"Aw.. " teriakku saat tubuhku bertabrakan dengan Rani.
"Aduuh .. kirain tronton yang nabrak ..." kata Rani. Seketika suara tertawa begitu ramai menelusuk ke telingaku.
Sesaat terjadi pergumulan antara jantungku dan hatiku, menanyakan siapa yang sakit ?
"Kenapa rasanya sakit ya ..." bisikku sambil memegang dadaku.
"Udah Sin.. dia cuma bercanda .." kata Anto.
"Itu bukan bercanda nto, aku bisa bedain mana yang bercanda dan mana yang bukan, memang itu pantas buat dibecandain ?" kataku meluapkan emosiku.
"Aku heran, kenapa dia seperti itu ?, seingatku aku ga pernah bercanda yang menyakiti orang lain" tambahku dan seketika saja pertahananku jebol, yang akhirnya air mata menggenangi pipiku.
"Udah donk Sin.. jangan nangis.. " kata Anto
"Tubuhnya memang seperti gitar tapi jangan bilang aku tronton donk.. lebay tau" isakku.
Aku mengalihkan air mataku dengan fokus pada pekerjaan yang ada dihadapanku. Anto terus berusaha membuat aku untuk tidak menangis.
"Aku memang sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti itu, aku juga sudah terbiasa menangis karena dia, tapi ini bener-bener sakit..." kataku sambil mengusap air mataku.