( A Letter For Michael )
Tulisan ini adalah sebuah ungkapan emosional. Yang tumpah tetapi tidak ada wadahnya. Seperti ajal yang tersangkut karena ada hutang maaf. Ocehan yang tidak sampai pada telinga. Lukisan yang hanya mempunyai nilai murni bukan praktis, ataupun kontemporer-nya. Ini adalah tugas kuliah namun di saat yang bersaman mood untuk menulis sedang tercurah pada pemikiran yang lain. Sesuatu yang tangan ini tak dapat mengontrol dirinya sendiri untuk melakukannya. Semoga saja Pak Dosen tidak skeptis dan masih mau mencoba menemukan tema materinya dalam tulisan ini. Because i know, Pak Dosen adalah salah satu orang jenius yang saya kenal. Dan semoga yang membaca surat ini dapat mengambil pelajaran positif serta membacanya dengan cinta. With L-O-V-E
Siang, Michael.
Apakah kau siap ?
Mungkin ini bukan layaknya fangirl K-Pop 'masa kini' yang melakukan banyak hal untuk menunjukkan kecintaannya pada sang idola. Memajang foto di media sosial, spam video di status, masuk grup fangirl, dan lainnya. Bukan juga seperti pecinta drama Korea yang menghabiskan setengah waktu hidupnya untuk menonton. Karena saat ini dunia sudah 'mengubah' kiblat musik ke negara ginseng itu. Dan itu yang aku khawatirkan. Semoga mereka tidak pernah melupakanmu.
Namun sesungguhnya aku pun ragu menyebutkan diriku sebagai fangirl. Menggelikan dan identik dengan 'ketidakwarasan' yang berlebihan kepada seorang entartainer. Hal yang kadang tidak rasional pun sanggup dilakukan oleh orang yang telah terbius oleh fanatisme. Tapi aku bukan tipe orang yang mudah menjadikan seseorang sebagai idola. Tak ada yang benar-benar aku sebut sebagai idola selama ini. Aku bukan orang yang punya selera sama dengan kebanyakan orang. Lagipula aku tidak mungkin memiliki kesempatan untuk bisa menjadi fangirl-mu. Dan aku juga tak ingin melakukan itu. Aku ingin terus menjadi waras dalam mengagumimu.
Aku mulai sadar bahwa saat ini bukan saatnya untuk berandai-andai. Meskipun itu sempat sering terjadi. Saat ini adalah waktu untuk mengambil pelajaran (hikmah) dan menghadapinya. Aku tak akan berandai untuk bisa hadir di konsermu atau di acara meet and greet-mu untuk menyampaikan surat ini. Aku tak akan menabung untuk membeli tiket mahal agar bisa melihatmu secara langsung di USA. Aku hanya bisa melakukan yang terbaik di tahun 2020: membaca, melihat, dan menulis tentangmu.
Pertama kali aku melihatmu adalah saat kematianmu. Di televisi pagi hari saat aku hendak berangkat sekolah, 25 Juni 2009. Aku hanya bertanya pada ibuku yang saat itu tengah dilanda keterkejutan. Beliau sekilas mendeskripsikanmu. Aku tidak mengenalmu bahkan baru kali itu aku melihat namamu tertulis di layar TV (tragisnya dengan kata 'meninggal dunia' di akhir namamu). Aku adalah anak berusia 9 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas tiga. Ya, aku bukan generasimu. Bukan generasi fansmu. Aku adalah generasi baru yang kau sebut di 'Heal the World'.
Sejak kematianmu hingga setahun setelahnya namamu semakin mencuat. Bahkan pamanku membeli beberapa CD albummu dan kami mendengarkan itu sepanjang hari. Pada saat itu aku mulai mengenalmu sekaligus mengakui bahwa kau adalah the Truly King of Pop. Karyamu, tarianmu di dalam musik sebagai nuansa baru dalam dunia pop yang belum pernah ada. Dan aku yakin tidak akan ada yang bisa menyamaimu. Dunia menyebutkan hal yang sama, kecuali mereka yang punya musikalitas rendahan atau jiwa seni dalam diri mereka sudah dicabut dari akarnya. You deserve it, Michael.
Aku melupakanmu dalam waktu lama hingga bertemu lagi pada 2018. Aku tak sengaja menonton video di Youtube yang membahas tentang konspirasi kematianmu. Aku setengah tak percaya bahwa kau masih hidup dan memalsukan kematianmu. Video-video itu benar-benar meyakinkan untuk mempercayainya. Aku sebenarnya berharap bahwa konspirasi itu benar. Setidaknya kau telah mewujdkan lagu 'Escape' menjadi nyata. Kau berhasil kabur dari dunia dan menemukan kehidupan yang tenang tanpa sorotan kamera.