Lihat ke Halaman Asli

Risang Rimbatmaja

Teman kucing-kucing

Latihan agar Guru Tidak Emosi dan Gelap Mata

Diperbarui: 9 Juni 2024   14:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

reason.com

Sekarang lagi masa ujian akhir, mungkin karena itu belum terdengar berita kekerasan guru terhadap siswa. Tapi, di masa-masa lain, jangan-jangan berita semacam itu muncul lagi. Seperti pemberitaan-pemberitaan sebelumnya, ada cerita siswa dikata-katai, ditampar, dipukul, disuruh lari sampai pingsan, disuruh makan sepatu, dll.

Menyedihkan karena tidak sepatutnya siswa mengalami hal itu. Betapa nakalnya pun dia. 

Kekerasan yang dilakukan segelintir guru memang kebanyakan bersumber dari apa yang dipandang sebagai kenakalan siswa. Tidak mengerjakan PR. Datang terlambat. Rambut gondrong (padahal sudah disuruh memotong). Celetukan yang menyakitkan. Mengobrol saat guru mengajar. Ketahuan merokok dan lain sebagainya.  

Namun, apapun alasannya, guru tetap berada di pihak yang salah.

Apakah itu semua terjadi karena sang guru tidak paham bahwa itu adalah tindakan yang salah? 

Rasanya, semua guru tahu bahwa kekerasan adalah tindakan salah. Tapi, apa yang diketahui tidak otomatis bisa menjaga perilaku saat mendapat "serangan" ke emosinya. Tahu jurus apa yang harus dilakukan saat menghadapi anak nakal tidak menjamin dia bisa mengeluarkan jurus itu saat emosi terpicu. Dalam praktik nyata, kontrol emosi adalah kunci. Buktinya, petinju yang terampil dan latihan bertahun-tahun, kalau tersulut emosi, bisa berantakan permainannya.

Dan ini bisa menimpa siapa saja. Yang biasanya santun sekalipun, kalau terserang emosinya, bisa bertindak di luar nalar. 

Lantas apa yang yang perlu dilakukan untuk latihan kontrol emosi? 

Latihan 1: Menyadari serangan emosi. Serangan ke emosi membuat perilaku kita tidak terkontrol karena kita tidak menyadari adanya perubahan emosional sehingga kemudian emosi itu yang mengendalikan kita. Karena itu, ada perilaku siswa yang keliru, coba bahasakan dalam hati. "Apa yang saya rasakan ini? Apa ini saya marah karena kata-katanya? Celutukan itu membuat saya marah?"

Membahasakan perasaan membuat jalur ke neo-cortex, otak yang bepikir dan membuat kita keluar dari otak mamalia, yang merasa, sehingga kita bisa berpikir apa tindakan yang bagus untuk meresponnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline