Lihat ke Halaman Asli

Risang Rimbatmaja

Teman kucing-kucing

Intervensi Dini Perundungan

Diperbarui: 4 Juni 2024   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RRI.co.id

Lagi-lagi kasus perundungan berujung nyawa. Gara-garanya hanya menolak permintaan siswa lain untuk nge-print. Ditolaknya pun diminta malam-malam.

Kasus perundungan yang muncul sebetulnya hanya puncak gunung es. Kasus sesungguhnya jauh lebih banyak.

Juga bukan kasus ujug-ujug. Bukan segmen yang tiba-tiba hadir tanpa ada rangkaian segmen sebelumnya. Perundungan itu proses. Sulit dibayangkan seorang siswa tiba-tiba dipalak, dipojokkan, atau dipukul siswa lain. Pasti ada proses, yang sayangnya tidak terdeteksi komunitas sekolah ataupun keluarga.

Proses interaksi antarsiswa itu berdinamika dan akhirnya menghasilkan peta kuasa tertentu. Muncul siswa atau kelompok siswa yang memiliki kuasa lebih dibandingkan siswa lain. Mereka yang lebih berkuasa inilah yang berpotensi jadi pem-bully.

Tapi ketika korban muncul, banyak pihak, termasuk para pemimpin, mendesak dilakukan intrevensi pencegahan agar tidak muncul lagi kasus serupa. Timing yang kurang tepat, sebetulnya, karena sulit memecah relasi kuasa yang kadung terbentuk kuat.

Intervensi yang kerap dilakukan adalah model edukatif. Semua siswa dikumpulkan untuk diajari tentang apa itu perundungan, dampak, ancaman hukuman pada pelaku, dan lain-lain. Lalu, semua siswa diminta berkomitmen mencegahnya.

Kelompok pem-bully, dalam hati, mungkin hanya ketawa-ketiwi mengikuti sesi edukasi semacam itu. Di lain pihak, kelompok yang sedang dibully, yang menghadapi realita sesungguhnya, semakin tertekan dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan.

Mestinya, intrevensi dilakukan di waktu yang tepat, yaitu saat semua siswa relatif berada di titik nol alias belum terbentuk relasi kuasa yang timpang. Momen yang pas adalah saat orientasi siswa baru.

Masa orientasi siswa baru adalah momentum yang tepat untuk membentuk relasi yang lebih setara dan saling menghargai. Karena pada saat itu, siswa masih saling menjajaki.

Tapi, alih-alih mengenalkan antarasiswa, kegiatan orientasi siswa kerap lebih menekankan pengenalan lingkungan (fisik) dan urusan admin serta akademik, seperti kebijakan kegiatan belajar atau para guru. Pengenalan lingkungan (sosial) terdekat siswa, yaitu rekan-rekannya sendiri, malah diabaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline