Lihat ke Halaman Asli

Penafsiran Manusia yang Menyebabkan Agama Mempunyai Dua Wajah yang Unik

Diperbarui: 9 Juli 2023   06:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Indonesia dengan berbagai budaya yang dimilikinya, memiliki jutaan ciri khas endemik di setiap sudutnya. Mulai dari keberagaman budaya, bahasa, bahkan agama dan kepercayaan. Indonesia adalah contoh dari perwujudan persatuan dari berbagai banyak keragaman yang dibalut dalam Bhinneka Tunggal Ika. Pemahaman agama merupakan tuntunan bagi kehidupan manusia di dunia. Tuntunan ini memuat aturan, tata cara pengabdian dan tata laku pergaulan. Semua yang diajarkan agama dalam kehidupan mendatangkan nilai-nilai kebaikan dan perdamaian. Pada dasarnya, agama tidak pernah mengajarkan dan menuntun penganutnya untuk merugikan diri sendiri, orang lain ataupun makhluk tuhan lainnya.

Segala perilaku buruk yang mengatasnamakan perintah agama, sebenarnya perlu dikaji ulang. Sehingga agama tidak selalu dijadikan sebagai alasan untuk menjadikan orang atau pihak lain menderita. Kekerasan dalam perilaku dan tindakan mencerimkan keyakinan dan sifat pelakunya. . Hal ini muncul didasarkan pengetahuan tentang agama yang kurang dan keyakinan dalam diri dan menyebabkan pemahaman yang salah. Upaya memberangus pihak lain atas alasan kesalahan dan kemaksiatan, bukan cara yang mesti dilalui. Kesalahan dan kemaksiatan mestinya didekati melalui cara hikmah dan toleransi. Perbedaan cara pandang terhadap sesuatu tidak boleh menjadi dasar perilaku kekerasan.

Agama muncul sejatinya untuk membawa perdamaian dan kasih sayang, tetapi penafsiran manusia membuat seakan agama mempunyai dua wajah yang unik. Di satu sisi, agama hadir menunjukan kerukunan dan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lainnya, agama juga mampu menjadi pemicu kebrutalan dan kesalahpahaman.

Sejatinya agama dalam kehidupan individu memiliki beberapa fungsi diantara:1). Sebagai sumber nilai dalam menjaga kesusilaan, 2). sebagai sarana untuk mengatasi frustasi, 3). sebagai sarana untuk memuaskan keingintahuan. Dalam praktiknya fungsi agama bagi masyarakat antara lain:  1).  berfungsi edukatif, 2).  penyelamat, 3) sebagai pendamaian, 4).  sebagai kontrol sosial, 5).  sebagai pemupuk rasa solidaritas.  6).  berfungsi transformatif, 7).  berfungsi kreatif, 8). berfungsi sublimatif, dan 9). berfungsi sublimatif.

Agama ataupun  idiologi  dapat  menangkal benih-benih kebencian dan segala bentuk kekerasan.  Akan tetapi di sisi lain pemahaman agama atau  idiologi  yang disampaikan  dengan cara yang tidak benar dapat menimbulkan konflik bahkan terjadinya tindakan kekerasan dan terorisme.  Sebagaimana yang disampaikan oleh Nurchalis Madjid bahwa agama sebagai nilai dan ajarannya bersifat absolut, tetapi pemahaman manusia terhadap nilai dan ajaran agama bersifat relatif, yang ditentukan oleh intelektual dan budayanya. Pernyataan tersebut diamini oleh Komarudin Hidayat yang menyatakan bahwa teologi doktrin keagamaan tidak pernah lepas dari keterlibatan subjek (penganutagama), yang dipengaruhi oleh pemahaman pribadi atau kelompoknya dalam menafsirakan teologi doktrin agama.

Meskipun fungsi agama sudah lengkap dalam mengatur kehidupan manusia, akan tetapi dalam kehidupan keseharian tidak lepas dari permasalahan sosial kemasyarakatan, termasuklah persoalan keagamaan, yang di dalamnya dapat menimbulkan konflik keagamaan.

Dinamika sebuah pemahaman dan gerakan keagamaan seringkali bersinggungan antara satu dengan yang lain. Ada kecenderungan untuk bekerjasama atau persaingan bahkan tidak jarang yang kemudian dari persaingan yang tidak sehat tersebut menjurus pada tindakan kekerasan. Pertentangan penganut paham keagamaan di Indonesia bukan sesuatu yang baru, karena telah terjadi sejak awal kedatangan Islam di negeri ini.

Salah satu faktor yang dapat menimbulkan konflik atau kekerasan atas nama agama yaitu adalah faktor egoisme beragama. Sikap egois dalam beragama menuai kekuatan karena sikap ini masuk di tengah-tengah masyarakat yang menjadikan Islam sebagai salah satu identitas. 

Egoisme beragama yang mewabah dalam alam pikiran umat Islam akan melahirkan sebuah pola pikir bahwa hanya Islam yang mampu memberikan stabilitas sosial, status, memberikan ajaran kebaikan di dunia, hingga hanya Islam agama yang benar, yang pantas ada di bumi, dan agama lain lebih rendah dari Islam, yang hanya akan menimbulkan berbagai masalah. Fanatisme mengandaikan pembenarann secara membabi buta bahwa Islam adalah agama yang paling benar. Hal ini diperkuat dengan doktrin agama bahwa agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam. Sehingga konflik, kekerasan, sampai perang antar umat Islam dengan non Islam akan terjadi sebab agama lainnya tidak mendapat pengakuan, sudah usang dan hanya Islam satu-satuanya acuan moral di dunia.

Sebagai contoh pada tahun 2022 tercatat densus 88 menangkap sebanyak 26 terduga teroris dari Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Islamiyah (JI).

Pemahaman teroris radikal memiliki pemahaman yang mengaku kelompoknya paling benar yang dikaitkan dengan doktrin agama (mengatasnamakan tuhan) dan mempunyai wewenang untuk memaksa terhadap kelompok lain yang bertentangan pemahamannya. Menurut mereka meninggal dalam aksi terorisme termasuk bagian dari orang yang mati syahid sebagaimana jihad yang membela agama islam. Bertentangan dengan pemahaman terorisme radikal seharusnya jihad diartikan sebagai usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seorang muslim dalam menghindari atau melawan perbuatan tercela dimulai dari diri sendiri sampai dengan kehidupan di tengah masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline