Lihat ke Halaman Asli

Golongan Putih

Diperbarui: 20 September 2016   09:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Golput memang merupakan masalah klasik dan universal dalam kehidupan berpolitik. Pembicaraan tentang ini selalu menjadi berita menarik menjelang pemilu di negara mana pun. Istilah golput dalam peta politik Indonesia pertama kali muncul pada 1971, terhadap mereka yang tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih.

Secara hukum memang tidak ada satu kekuatan apa pun yang dapat menghalang-halangi seseorang untuk bersikap golput atau tidak menggunakan hak pilihnya. Namun, untuk menghilangkan golput barangkali perlu dikaji lebih dalam kenapa sampai muncul orang-orang yang tidak menggunakan hak pilihnya sebagai wujud dari hak kedaulatan yang ada pada dirinya. Faktor utama masyarakat banyak melakukan Golput karena kurangnya rasa kepercayaan masyarakt terhadap para elit politik yang dinilai kurang mengemban amanah rakyat.

Apabila kita ingin menciptakan kehidupan politik yang demokratis maka menjadi tanggung jawab kita semua, terutama penguasa negeri ini untuk memberikan pendidikan politik yang lebih baik kepada masyarakat. Kegagalan Indonesia membangun pendidikan politik jelas merupakan kegagalan dari elite politik dalam menyuarakan aspirsi rakyat. Untuk itu, pendidikan politik ini dapat diberikan dengan mengemban amanat rakyat dan tidak mengorbankan perasaan rakyat. Sehingga, nantinya jumlah golput dapat ditekan sebagai wujud pertanggungjawaban masyarakat kepada sistem politik untuk ikut ambil bagian dalam proses pemilu. Karena, bagaimanapun pemilu merupakan bagian terpenting dari kehidupan politik di Indonesia. Adalah kewajiban kita untuk mengamalkannya. Karena, dengan pemilu kita dapat menentukan arah, cita-cita, dan masa depan bangsa ini untuk melangkah menuju hari esok yang penuh tantangan.

Jumlah golput pada pilpres 2014 lalu mencapai 56.732.857 jiwa, tentu angka tersebut bukan lah hal yang sedikit dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang seharusnya 190.307.134 jiwa. Hal tersebut tentu akan meningkatkan aksi konfrontasi yang menolak pemerintah dan berakibat pada terhambatnya perkembangan bangsa. Maka dari itu sangat perlu ditekannya jumlah Golput melalui pendidikan politik yang sehat pada generasi muda, sehingga akan menghasilkan figur-figur politik yang berkualitas dan diharapkan oleh masyarkat.

pilkad2-57e09ec344afbd7409a6cf0c.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline