Lihat ke Halaman Asli

Bosan Jadi Pegawai? Inspirasi 'Kliwir' Boleh Juga.....

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13504387031510244431

Bosan jadi pegawai? Bukan tidak mungkin menjadi pengusaha atau berwirausaha. Memang bukan hal mudah untuk mampu berwirausaha. Membutuhkan keterambilan yang mumpuni, dan yang paling utama adalah modal usaha awal. Menjadi bos untuk diri sendiri lebih sulit di banding menjadi karyawan atau bos yang memiliki karyawan. Berwirausaha sama halnya dengan menjadi pegawai sebagai pelaksana dan memanage segala sesuatunya sebagai posisi pemimpin. Wirausaha swasta tidak terikat oleh kontrak atau aturan-aturan baku dalam suatu perusahaan. Karena para wiraswasta mampu memimpin dirinya sendri.

Home industry bisa dikategorikan dalam wirausaha, selama tidak ada aturan  perusahaan yang mengikat dan pemimpin tunggal. Seperti usaha yang keluarga Bapak Satari geluti. Usaha pembuat dan pedagang souvenir gantungan kunci dan sablon.  Bertempat tinggal di daerah kabupaten Bantul, Yogyakarta. Tinggal  bersama tiga orang anaknya dan istri yang ikut andil besar dalam usaha tersebut.

Sejak tahun1993, Bapak Satari beserta istri memulai karir dalam bidang wirausaha. Semua tidak terjadi begitu saja. Di mulai dari proses melihat, bertanya dan mempraktekannya. “Semua pengalaman tersebut mengalir saja tanpa saya sadari mampu membuahkan hasil”, ujar Bapak Satari bercerita awal mula menjadi wiraswasta.

Di mulai saat meihat seorang teman membuat gantungan kunci “KLIWIR”. Lalu kemudian bertanya dan mulai bapak Satari dan istri berniat untuk membuatnya. Karena temannya berasal dari Batam, jadimereka membuat untuk memudahkan yang berada di Jogja.

Disebut “KLIWIR”, karena salah satu bahannya adalah KLIWIR. Yang lainya adalah bisban roll, gantungan segitiga 3 dan 4 inci, lem tembak, dan monte perak emas. Prosenya melalui beberapa tahap penting.

1.Bisban roll di potong sesuai ukuran yang telah di tentukan.

2.Di lipatkan pada gantungan segitiga.

3.Kemudian di lem tengahnya untuk merekatkan keduanya.

4.Pasang monte perak atu emas di sisi kana kirinya.

5.Terakhir memasang KLIWIR

Prose tersebut dilakukan oleh keluarga bapak satari dengan membagi tugas kepada anak dan istrinya. Mereka kerjakan dalam rumah sederhanya. Secara tidak langsung, bapak Satari juga menjadi pemimpin untuk istri dan anaknya, dan memimpin dirinya sendiri.

Wirausaha yang sederhana dan minim. Bapak Satari menjualnya ke luar kota saat ada event-event tertentu atau menjadi souvenir pernikahan. Event seperti ‘PON’ kemaren, dan event-event tingkat daerah hingga nasional. Dari Sabang hingga Merauke sudah ia jelajahi sebagai pedagang souvenir. Dalam event tersebut, tak jarang teman-teman pak Satari seprofesi juga memesan gantungan kunci tersebut.  Produksinya tidak setiap hari karena terantung dengan event dan pesanan untuk pernikahan. Saat ada event tertentu bu Satari mampu memproduksi 1000 gantungan kunci dalam seminggu kurang. Namun jika tidak ada pesanan, bu Satari membuat untuk persediaan.

Harga KLIWIR bijian mulai dari 1.500 rupiah hingga 2.000 rupiah. Berbeda saat sampai di lapangan (lokasi event) di jual 10.000 rupiah 3 biji hinggan 5.000/biji. Harga tersebut berdasarkan polosan atau adanya tambahan logo pada KLIWIR tersebut.

Usaha sablon juga bapak Satari geluti. Mulai dari sablon pulpen, tas pesanan, atau undangan. Keterampilan sablon ia dapatkan juga dari prngalaman mengamati seseorang yang sedang menyablon. Meski bukan usaha utamanya, jadi harus meminjam teman yang memiliki alat sablon.

Wiraswasta menjadi titlenya. Pengalaman dan pengamatan menjadi buku panduannya. Menjadi bos untuk diri sendiri. “ Bukan tipe saya menjadi pegawai atau karyawan, karena menjadi tunduk terhadap orang yang menggaji kita. Padahal kita mampu memimpin diri ini dan tak perlu tunduk dengan gaji.” Ungkap pak Satari kepada saya.

Meskipun penghasilan tak sebesar mereka para pegawai, namun nilai dari kewirausahaan melebihi nilai mata uang yang mereka miliki. Bapak satari mampu membiayai anak pertamanya menuntut ilmu hingga keperguruan tinggi. Meski tidak munafik bekerja untuk mendapatkan harta dan materi. Namun melihat anak-anaknya sukses merupakan harta berharganya.

Kami bangga memilikimu ayah. Berjuang tanpa lelah untuk keluargamu.

Kau pantas kami bahagiakan. Terimakasih ayah dan ibu Satari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline