Lihat ke Halaman Asli

Hari Terakhir Bersamamu

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu menunjukan pukul 7 pagi, aku bergegas bangun dan langsung menuju ke kamar mandi. Sebenernya  males banget bangun sepagi ini, tapi apa mau di kata, pagi ini aku ada kuliah dengan dosen yang galaknya gak ketulungan, kalau datangya telat sedikit aja,pasti langsung kena  marah.  Sebelumnya, perkenalkan namaku Dinda Maharani, Mahasiswi salah satu Perguruan Tinggi di Bandung, aku adalah sosok gadis sederhana.

Sudah hampir setengah jam aku berdiri di pinggir jalan menunggu angkot, namun gak ada satupun yang lewat

“aduh ini angkotnya manah sih kok gak lewat-lewat, kalau gini ceritanya aku bisa telat”, gerutuku dalam hati

Gak berapa lama, tiba-tiba ada cowok menghampiriku, dan mengajak ku berangkat ke kampus bareng. Awalnya ku menolak karena ku tak kenal denganya, lalu cowok itu melepas helmnya, dan aku kaget bukan kepalang, ternyata cowok itu adalah teman se-angkatanku, namanya Angga, dia adalah cowok ganteng, cool, dan primadona para gadis di kampus.  Aku masih gak menyangka dia mengajakku bareng, hingga membuat aku terbengong-bengong.

“gimana?, mau bareng gak”? tanyanya sambil menatapku

“hm,,eh,, hmm,,, boleh” jawabku grogi sambil garuk-garuk kepala, ya walaupun gak gatal

Aku masih bingung aja, cowok seganteng dan se-cool dia, mau nebengin aku. Tapi ya sudahlah kapan lagi aku di boncengin cowok seganteng dia pikirku

Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini, bergegas aku naik ke atas motornya. Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa aku sudah sampai di kampus.

“aduh kenapa cepet banget sih sampai kampusnya, padahalkan aku masih ingin lama-lama sama dia, gak papa deh telat masuknya, asal aku bisa lama-lama sama dia”, gumamku dalam hati sambil melamun

“eh kok malah melamun, sudah sampe, ayo turun”, ucapnya

“terima kasih ya”, jawabku sambil malu-malu

Setelah berterimakasih, aku buru-buru pergi menuju ruang kuliah, untunglah dosenya belum datang. Gak berapa lama, salah satu temanku mengabarkan kalau pak Hardi, dosenku yang galak itu tidak mengajar, anaknya masuk rumah sakit karena terserang demam berdarah. Sudah tentu ini menjadi kabar yang sangat mengembirakan, aku hari ini terbebas dari dosen yang nyebelin itu.

Hari ini Cuma kuliah satu, itupun kosong jadi aku memutuskan untuk pulang, saat melewati parkiran motor, terlihat  Angga sedang duduk di atas motornya. Aku terus saja berjalan dan pura-pura tidak melihatnya. Angga memanggilku, dan kembali mengajakku untuk bareng denganya.

Kali ini aku bukanya senang, tapi malah bingung, kenapa Angga seolah sedang mendekatiku. Tapi ya sudahlah, karena aku ada rasa sedikit suka dengan Angga, dengan senang hati aku menerima ajakan Angga untuk pulang bareng, ya walaupun dalam hati masih saja terus bertanya-tanya, ada apa dan kenapa Angga berubah begini.

***

Setelah kebersamaan kita pagi itu, membuat aku dan Angga semakin dekat, kita jadi sering jalan bareng ke mall, makan, dan bahkan ke kampus pun sekarang kita bareng. Kedekatanku dengan Angga ini membuat banyak wanita iri padaku, karena aku seorang gadis jelek bisa begitu dekat padanya, padahal banyak wanita yang jauh lebih cantik yang jatuh hati pada Angga, namun Angga malah memilihku, gadis sederhana yang penuh dengan kekurangan.

Waktu terus berlalu, aku mulai merasa sangat nyaman di dekat Angga, dan mulai ada sedikit rasa takut kehilanganya. Sepertinya aku jatuh cinta pada Angga, namun aku malu untuk mengatakan perasaanku ini padanya. Tanpa kusadari ternyata Angga juga menyimpan rasa cinta padaku. Hari senin, 30 juli dia mengutarakan cintanya padaku, dan ingin aku menjadi bidadari yang akan mengisi hatinya, sudah tentu kesempatan ini tak akan kusia-siakan, tanpa berfikir panjang, dengan sedikit agak malu-malu akupun menerima cintanya. Mulai hari  itu kita resmi menjadi sepasang kekasih. selayaknya orang pacaran, kita semakin dekat, sering jalan bareng, dan menghabiskan waktu bersama.

***

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir empat tahun lamanya kita pacaran, banyak kenangan indah yang ku lalui bersama Angga. Ada satu tempat favorit kita untuk pacaran selama hampir empat tahun ini, sebuah danau kecil, di pinggiran kota Bandung, yang tempatnya gak jauh dari rumah aku dan Angga. Angga bilang, aku adalah gadis pertama yang dia bawa ke danau ini, di danau inilah dia sering menghabiskan waktu sendiri, melepaskan semua beban hidup yang dihadapinya, sebelum bersamaku.

Hari-hari yang ku lalui bersama Angga terasa begitu indah, dan jika boleh meminta, aku ingin meminta pada tuhan agar waktu berhenti sampai disini, biar ku tetap bisa merasakan kebahagiaan ini.

***

Manusia memang tidak pernah mengetahui takdir tuhan, terkadang keinginan kita tidak sesuai dengan jalan yang telah di takdirkan oleh tuhan. Begitu pun denganku, keinginanku untuk terus bahagia, hidup bersama Angga selamanya, harus ku kubur dalam-dalam, karena kehendak allah berkata lain.

Malam itu, sekitar pukul setengah dua dini hari, ponsel genggamku berdering, ku lihat nomor baru yang menelponku. Di ujung telepon, ada suara seorang perempuan yang tak lain adalah mamanya Angga, mengabarkan kalau Angga masuk rumah sakit karena sakit Leukimia yang sudah mencapai stadium akhir. Sontak saja membuatku kaget, padahal tadi siang baru saja kita jalan berdua.

Seakan darah dalam tubuhku membeku dan nadiku berhenti berdetak, seketika dunia ku rasa runtuh. Tak pernh terfikir olehku, penyakit yang mematikan itu bersarang di tubuh orang yang sangat kucintai.

Aku masih tak percaya, Angga yang ku kenal selama ini adalah sosok cool, namun juga lucu dan periang ini ternyata, mengidap penyakit separah itu. apalagi selama ini tak pernah ku mendengarnya sakit ataupun mengeluh. Dia adalah sosok paling tegar yang pernah aku kenal.

Tanpa berfikir panjang, bergegas aku pergi kerumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menuju tempat dimana Angga berada.  Melihat kondisi Angga yang kritis membuat ku semakin takut. Selang oksigen terpasang di hidungnya, jarum infus tertanam di tangan, tangan yang dulu sering membelai rambutku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Air mataku terus mengalir deras, Rasanya separuh jiwaku hilang, menyaksikan kondisi orang yang sangat kucintai terbaring lemah tak berdaya dengan berbagai selang dan alat yang tertempel di tubuhnya, yang aku sendiri tak tau fungsi alat itu untuk apa.

***

Setelah sekitar empat hari Angga koma, barulah hari kelima, Angga sadar dari komanya, aku agak sedikit lega, Angga sudah melewati masa kritisnya, semua alat yang menempel di tubuhnya pun sudah di lepas oleh dokter. Hanya tinggal infus yang masih tertanam di tanganya.

“hai sayang”, kataku sambil berusaha menahan air mata

Angga menjawabnya dengan senyuman,

“cepet sembuh ya, biar kita bisa sama-sama lagi, duduk di pinggir danau sambil menikmati Sunset lagi, sama-sama merayakan universary jadian kita” ucapku sambil mengusap air mata yang tak mampu ku bendung lagi

“iya sayang, sudah jangan nangis lagi, aku bakalan baik-baik aja kok”, katanya  menegarkanku.

***

Hari ini, tanggal 30 juli, hari dimana  kita jadian, mengikat tanda kasih. Hari ini genap empat tahun kita pacaran. Angga memintaku untuk membawanya ke Danau, dia ingin merayakan universary bersamaku didanau. Melihat kondisi Angga yang sedang sakit, tentu saja permintaan itu ku tolak, namun Angga Terus memaksanya, aku bingung harus bagaimana. Se-izin mamanya, dan juga dokter yang menangani Angga, Akhirnya aku membawa Angga Ke danau.

***

Seharian penuh aku dan Angga duduk di pinggir danau, di bawah sebuah pohon rindang yang cukup untuk melindungi tubuh kita berdua dari panasnya sinar sang mentari. Perlahan ku sandarkan kepalaku di pundak Angga, dan ku layangkan pandanganku ke danau yang luas ini. Suasana hening sejenak, hingga akhirnya Angga membuka pembicaraan

“sayang, apa kamu bahagia selama bersamaku”, tanya Angga tiba-tiba

“lebih dari bahagia, tak ada yang bisa melukiskan kebahagiaanku,,,, tak ada yang lebih membahagiakan, selain tetap bersamamu”, jawabku dengan kepala tetap bersandar di pundak Angga

“aku senang, jika kau bahagia bersamaku, karena akupun merasa sangat bahagia saat bersamamu”, ungkapnya dengan nada lirih

“hari ini aku ingin menghabiskan waktu hanya berdua denganmu saja, kalau boleh meminta pada tuhan , aku ingin hidup denganmu di dunia dan akhirat, jika nanti aku pergi dari dunia ini, aku mohon padamu agar kau tetap melanjutkan hidupmu walau tanpa aku, dan kamu harus janji padaku, kalau kamu akan terus bahagia meski aku tak lagi bersamamu, semoga tuhan mempertemukan kembali kita di akhirat, aku akan menunggumu dengan setia di kehidupan kedua  nanti, terima kasih atas hari indah yang pernah kau berikan selama aku bersamamu ”, Angga berceloteh sambil menatap kosong ke arah danau

Aku mengangkat kepalaku dari pundak Angga

“ hush, kamu ngomong apa sih, kita gak akan pisah, kita akan tetap sama-sama, kamu gak boleh ngomong gitu”, kataku sambil air terus mengalir dari kedua mataku yang tak lagi ampu ku bendung

Angga hanya tersenyum sambil mengusap air mata yang mengalir deras membasahi pipi tembemku. Ada rasa takut yang tiba-tiba saja menyeruak kerelung hati, ketakutanku akan kehilangan Angga semakin besar.

***

Setelah pulang dari danau, kondisi Angga drop, dan langsung masuk ruang ICU. kondisi kesehatanya pun semakin memburuk. Keesokan harinya keadaan Angga semakin kritis, dokter berusaha menyelamatkan Angga, namun tuhan berkata lain, Angga pergi meninggalkanku selamanya, tepat empat tahun  kita jadian. Air mata ini terus mengalir deras, mengiringi kepergian orang yang sangat ku sayangi. “Tak ku sangka, kebersamaan kemarin didanau adalah hari terakhir aku bersamamu, saat  terakhir aku mendengar suaramu, dan  merasakan hangatnya kasihmu”.

Hari dimana Angga pergi meninggalkanku untuk selamanya adalah hari terburuk dalam sejarah perjalanan hidupku. Saat itu ku merasa seluruh langit runtuh menimpa tubuhku yang lemah tak berdaya. Separuh jiwaku hilang, seiring dengan kepergian Angga. tak pernah terfikir sebelumnya, dia akan pergi meninggalkanku untuk selamanya, dan membiarkan ku sendiri menghadapi hidup ini.

Begitu sakit kurasakan kepergianmu ini, di bawah batu nisan bertuliskan namamu, terbaring tubuhmu. Kini kau telah pergi, dengan membawa seluruh kasih sayangmu, yang tak mungkin lagi dapat ku rasakan. Rasanya tak sanggup aku menjalani hidup ini tanpa mu, semua ini karena ku sangat menyayangimu, seperti yang kau minta di hari terakhirmu, aku harus tetap bahagia walau tak bersamamu,.

Cukup hanya satu jam saja, kau membuatku jatuh cinta dan hingga akhirnya ku begitu menyayangimu, namun butuh waktu seumur hidupku untuk melupakan semua kenangan indah yang pernah kulalui bersamamu.

Kini tak ada lagi senyum manismu, tak ada lagi hangat pelukmu, yang tertinggal hanya kenangan indah yang kulalui bersamamu. Biarlah kenangan itu terukir  dihatiku, yang akan terus menemaniku menjalani hidup setelah kepergianmu.

“Selamat jalan sayang, semoga engkau bahagia di kehidupan barumu, tunggulah aku disana,  dalam setiap sujudku, akan kirimkan sepenggal doa, semoga Tuhan memberikan tempat yang paling indah untukmu”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline