orisinilitas di Mahasiswa Sekarang

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang ahli dinamika kelompok pernah bilang manusia itu tidak ada yang orisinal, semua kita hanyalah melakukan kombinasi proses-proses imitasi dari manusia lainnya. Entah pernah dengar atau tidak, kayaknya saat ini pernyataan itu sudah diamini dalam kehidupan banyak orang. Mahasiswa yang katanya insan intelektual, harapan bangsa, agen perubahan, de el el (udah hampir basi kali dengar frasa-frasa jargonal ini) tanpa sadar juga ikut menunjukkan kebenaran teori yang gak benar itu. Anda mungkin tidak setuju kalo aku bilang kayak gini…. Baguslah setidaknya anda tidak mengimitasi aku atau sebaliknya. Nah… mulai pikirin ya pendapat ini…

Kemaren-kemaren aku lihat-lihat blog teman dan aku terpaku di satu profile… Ku lihat gambarannya tentang dirinya… hmmm seperti seseorang lain pikir ku. Lalu ku lihat buku-buku favoritnya busyet ini mah buku kiri semua… sampai-sampai ia lupa memasukkan kitab sucinya (kayaknya sich jarang dibaca, hehe..). Aku sich gak anti-buta sama buku-buku kiri (sekedar iseng tau gak kalo Das Kapital udah ada versi komiknya? Aku dulu suka bacanya, hehehe), tapi di mataku orang kayak gitu mah pasti cuma mau bicara dari sudut pandang sosialis dan bagi dia hal-hal yang dikerjakan orang-orang yang tidak berpandangan Ompung Marx yah salah semua… hmmm.

Tapi dia bukan satu-satunya, di masjid-masjid kampus, sekretariat organisasi mahasiswa luar kampus, ruang-ruang BEM dan HIMA, aneka kegiatan Unit Kemahasiswaan, pertemuan-peretemuan PMK, dan segala macam ajang ketemu mahasiswa lainnya, bahkan terlebih di ruang kuliah, tengah terjadi pembodohan massal dimana insan-insan yang katanya pintar ini hanya menerima pencekokan. Sebagain besar apatis dan terima-terima aja, sebagian sok kritis tapi tetap saja membeo dari pendapat orang lain. Dengar saja apa yang diucapkan, distatuskan dan dikicaukan oleh mahasiswa-mahasiswa ini….. jika mau sedikit berusaha anda akan bisa segera menunujukkan siapa yang mengatakan hal itu juga, atau di buku, film, dan acara apa kata-kata itu pernah dimuat…. Bukannya salah sich mengutip dan kitanya jadi gak mendengar orang lain… tapi salah besar kalau cuma bisa mengekor.

Hal-hal kayak gini sering membuat pergerakan mahasiswa tumpul bahkan ditunggangi pihak lain. Karena pelakunya punya mentalitas mengekor. Lihat aja demo yang sekarang benar-benar gak kreatif, acara-acara BEM dan HIMA yang berulang dengan sedikit variasi tiap tahun, program-program kerja yang memodifikasi tahun lalu, OSPEK yang gak jelas juntrungnya, karya tulis ilmiah yang serba minim dan sebagaimana seadanya saja, mahasiswa yang kayak kambing congek kalo ngomong masalah bangsa, organisasi kemahasiswaan yang cuma koar-koar, bikin penerimaan, koar-koar lagi, bikin kepanitiaan atau acara, koar-koar lagi, main-main dan koar-koar lagi…. huhhhh… Bahkan banyak contoh-contoh yang lebih parah. Di perkumpulan-perkumpulan yang bersifat keagamaan bahkan ada yang sudah kayak dicuci otak. Baik dicuci otak dalam arti eksterm (jadi radikal gak jelas)… maupun dalam arti pembodohan (jadi males mengkritisi kegiatan keagamaannya dan terima mentah-mentah karena yang disampaikan sepertinya udah benar semua).

Sayang beribu sayang… telah terjadi ketumpulan ide dikalangan mahasiswa. Sebab masalah yang menyebabkan ini bukanlah kurangnya informasi dan pengetahuan (walau itu juga ngaruh), melainkan tidak mampunya menelurkan ide baru dikarenakan tertutupnya pandangan oleh idealisme yang semu. Sesungguhnya idealisme tanpa orisinalitas pemikiran akan menjadikan kita budak pemikiran orang lain. Ada dua hal yang membuat hal ini terjadi, kita terbiasa untuk mengandalkan perasaan untuk menerima/menolak suatu gagasan, tambahan lagi kita jarang melatih diri untuk menelurkan gagasan yang besar dan menantang. Yang pertama memang sudah jelas, hampir semua mahasiswa jadi terpengaruh oleh lingkungan kost, teman sekampus atau teman sekegiatannya yang sering bareng. Sering yang berperan pertama kali adalah kedekatan, kekaguman, kenyamanan dan hal-hal non pemikiran lainnya pelan-pelan berimbas cara hidup, yang dipuji dan yang dicemooh, jargon-jargon, cerita-cerita de el el. Jadilah dia mengekor gaya yang mungkin juga berasal dari pengekoran sebelumnya. Kalau sudah gini, dia cenderung menutup diri dari pemikiran lain, apalagi yang jelas-jelas beda dengan yang diyakininya tanpa mau membuka pintu wawasannya untuk menguji setiap pemikiran. Bisa aja dia berganti keyakinan di suatu masa, tapi prosesnya tetap aja sama. Tanpa pemikiran yang cerdas dan menyeluruh. Apapun yang terjadi diluar, ia selalu memandang dari kacamata keyakinan sempitnya. Hmmmh… apalagi ditambah dia males baca, atau punya minat baca tapi males mengkritisi sehingga terseret pada bacaan satu pemahaman tok, wah lebih parah…. Udah gitu dia pasti cuma mau mendefenisikan istilah-istilah berdasar pemahamannya, menentang orang lain walau sering dia gak ngerti gimana pandangan mereka…

Kalau sudah terjadi hal kayak gitu, janganlah pernah berharap akan ada pemikiran besar yang menantang. Karena orang-orang kayak gitu kerjanya hanya mengembangkan dan mengelola apa yang ada selama ini ada di kalangannya aja. Karena tokh udah dianggap amat baik. Dalam organisasi kemahasiswaan kerap kali ditemui pendiri atau perombak besarnya adalah orang-orang dengan pemikiran orisinal di awalnya, lalu akhirnya bertahun-tahun organisasi itu hanya mengulang-ulang hal yang sama dan merasa tetap orisinal. Sangat naif.. Lembaga kayak gitu tidak lebih dari kumpulan para penumpul ketajaman ide. Hanya membolehkan dan membiarkan satu jenis pengetahuan beredar tanpa pembaruan. Sebenarnya aku pengen banget tunjuk hidung lembaga-lembaga yang kayak gitu tapi yah sudahlah, tokh gak ada gunanya, karena pasti orang-orangnya bakal marah kalau disebut kayak gitu. Yah para pendahulu mereka sukses…. sukses membuat lembaga itu melestarikan ide mereka yang udah pasti gak relevan sama keadaan sekarang. Sebagain bahkan sangat puas, karena merasa ide mereka adalah paripurna kebenaran (kurang ajar banget sich… kan hanya Tuhan yang mutlak benar, kalaupun ide mereka itu mereka yakini dari Tuhan, harusnya menyadari bahwa manusia amatlah terbatas memahaminya, jadi harus terbuka untuk pengembangan).

Gagasan yang besar dan menantang memang gak akan serta merta muncul, kita harus melatih diri untuk menemukannya. Untuk itulah kita perlu pembinaan yang melatih disiplin ini bukan malah mencekoki lantas melarang-larang ajaran lain. Risiko untuk bias sangat besar, tapi yang jelas kita lepas dari dosa pembodohan…. memang tiap kita harus memasuki rimba-raya gagasan, pengetahuan dan wawasan…. dan temukan sendiri orisinalitasmu… mungkin saja senada dengan orang lain, tapi warna suaranya pasti berbeda. Kalau sudah begini pergerakan bersama akan senantiasa memunculkan kreatifitas dan ide-ide brilian, bukan pengkultusan atau mitos-mitos, atau malah kedangkalan berpikir.

Ah… sudahlah salam buat orang-orang yang saat ini tengah tercuci otaknya oleh penumpulan orisinalitas… jangan merasa bersalah… bertobat aja.

(Sedikit diedit dari tulisan orat-oret jaman dulu, saat gaya bahasa masih gaul, hehehe).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline