Lihat ke Halaman Asli

Aku, si Pengagum Rahasiamu

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkenalkan, aku pengangum rahasiamu. Sudah lama tinggal di hidupmu, hanya saja tak pernah kau tengok apalagi kau sapa. Perkenalkan, aku penjaga hatimu. Dan kau pemiliknya, tak pernah datang dan mengatakan padaku, "Terima kasih telah menjaga hatiku" dan imbuhan katamu seperti "Sekarang kau boleh pulang" terasa perih di hati. Apa kau mengusirku tadi?
Lihat, aku sudah mulai menangis. Kau jahat! Bahkan mungkin kau tak tahu namaku. Oke, kau tak pernah menengokku lalu bagaimana kau bisa mengenali namaku. Kenapa tak kau cari tahu namaku? Ah! Apa aku terlihat bagimu? Sudahlah lupakan, tadi hanya sekilas bentuk pengharapan.
Di sini, tepat di perpustakaan, aku pertama kali melihat mata tajam mu sedang sibuk mencari buku. Aku ada di samping mu pada saat itu, sibuk juga, sibuk memperhatikanmu mengunyah permen karet. Sedikit terdengar musik rock dari headphone yang kau pakai. Aku  menikmati masa dimana aku mulai memperhatikanmu dari dekat. Dan itu awal bagaimana aku bertahan sampai saat ini hanya untuk mengagumi mu dari kejauhan :)
Menunggu mu di gerbang kampus, adalah hal rutin yang kulakukan. Melihatmu berjalan sambil terkadang mengusap rambutmu yang hitam berantakan. Menendang kerikil yang di depanmu. Sedikit terlihat kekanakkan, tetapi kau sangat terlihat tampan. Aku tersenyum sendiri saat itu, walau temanku juga tersenyum melihatku. Lalu kau mendekat ke arahku, dekat dan semakin dekat dan melewatiku begitu saja. Hanya wangi parfum mu yang tersisa dan aku hanya melihat punggung mu saja.
Kau tak seperti kebanyakan pria lainnya. Secangkir teh adalah minuman kesukaan mu di pagi hari. Celana jeans tak beraturan, kaos hitam, sepatu  boots  dan yah ini yang paling aku suka, kau selalu memakai jaket AC MILAN. Aku juga penyuka milan dan penyuka mu. Tapi kau belum tentu penyuka aku.
Kau selalu sendiri dengan headphone dan buku yang cukup asing untukku. Aku suka novel bertemakan cinta tak terbalas, atau cerita tentang 2 pria kaya merebutkan 1 wanita miskin tapi kamu, buku yang kamu baca.. soal rasa..
Aku pernah belajar bagaimana mengendalikan rasa, tapi pada keadaan yang berbeda, teori itu hilang begitu saja.
Kadang pertanyaan "Apa kau punya teman?" selalu muncul saat aku dan kamu sama-sama di perpustakaan. Kau suka menyendiri, dan buku yang kau baca masih sama seperti yang kau baca tempo lalu. Tentang rasa.. Kau romantis juga, pikirku.
Tertidur di perpustakaan, kau pernah melakukan itu sekali di hadapanku. Sangat menyenangkan, itu bisa membuatku melihatmu untuk waktu yang lama.
Pernah ketika itu hujan deras, beberapa pria dan wanita nya berteduh di halte itu, dekat kampus. Dan kulihat kau juga, tepat di depanku. Badanmu yang tinggi dan entah bagaimana menjelaskannya yang pasti itu kau! Mungkin karena rasa ini.. Hujan tak kunjung reda, kulihat kakimu terus bergerak tak tenang, tak luput juga menengok jam tanganmu. Dan tak lama, kau mengahmpiri hujan, kau tak lari. Tapi berjalan perlahan, seperti kau menikmati hujan dan air itu. Teringat pada tulisan mu di blog yang sudah lama selalu aku buka, "Untuk apa takut akan hujan, dia memberikan kesejukan. Dan tak akan membuatmu mati."
Aku mencoba mengikuti jejakmu. Keesokan harinya aku demam. Sampai seminggu..
Besoknya, aku berangkat ke kampus dengan syal tebal memutar di leher. Teman-teman menyambutku dengan senangnya dan berkata "Tadi, si doi nanyain lo?"
"Ah serius? Gausah bokis lah! Basi! Kenapa gak sekalian bilang doi ngajak gw jadian?" Jawabku dengan sedikit GR, sedikit tak percaya dan banyak berharap itu kenyataan.
"Serius! INI ASLI!! nih dia ngasihin surat ini buat lo." Katanya sambil memberikan surat. Tidak! Itu hanya secarik kertas.
Kubuka perlahan, dan kubaca perlahan..
"TERIMA KASIH, UNTUK WAKTU MU. UNTUK MEMPERHATIKANKU DARI KEJAUHAN. DAN AKU PENGAGUM RAHASIAMU"
Tak terasa, air mataku jatuh. Kita sama-sama saling menyukai. Kita sama-sama mampu menyembunyikannya. Tanpa kata, ternyata kita saling menyukai. Tanpa kata, kita saling memperhatikan. Anggap saja, itu indahnya rasa..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline