Disleksia merupakan istilah alternatif yang mengacu pada pola kesulitan belajar dengan karakteristik adanya permasalahan dalam mengenali kata secara jelas maupun akurat, buruknya kemampuan decoding dan kemampuan mengeja.
Berdasarkan PPDGJ – III, penegakan diagnosis gangguan membaca khas (disleksia) adalah sebagai berikut :
- Kemampuan membaca anak harus secara bermakna lebih rendah tingkatnya daripada kemampuan yang diharapkan berdasarkan pada usianya, inteligensia umum, dan tingkat sekolahnya.
- Gangguan perkembangan membaca khas biasanya didahului oleh riwayat gangguan perkembangan bicara atau berbahasa.
- Hakikat yang tepat dari masalah membaca tergantung pada taraf yang diharapkan dari kemampuan membaca, berbahasa, dan tulisan. Namun pada tahap awal dari belajar membaca tulisan abjad, dapat terjadi kesulitan mengucapkan huruf abjad, menyebutkan nama yang benar dari tulisan, memberi irama sederhana dari kata-kata yang diucapkan, dan dalam menganalisis atau mengelompokkan bunyi-bunyi (meskipun ketajaman pendengaran normal).
Kesalahan dalam kemampuan membaca lisan, seperti ditunjukkan berikut ini :
- Ada kata-kata atau bagian-bagiannya yang mengalami penghilangan, penggantian, penyimpangan, atau penambahan.
- Kecepatan membaca yang lambat.
- Salah memulai, keraguan yang lama, atau kehilangan bagian dari teks dan tidak tepat dalam menyusun kalimat.
- Susunan kata-kata yang terbalik, atau huruf-huruf yang terbalik dalam kata-kata.
Dari uraian PPDGJ- III tersebut menjelaskan bahwa diagnosa disleksia bisa ditegakkan apabila anak-anak menunjukkan kemampuan membaca yang lebih rendah dibandingkan kemampuan yang diharapkan berdasarkan pada usianya. Penegakan diagnosa disleksia tidak hanya berpatok pada tuntutan lingkungan (sekolah, teman sebaya) tapi beradasarkan tahapan perkembangannya.
Sebagai orang tua sudah sewajarkan menjadi “detektif” untuk melihat perkembangan anak-anaknya. Apabila anak kurang menunjukkan minat membaca, menghindar dalam menyelesaikan tugas yang kaitannya dengan membaca, terbalik-balik dalam mengenali huruf, terbata-bata saat membaca seyogyanya orang tua melakukan observasi dan interview lebih mendalam pada anak.
Bagaimana dengan anak-anak usia 4-6 tahun?
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, dijabarkan mengenai pencapaian perkembangan anak dari berbagai aspek. Salah satu aspek yang dibahas yaitu perkembangan keaksaraan. Berikut perkembangan keaksaraan anak berdasarkan usia :
Perkembangan keaksaraan anak usia 4-5 tahun:
1. Mengenal simbol-simbol
2. Mengenal suara–suara hewan/benda yang ada di sekitarnya