Lihat ke Halaman Asli

Kembali Mengenang Aceh, Oh Aceh

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delapan tahun telah berlalu. Namun memori dan duka masyarakat Indonesia masih terasa. Indonesia menjadi salah satu Negara terparah akibat peristiwa tersebut dari wilayah Asia lainnya seperti, , Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Namun, tragedi tsunami yang melanda Indonesia, 26 Desember 2004 lalu,lebih parah dilihat dari jumlah korban yang meninggal di temukan, korban hilang dan luka-luka, kerusakan dimana-mana yang hampir semua rata dengan tanah, dan kurangnya pertolongan medis yang dikirim.

2004 lalu menjadi kiamat kecil bagi sebagian besar wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD). Kota-kota besar di daerah Aceh menjadi wilayah terparah dan bangunan-bangunan kokoh yang tersapu oleh derasnya arus dari arah pantai Samudra Hindia. Bangunan yang sebagian besar sudah rata dengan tanah menambah pilu berita yang marak di siarkan.

Berawal dari guncangan dasyat bumi dengan 9,3 SR dari laut Samudra Hindia. Gempa yang terjadi merupakan gempa terbesar selama kurun waktu 40 tahun yang lalu. Sudah ada korban jiwa saat terjadinya gempa tersebut. Rumah-rumah mengalami retak-retak bahkan rusak parah. Korban jiwa memang belum begitu besar, namun ke tak cukkup sampai disitu. Karena ternyata, gempa sebesar 9 SR tersebut mengakibatkan terjadinya Tsunami.

Mungkin saat itu alat diteksi bencana alam belum begitu canggih di Indonesia. Sehingga bencana Tsunami terjadi tanpa sepengetahuan warga Aceh yang selamat dari gempa bumi sebelumnya. Menurut pengalaman warga pinggir pantai Samudra Hindia, sebelum terjadi Tsunami, air laut begiu surut dan ikan-ikan terlihat dan terdampar di tepi pantai. Warga yang tidak tahu akan tanda-tanda bencan Tsunami, merasa senang karena dapat menangkap ikan tanpa susah payah. Itulah yang mengakibatkan korban jiwa lebih banyak.

Selang beberapa puluh menit, bencana besar itu terjadi. Ombak besar setinggi 9 meter menerjang kota-kota besar di sekitar pantai. Kota Lhok Seumawe, Meulaboh, dan yang lainya menjadi sasaran keganasan Gelombang Tsunami. Nama becana yang cukup asing terdengar, namun amukannya begitu memporak-porandakan wilayah Aceh dan sekitarnya.

Gelombang yang mampu melampaui gedung hotel berlatai lebih dari 10 dan tinggiya pohon kelapa, tak mampu saya bayangkan betapa Maha Dasyatnya sang pencipta. Saat kejadian gelombang Tsunami, tak banyak warga yang mampu selamatkan nyawa mereka bahkan keluarga dan harta mereka. Banyak anak yang terpisah dari orang tuanya. Mereka berusaha menyelamatkan diri, tanpa menghiraukan harta dan benda mereka. Sebagian dari mereka memilih masjid sebagai tempat teraman saat menyelamatkan diri. Naik hingga kubah Masjid Besar Aceh yang dijuluki sebagai “Serambi Makkah”.

Kehilangan harta benda, bahkan sanak saudara menjadi duka tak terhapuskan bagi korban yang selamat dari bencan alam gempa bumi dan Tsunami tersebut. Mental dan psikologi yang rapuh akibat dari kejadian tersebut, menjadi PR utama bagi pemerintahan Indonesia saat itu. Karena tidak mampu ditepis, bahwa sebagian korban meninggal juga ada yang terseret ke pantai lagi dan hilang.

Terselip Hikmah dari peristiwa tersebut bagi sebagian besar umat Islam. Karena Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), merupakan masyarakat mayoritas Islam. Terdapat masjid-masjid bersejarah berada di wilayah tersebut. Dari yang kecil hingga besar seperti masjid “Serambi Makkah”. Keajaiban telah terjadi. Karena dalam peristiwa tersebut, bangunan rumah dan yang lain ikut hanyaut terseret ombak Tsunami, namun ada beberapa masjid yang ada tetap berdiri kokoh meski hanya mengalami rusak ringan. Subhanallah, Kuasa Tuhan telah nyata diperlihatkan kepada manusia.

Dengan masih terbayang kejadian 8 tahun lalu, saya menulis artikel ini. Meski hanya saya dengar dari pemberitaan dan membaca berita terkait, saya tidak luput dari duka yang mereka alami. Selama berita tersebut menjadi topic utama dalam pemberitaan, saya mengikuti dan menyikapi segala berita yang terait. Indonesia telah bangkit, dan Indonesia tidak berduka lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline