Lihat ke Halaman Asli

Ini Kisahku, Apa Kisahmu?

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kisahku memang tidak akan sama dengan kisah gadis yang lain. Saya wanita yang terlahir dari rahim seorang ibu sholehah, besar dalam keluarga menganut agama Islam. Saya kira akan menjadi anak satu-satunya dari keluarga kecil dan sederhana ini. Namun ternyata bukan keinginan kedua orang tua bahwa saya hanya akan menjadi anak tunggal.

Mereka memberikan saya adik laki-laki dengan selisih usia sepuluh tahun. Dan sebelas tahun untuk selisih adik kedua saya. Sudah dapat ditebak, saya memiliki adik dua denagan waktu yang tidak begitu lama. Karena adik pertama saya lahir, setahun kemudian adik kedua saya dilahirkan. Kata ibu, tidak terduga akan memiliki anak lagi setelah adik pertama lahir

Saya sendiri tidak ambil pusing, tapi memang saya ikut pusing dalam mengurus mereka yang masih sama-sama kecil dan usia saya masih 11 tahun. Karena saya ingat pesan ibu, bahwa jika saya menjadi anak tunggal bagi mereka, tidak akan ada yang merawat kedua orang tua jika saya, sudah berkeluarga nanti. Karena sudah pasti saya akan ikut suami saya.

Dan jika hanya memiliki anak satu, ibaratnya bejo bejan. Artinya beruntung tidak beruntung. Jika anak satu mampu berbakti kepada kedua orang tua maka itu beruntung, namun jika sebaliknya, maka apalah guna orang tua mendidik sejak kecil. Meski tak ada harapan dan doa dari orang tua yang menginginkan anaknya untuk tidak berbakti kepada kedua orang tuanya.

Saat ini kami sudah sama-sama besar.masih tinggal bersama orang tua dalam satu atap. Saya sudah mampu lulus sekolah formal 12 tahun. Dan saat ini melanjutkan kejejnjang yang lebih tinggi di salah satu Universitas Negeri Islam di Yogyakarta. Meski bukan impian saya, namun ayah saya sangat menginginkan saya untuk dapat menjadi sarjana dan bekerja dengan baik. Tujuan utamanya, agar kehidupan saya lebih baik dari mereka saat ini.

Adik pertama saya, merupakan adik paling alim saya. Karena dari nama sudah mencerminkan doa kedua orang tua agar menjadi anak yang sholeh. Dan ternyata memang benar. Ia rajin sekolah, mengaji, sholat berjamaah, dan mudah bergaul. Meski pernah sekali tinggal kelas dan ia jadikan pelajaran berharga. Sudah dapat ditebak. Ia menjadi anak kesayangan keduaorang tua saya.

Nah, inilah lakon dalam keluarga kami. Adik terakhir saya, yang ganteng tapi tidak mau untuk sekolah. Memang sangat aneh terdengar, namun itulah kenyataan selama enam tahun terakhir. Sejak duduk di taman kanak-kanak sulit sekali untuk berangkat sekolah. Padahal sudah pasti jika sekolah TK hanya berisi belajar sambil bermain. Malah lebih banyak bermainnya. Namun ia hanya mau di rumah dan bermain sendiri atau bersama anak yang masih dibawahnya yang belum sekolah. Sulit dipercaya, tapi percayalah.

Saya bersyukur sampai detik ini masih memiliki keluaga yang utuh. Meski kadang konflik tidak jarang terjadi dan berulang. Namun semua itu adalah bumbu dalam keluarga sederhana kami agar lebih erat dan saling memahami. Tak dapat dihindari berkumpul dengan mereka dan bercanda tawa sangat saya rindukan. Kadang saya merasa ingin bersama mereka selalu, karena waktuku lebih banyak di luar rumah. Meski jika kami bertemu hanya berantem dan konflik. Saya menyayangi mereka. Saya bangga pada keluargaku. Semoga saya mampu bahagiakan mereka. Denga segala upayaku dan usahaku. Terimakasih ibu, terimakasih ayah, terimakasih adik-adikku sayang. Kalian semua harta terindah ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline